Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu’anhu, suatu ketika dalam peperangan Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, aku akan memberikan bendera ini kepada seorang pria yang melalui kedua tangannya Allah akan memberikan kemenangan, dia mencintai Allah dan rasul-Nya, dan Allah dan rasul-Nya pun mencintainya.” Sahl berkata: Maka di malam harinya orang-orang pun membicarakan siapakah kira-kira di antara mereka yang akan diberikan bendera itu. Sahl berkata: Ketika pagi harinya, orang-orang hadir dalam majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing dari mereka sangat mengharapkan untuk menjadi orang yang diberikan bendera itu. Kemudian, Nabi bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?”. Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, dia sedang menderita sakit di kedua matanya.” Sahl berkata: Mereka pun diperintahkan untuk menjemputnya. Kemudian, dia pun didatangkan lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi kedua matanya dan mendoakan kesembuhan baginya maka sembuhlah ia. Sampai-sampai seolah-olah tidak menderita sakit sama sekali sebelumnya. Maka beliau pun memberikan bendera itu kepadanya. Ali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah saya harus memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita?”. Beliau menjawab, “Berjalanlah dengan tenang, sampai kamu tiba di sekitar wilayah mereka. Lalu serulah mereka untuk masuk Islam dan kabarkan kepada mereka hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, apabila Allah menunjuki seorang saja melalui dakwahmu itu lebih baik bagimu daripada kamu memiliki onta-onta merah.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [8/31])
Hadits yang agung ini mengandung pelajaran, antara lain:
1. Kewajiban untuk berdakwah mengajak musuh (orang kafir) untuk masuk Islam sebelum dikobarkannya peperangan. Namun, apabila musuh tersebut sudah pernah didakwahi -tetapi menolak- maka hal itu tidak lagi wajib, namun dianjurkan (lihat Syarh Muslim [8/30], al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 69)
2. Keislaman seseorang -orang kafir yang bersyahadat- tetap diterima meskipun dalam keadaan sedang terjadi peperangan (lihat Syarh Muslim [8/31])
3. Hukum di dunia dibangun di atas apa yang tampak secara lahir. Adapun hukum batinnya diserahkan kepada Allah (lihat Syarh Muslim [8/31])
4. Syarat sah keislaman adalah harus mengucapkan dua kalimat syahadat. Apabila dia bisu atau mengalami hambatan lain yang serupa maka cukup baginya mengisyaratkan terhadap syahadat itu (lihat Syarh Muslim [8/31])
5. Hadits ini menunjukkan betapa besar keutamaan ilmu dan mendakwahkan petunjuk serta tuntunan-tuntunan yang baik (lihat Syarh Muslim [8/30])
6. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah mengajak manusia untuk memeluk agama Islam (lihat Shahih Bukhari, Kitab al-Jihad wa as-Siyar, hal. 617). Ini merupakan bantahan yang sangat jelas bagi kaum Liberal dan Pluralis yang menganggap bahwa Islam yang diserukan kepada manusia adalah Islam dengan pengertian ‘kepasrahan kepada Tuhan semata’ tanpa ada kewajiban untuk masuk ke dalam agama yang disebut Islam.
7. Hadits ini menunjukkan betapa besar keutamaan orang yang bisa mengajak kepada Islam kepada orang lain kemudian orang yang didakwahi tersebut menerimanya (masuk Islam), meskipun jumlahnya hanya satu orang (lihat Shahih Bukhari, Kitab al-Jihad wa as-Siyar, hal. 630)
8. Hadits ini menunjukkan keutamaan yang sangat jelas pada diri Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memujinya dengan kata-kata, “Dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan rasul-Nya pun mencintainya.” (lihat Shahih Bukhari, Kitab Fadha’il As-habin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 775)
9. Wajibnya mencintai Ali bin Abi Thalib. Karena konsekuensi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kita juga harus mencintai apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya
10. Allah memiliki sifat mencintai (lihat al-Jadid, hal. 69)
11. Mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat al-Jadid, hal. 69)
12. Hadits ini menunjukkan betapa besar semangat para sahabat untuk memperoleh kebaikan agama mereka (lihat al-Jadid, hal. 69). Karena mereka sangat ingin menjadi orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu mereka berharap untuk diberi bendera tersebut, bukan karena mereka menyimpan ambisi kekuasaan sebagaimana yang dituduhkan oleh kaum Syi’ah!
