visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Friday, October 31, 2014

DUNIA DIBAGIKAN KPD SELURUH MAKHLUQ ...


SIfat Ar Rahman dari Alloh menjadikan dunia ini diberikan kpd siapa saja ... baik itu taat ataupun maksiat, muslim ataupun kafir, beriman ataupun musyrik, 'Alim ataupun Jahil, Beradab ataupun tidak. Sehingga Dunia ini (Harta, Tahta, Jabatan dan segala kemewahan dunia) tidak menjadi ukuran kemuliaan seseorang dan tidak menjadi jaminan kebahagiaan seseorang ...

“Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al-Hajj: 65)

“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Dzat yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Ar-Rum: 50)

Oleh karenanya ... janganlah terpukau dgn Dunia yg dimiliki oleh orang2 yg tidak beriman,

196. Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak [Yakni: kelancaran dan kemajuan dalam perdagangan dan perusahaan mereka ] di dalam negeri. 197. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya. (Ali Imran 196-197)

Lalu ... kalo ingin kelola dunia ... kejarlah yg memiliki keberkahan yg banyak ...

96. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Al A'raaf 96)

Jadi bukan terletak pada dunianya ... tetapi adakah keberkahan dari dunia yg ditetapkan keberadaannya pd diri2 kita ini ...

Wallahu A'lam

JANGAN BERHARAP KEADILAN YG SEMPURNA DI DUNIA



 “Setiap jiwa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya balasan atas kalian akan disempurnakan kelak pada hari kiamat. Barangsiapa yang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung. Tidaklah kehidupan dunia itu melainkan kesenangan yang menipu.” (QS. Ali ‘Imran: 185)

Banyak orang yg  sering kecewa dalam kehidupan di dunia ini ... salah satu sebabnya adalah karena mereka berharap akan memperoleh keadilan ketika hidup di dunia ini ...

- Rakyat berharap terlalu banyak kpd keadilan pemimpin
- Istri berharap kpd keadilan suami
- Anak berharap kpd keadilan orang tua
- Bawahan berharap kpd keadilan atasan
- Karyawan berharap kpd keadilan majikan
- Warga berharap kpd keadilan para penegak hukum

Ketika kita berharap terlalu banyak kpd makhluq agar mereka memberikan keadilan ... itulah sumber permasalahannya. Krn yg Maha Adil adalah Alloh SWT.

Justru yg perlu dilakukan sekarang bagaimana agar setiap diri ini dapat berbuat ADIL ... krn Adil akan membawa atau lebih dekat kpd Ketaqwaan kpd Alloh SWT.

Jadi STOP berharap terlalu banyak utk diperlakukan adil ketika hidup di dunia yg sebentar dan fana ini .. Krn sempurnanya keadilan atas diri ini ... akan diberikan oleh Alloh di hari akhir nanti .. "Dan sesungguhnya balasan atas kalian akan disempurnakan kelak pada hari kiamat.."

Tetapi terus berusahalah utk berlaku ADIL di dalam setiap tindakan kita ..

Wallahu A'lam

Friday, October 24, 2014

Realita Kebebasan PERS

Realita Kebebasan Pers

Kalau kita lihat kenyataan, kebebasan pers begitu kebablasan. Kenyataan yang terjadi pada berbagai media:
1- Menyebarkan berita bohong yang penting menarik pembaca tidaklah masalah.
2- Membuat berita ghibah dan fitnah.
3- Memutilasi berita, cuma sepenggal berita saja yang dinukil sehingga mengelabui orang lain.
4- Melakukan namimah, seringnya mengadu domba.
5- Bukan hanya media liberal dan sekuler, media Islam pun tidak kroscek ulang saat memuat suatu berita apakah sumbernya sudah valid ataukah belum.
Kebebasan pers macam apa ini?

Memuat Berita Bohong

Ini bukan satu dua kali kita lihat berita bohong dan HOAX, bahkan sering kita temukan apalagi di masa-masa kampanye Pilpres kemarin.
Dalam hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dijelaskan mengenai bahasa berdusta dan berbohong. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 2607).
Jika ingin selamat dari neraka, hindarilah memuat berita bohong.
Berbohong pun termasuk sifat munafik sebagaimana disebutkan dalam hadits,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Tiga tanda munafik adalah jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan ketika diberi amanat, maka ia ingkar” (HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59).
Di antara bentuk berbohong di media adalah memutilasi berita sehingga mengelabui orang lain ketika membaca berita. Padahal sepertinya kalimatnya panjang, namun diambil potongan-potongan tertentu sesuai dengan hawa nafsu pembuat berita. Ini namanya tidak jujur dalam pemberitaan.

Menyebar Berita Fitnah dan Ghibah

Ghibah adalah membicarakan aib orang lain di saat ia tidak mengetahuinya atau di saat ia tidak hadir, walaupun aib tersebut benar adanya. Sedangkan fitnah adalah membicarakan aib orang lain yang tidak benar ada padanya. Kelakuan media saat ini melakukan pelanggaran ghibah dan fitnah. Ghibah dan fitnah ini sering dilakukan oleh media bahkan kadang menjadi headline utama.
Dalam hadits disebutkan,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim no. 2589).
Adapun dosa ghibah dijelaskan dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Kata Ibnu Katsir ketika menjelaskan tafsir ayat di atas, “Ghibah diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Dan tidak ada pengecualian dalam hal ini kecuali jika benar-benar jelas maslahatnya.”
Bahkan mengorek terus aib seorang muslim akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat kelak. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ ، صُبَّ فِى أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan selain mereka), maka pada telinganya akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 7042). Imam Adz Dzahabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-aanuk adalah tembaga cair.

Media Sering Melakukan Namimah (Mengadu Domba)

Itulah media, kalau tidak mengadu domba satu pihak dan pihak lainnya, beritanya jadi kurang menarik, oplahnya jadi turun. Padahal mengadu domba inilah sebab adanya siksa kubur.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati salah satu sudut kota Madinah atau Makkah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang diazab di kubur. Beliau pun bersabda,
يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
Mereka berdua disiksa. Mereka menganggap bahwa itu bukan perkara besar, namun sesungguhnya itu perkara besar. Orang yang pertama disiksa karena tidak menutupi diri ketika kencing. Adapun orang yang kedua disiksa karena suka mengadu domba.” (HR. Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292).
Imam Nawawi berkata, “Namimah adalah menukil perkataan orang lain dengan tujuan untuk membuat kerusakan. Namimah inilah sejelek-jelek perbuatan.” (Lihat Fathul Bari, 1: 319).

Tidak Melakukan Tabayyun (Kroscek) Terhadap Suatu Berita

Sudah ma’ruf seperti itu bahkan media Islam pun demikian. Asal nukil saja berita bahkan berita dari orang kafir lebih dipercaya dari seorang muslim. Pokoknya kalau berita tersebut sudah bisa menyudutkan lawannya, maka berita dari orang kafir pun dinukil. Padahal Allah perintahkan kepada kita untuk bertabayyun (melakukan kroscek).
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6).
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan kroscek terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.”
Berita dari orang kafir jelas dari orang yang fasik. Lantas kenapa bisa lebih dipercaya?
Hanya Allah yang memberi taufik.