13. Semestinya seorang pemimpin memeriksa keadaan rakyat atau orang yang dipimpinnya (lihat al-Jadid, hal. 69)
14. Wajibnya beriman kepada takdir, tatkala bendera itu ternyata diberikan bukan kepada orang yang berusaha untuk bisa mendapatkannya (lihat al-Jadid, hal. 69)
15. Seorang panglima perang hendaknya senantiasa bertindak dengan tenang, namun bukan berarti bersikap lemah dan tidak menunjukkan wibawa (lihat al-Jadid, hal. 69)
16. Dua kalimat syahadat yang diucapkan dengan lisan tidak cukup jika tidak diiringi dengan amalam yang membuktikannya (lihat al-Jadid, hal. 69)
17. Bolehnya bersumpah ketika menyampaikan suatu perkara untuk lebih menekankan atau ada kemaslahatan lainnya, meskipun ia tidak diminta bersumpah (lihat al-Jadid, hal. 69)
18. Hendaknya seorang da’i dalam mengajak kepada objek dakwahnya, yang pertama kali diserukannya adalah agar mereka memahami dua kalimat syahadat (lihat al-Jadid, hal. 70)
19. Diperlukannya bendera dalam peperangan
20. Seorang pemimpin atau pun pemerintah hendaknya mengirim utusan orang-orang yang berdakwah kepada agama Allah -yaitu mendakwahkan tauhid dan Sunnah- sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khulafa’ ar-rasyidin (lihat Fath al-Majid, hal. 90)
21. Hadits ini menunjukkan pentingnya pendidikan bagi da’i
22. Hidayah taufik hanya di tangan Allah
23. Seorang da’i tidak perlu merasa sempit dan sedih semata-mata karena pengikutnya sedikit. Namun, semestinya dia bersedih karena manusia tidak mau menerima kebenaran, bukan karena jumlah pengikutnya sedikit
24. Untuk berperang itu memerlukan strategi dan kehati-hatian
25. Jihad dengan ilmu (dakwah) itu didahulukan daripada jihad dengan persenjataan (perang)
26. Kemenangan berasal dari Allah, bukan semata-mata hasil perjuangan pasukan ataupun kelihaian panglimanya
27. Ajaran Islam adalah ajaran yang penuh dengan kasih sayang kepada manusia. Islam tidak mengenal aksi pembunuhan membabi buta sebagaimana yang dilakukan oleh para teroris atau pelaku bom bunuh diri yang mengklaim tindakkannya sebagai jihad
28. Dakwah itu harus dilakukan dengan mengikuti skala prioritas, mendahulukan perkara-perkara yang terpenting sebelum perkara penting lainnya
29. Peperangan bukanlah tujuan dalam Islam, namun perang adalah cara terakhir yang memang harus ditempuh untuk menegakkan kebenaran di atas muka bumi ini
30. Islam sangat menghargai nyawa manusia, meskipun itu adalah nyawa orang-orang kafir. Bahkan, orang kafir yang tinggal di negeri Islam dan dilindungi oleh pemerintah ataupun orang kafir yang tinggal di sebuah negara yang terikat perjanjian damai dengan kaum muslimin adalah haram untuk ditumpahkan darahnya
31. Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang mulia adalah orang yang dicintai Allah. Sementara orang yang dicintai Allah adalah orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya
32. Hadits ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa para sahabat yang lain selain Ali tidak dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, bahkan mereka adalah umat terbaik di atas muka bumi ini
33. Hadits ini menunjukkan semestinya seorang da’i bertanya/berkonsultasi kepada da’i lain yang lebih senior, terlebih lagi dalam urusan umat yang memiliki pengaruh luas
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
No comments:
Post a Comment