Selesai disusun di Panggang, Gunungkidul, 7 Syawal 1435 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Perbuatan Curang, Faktor dan Dampaknya

Perbuatan Curang, Faktor dan Dampaknya

Perbuatan curang dan khianat adalah fenomena negatif yang telah sangat akut dalam perilaku masyarakat kita dewasa ini. Hingga bagi sebagian orang yang lemah jiwanya dan ‘murah’ harga dirinya, perbuatan curang telah menjadi kebiasaan yang seolah bukan lagi dianggap perbuatan dosa. Hampir dalam semua bentuk interaksi yang dilakukan oleh mereka dengan orang lain, selalu saja dibumbui dengan kecurangan, kebohongan dan khianat. Padahal, jangankan agama, seluruh manusia yang lurus fitrahnya pun, mengatakan bahwa perbuatan itu jelas buruk dan tidak terpuji.
Perbuatan curang terjadi dalam banyak bidang dan dalam bentuk yang beragam. Diantaranya:

Pemimpin yang curang

Kemimpinan, jabatan dan kedudukan sering kali disalahgunakan untuk menipu rakyat atau orang-orang yang berada dalam kepemimpinannya. Kecurangan dan sikap mensia-siakan amanah pada sebagian para pejabat sudah menjadi rahasia umum. Kasus-kasus hukum yang menimpa mereka, sudah menjadi menu informasi yang kita terima sehari-hari. Padahal perbuatan yang demikian mendapat ancaman keras dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ma’qil bin Yasar al Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما من عبد يسترعيه الله رعية يموت يوم يموت وهو غاش لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة
Tidaklah seorang hamba yang Allah berikan kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati dalam keadaan berbuat curang terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allah akan mengharamkan atasnya surga.” (HR Muslim)

Perbuatan curang dalam jual beli

Berbuat curang dalam jual beli berarti berbuat zalim kepada orang lain dalam urusan hartanya dan memakan harta mereka dengan cara yang batil. Walau pun hanya sedikit, harta yang didapatkan dengan jalan berbohong, menyembunyikan kecacatan, atau mengurangi timbangan adalah harta yang haram. Sudah seharusnya kita menjauhkan diri kita dari harta-harta semacam itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama rombongan para sahabat ke pasar untuk melakukan pengecekan barang-barang dagangan. Saat itu beliau melewati gundukan makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya dan mendapati bagian dalam dari gundukan itu basah. Beliau berkata, “Apa ini wahai penjual makanan?” Ia berkata, “Bagian ini terkena air hujan wahai Rasulullah.” beliau bersabda,
أفلا جعلته فوق الطعام حتى يراه الناس! من غشنا فليس منا
Mengapa engkau tidak meletakkannya di bagian atas, agar orang yang akan membeli dapat melihatnya? Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukan bagian dari golongan kami. (HR Muslim)

Perbuatan curang dalam ilmu

Kecurangan dalam ilmu sangat berbahaya dan memiliki dampak negatif yang cukup besar. Para ulama mengatakan, tatkala seseorang mendapatkan ijazah pendidikan dengan cara yang tidak jujur, maka harta yang didapatkan dengan ijazah itu pun teranggap harta yang haram. Praktek kecurangan dalam ujian, adalah petaka yang menyedihkan dalam dunia pendidikan kita. Pendidikan yang seharusnya berada di garda depan dalam membentuk manusia-manusia yang jujur dan memiliki integritas tinggi, acap kali justru diwarnai praktek-praktek tidak terpuji seperti itu.

Perbuatan curang dalam perkataan

Perbuatan curang dalam perkataan sering terjadi dalam urusan persidangan, seperti memberi kesaksian palsu, menyampaikan informasi-informasi yang tidak sesuai dengan fakta dan hakikatnya di hadapan persidangan dengan maksud menzalimi dan merugikan orang lain.
Masih banyak wilayah dan bentuk perbuatan curang yang terjadi dalam masyarakat. Yang telah disebutkan diatas hanya beberapa contohnya saja.

Faktor-faktor perbuatan curang

Perbuatan curang memang biasanya tidak muncul begitu saja. Ada banyak faktor dan pemicu seseorang melakukan perbuatan tersebut. Diantaranya:
  1. Lemahnya iman, sedikitnya rasa takut kepada Allah dan kurangnya kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi dan menyaksikan setiap perbuatannya sekecil apa pun.
  2. Kebodohan sebagian orang tentang haramnya perbuatan curang, khususnya dalam bentuk-bentuk tertentu dan saat perbuatan tersebut sudah menjadi sistem ilegal dalam sebuah lembaga atau organisasi.
  3. Ketiadaan ikhlas (niat karena Allah) dalam melakukan aktifitas, baik dalam menuntut ilmu, berniaga dan yang lainnya.
  4. Ambisi mengumpulkan pundi-pundi harta kekayaan dengan berbagai macam cara. Yang penting untung besar, walaupun dengan menumpuk dosa-dosa yang kelak menuntut balas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak lagi mempedulikan apa yang didapatkannya, dari yang halal atau dari yang haram.” (HR Bukhari)
  5. Lemahnya pengawasan orang-orang yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap orang-orang yang berada di bawah tanggungjawabnya.
  6. Tidak adanya kesungguhan. Sebagian orang bermalas-malasan menyelesaikan tugas dan apa yang menjadi kewajibannya, saat semua itu harus ia pertanggungjawabkan, maka ia pun menutupinya dengan perbuatan curang. Seperti seorang murid yang malas belajar, saat datang masa ujian, ia pun berusaha berbuat curang agar bisa lulus ujian.
  7. Berteman dengan orang-orang yang suka berbuat curang dan selalu menuruti ajakan setan untuk berbuat curang.
  8. Lemahnya pendidikan yang ditanamkan sejak kecil di rumah atau di sekolah. Sering kali orang tua atau guru tidak memberi tindakan yang tegas saat anak atau muridnya berbuat curang, atau malah justru memberi contoh dengan melakukan kecurangan dihadapan anak atau murid di sekolah.
  9. Kurang percaya diri. Saat seseorang merasa dirinya tidak mampu bersaing dengan orang lain, maka tidak jarang ia akan melakukan kecurangan untuk menutupi kekurangannya.
  10. Sikap bergantung kepada orang lain dan malas menerima tanggung jawab.
  11. Tidak qanaah dan ridho dengan pemberian Allah.
  12. Tidak adanya sistem hukum yang efektif untuk membuat jera para pelaku kecurangan.
  13. Lalai dari mengingat kematian. Ini adalah faktor penyebab seluruh perbuatan maksiat dan terus-menerus dalam melakukannya.

Dampak negatif perbuatan curang

  1. Orang yang melakukan kecurangan dan orang yang meridhainya akan mendapat dosa.
  2. Nabi berlepas diri dari pelakunya, “Barangsiapa yang mencurangi kami, maka ia bukan golongan kami.
  3. Manusia akan membenci orang yang suka berbuat curang dan tidak mau bergaul dengannya.
  4. Perbuatan curang merupakan perbuatan khianat kepada umat dan sikap mensia-siakan amanah.
  5. Perbuatan curang termasuk salah satu sifat orang-orang munafik.
  6. Perbuatan curang akan menghilangkan keberkahan.
  7. Perbuatan curang akan melemahkan kepercayaan kaum muslimin.
  8. Perbuatan curang akan menjadi faktor kegagalan masyarakat dalam semua bidang.
  9. Zalim kepada orang lain.
  10. Melemahkan pencapaian ilmu dan kemampuan
  11. Menciptakan permusuhan dan kebencian antar kaum muslimin.
  12. Mendapatkan harta haram dari cara-cara yang curang.
  13. Terjerumus pada sikap meremehkan pengawasan Allah.
Kecurangan dapat diatasi jika dalam hati masyarakat sudah tertanam dengan kuat nilai-nilai ketauhidan dan keimanan. Kesadaran selalu diawasi oleh Allah akan membuat seseorang tidak akan berani melakukan perbuatan tersebut. Pun pemahaman terhadap akibat-akibat buruk yang akan menimpa mereka kelak dari perbuatan curang harus terus ditingkatkan. Jika kesadaran ini telah terkolektif, maka insya Allah praktek-praktek kecurangan dapat dientaskan, atau sedikitnya diminimalisir.
Bagi kita yang telah menyadari perbuatan buruk tersebut, hendaknya menjauhi sahabat atau teman yang suka berbuat curang, terus berdoa kepada Allah memohon taufiq, selalu mengingat akhirat dan berusahalah melakukan amar makruf nahi munkar sesuai dengan kemampuan dalam rangka merubah keadaan masyarakat menuju yang lebih baik.
***
[Diadaptasi dari risalah berjudul “Falaisa Minnaa”, karya Abdulaziz bin Sarayan al Ushaimy, cet. Darul Qasim, Riyadh, th 2002] —
Penulis: Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id

Wednesday, October 22, 2014

MENYESAL TIDAK MENJADI MUSLIM

Kaum kafir alias non-muslim ketika sudah memasuki kehidupan di akhirat akan menyesal mengapa mereka tidak menjadi muslim sewaktu masih hidup di dunia. Suatu penyesalan yang tentunya tiada berguna. Ketika di dunia, mereka mengira bahwa menjadi muslim berarti harus menjadi terhina sebagaimana banyak dialami bangsa muslim dewasa ini. Mereka sangat bangga menjadi orang kafir sebab mereka melihat bahwa kebanyakan negeri-negeri maju dewasa ini justru dipimpin dan didominasi oleh kaum non-muslim alias kafir. Mereka sangat tersilaukan oleh berbagai kemajuan material yang diraih oleh negeri-negeri seperti Amerika, Inggris, Perancis, Jepang, Jerman bahkan Israel.

Sebaliknya mereka sangat kecewa bahkan jijik melihat kaum muslimin di negeri-negeri terbelakang seperti Bangladesh, Afghanistan, Nigeria dan Indonesia. Mereka mengira bahwa status formal keagamaan bangsa-bangsa tersebut-lah yang menyebabkan mereka menjadi terbelakang dan terhina di dunia. Mereka kaitkan antara dominasi agama yang dianut bangsa tersebut dengan ketertinggalan yang mereka alami. Sehingga mereka segera menyimpulkan bahwa Islam adalah agama yang menyebabkan keterbelakangan dan kehinaan sedangkan agama-agama di luar Islam, entah itu Nasrani, Yahudi bahkan Shinto merupakan agama yang menyebabkan kemajuan dan kemuliaan manusia di dunia.

Mengapa ini bisa terjadi? Karena kebanyakan manusia tidak mampu membedakan antara ajaran agama dengan penganut agama. Mereka terlalu mudah menilai dan memvonis suatu agama sebagai baik atau buruk hanya berdasarkan tampilan penganutnya. Jika penganutnya berpenampilan maju dan menarik (secara standar duniawi) mereka segera memvonis agama yang mereka anut itu pastilah baik, bahkan benar. Sementara bilamana penganutnya berpenampilan tertinggal dan lemah (secara standar duniawi) mereka segera memvonis bahwa agama yang mereka anut itu pastilah buruk, bahkan batil…!

Dan bukan rahasia lagi bahwa kebanyakan negeri berpenduduk muslim dewasa ini dalam keadaan tertinggal dan lemah secara standar dunia. Sebaliknya, sebagian besar negeri-negeri yang disebut sebagai negara-negara maju justru terdiri dari kebanyakan penganut agama di luar Islam. Sungguh, sangat wajar bilamana orang kafir pada umumnya tidak bisa menghargai ajaran Islam di zaman di mana umat Islam sedang babak belur seperti keadaannya dewasa ini.

Oleh karena itu, biasanya orang barat kafir yang akhirnya memperoleh hidayah Allah ta’aala dan memeluk agama Islam adalah mereka yang tidak terjebak pada stereotype negatif mengenai ajaran Islam. Mereka sanggup membedakan antara Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah ta’aala Yang Maha Benar dengan umatnya yang seringkali tidak konsisten menjalankan ajaran mereka. Inilah orang yang potensial bersikap obyektif dan akhirnya menemukan hidayah kebenaran cahaya agama Allah ta’aala. Di antara mereka -misalnya- adalah mantan penyanyi terkenal Cat Stevens yang kemudian merubah namanya menjadi Yusuf Islam.

Pantas bilamana orang Barat yang akhirnya mendapat hidayah iman dan islam lewat mengkaji kitabullah Al-Qur’an sering berkata: ”Alhamdulillah saya berjumpa dengan Al-Qur’an sebelum berjumpa dengan ummat Islam. Andaikan saya berjumpa dengan ummat Islam sebelum membaca dan mempelajari Al-Qur’an barangkali saya tidak akan pernah tertarik akan ajaran Islam.”
Maka, saudaraku, marilah kita menjadi duta-duta agama Allah ta’aala yang mengkampanyekan kemuliaan dan kebenaran Al-Islam betapapun zaman yang sedang kita jalani dewasa ini tidak berfihak pada Islam dan ummat Islam. Marilah kita persiapkan alasan di hadapan Allah ta’aala kelak di hari berbangkit. Bila kita telah mengajak dengan gigih orang-orang kafir alias non-muslim untuk memeluk Islam, maka tentunya mereka tidak punya alasan untuk menyalahkan kita kelak di hadapan Allah ta’aala pada hari pengadilan. Seandainnya mereka mengetahui betapa besarnya ganjaran yang menunggu orang beriman di akhirat, niscaya mereka akan menyesal mengapa mereka tidak menjadi muslim sewaktu hidup di dunia.
الر تِلْكَ آَيَاتُ الْكِتَابِ وَقُرْآَنٍ مُبِينٍ رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
“Alif, laam, raa. (Surat) ini adalah (sebagian dari) ayat-ayat Al-Kitab (yang sempurna), yaitu (ayat-ayat) Al Qur’an yang memberi penjelasan. Orang-orang yang kafir itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS Al-Hijr ayat 1-3)
Saudaraku, marilah kita banyak berda’wah dan mengajak kaum kafir non-muslim untuk menjalani kehidupan Islami dan imani agar mereka selamat di dunia dan selamat pula di akhirat. Janganlah kita bersikap bakhil ingin masuk surga sendiri tanpa mengajak mereka berpeluang masuk surga bersama kita. Dan janganlah kita berlindung di balik alasan ”toleransi” padahal sejatinya kita tidak pernah peduli kemaslahatan mereka kelak dalam kehidupan hakiki di akhirat. Wallahu a’lam.-

JANGAN REMEHKAN UCAPAN ANDA

Mengajak manusia ke jalan Allah ta’aala merupakan aktifitas yang sangat mulia. Allah ta’aala menyebutnya sebagai ”ucapan yang paling baik”. Namun tidak banyak muslim yang mau dan sanggup melakukannya. Pada umumnya seorang muslim dihalangi oleh seribu satu alasan untuk tidak melakukannya. Ada alasan yang sangat umum yaitu ”nanti si non-muslim tersinggung”. Itulah sebabnya Allah ta’aala membekali kita dengan firmanNya: ”…dan berdebatlah (beradu argumenlah) dengan mereka dengan cara yang baik.”(QS AnNahl ayat 125) Artinya, Allah ta’aala Maha Tahu bahwa sangat mungkin ajakan kita tersebut mendatangkan penolakan dari obyek da’wah. Tapi itu bukan alasan untuk tidak berda’wah..!

Seorang muslim tatkala menyampaikan da’wah Islam harulah memiliki optimisme dan harapan hanya kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Ia harus selalu mengingat bahwa kewajibannya hanyalah menyampaikan. Adapun soal obyek da’wahnya mau menerima atau tidak, maka ini bukan urusan si muslim. Soal seseorang memperoleh hidayah atau tetap sesat sepenuhnya terserah Allah subhaanahu wa ta’aala.
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
” Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS AnNahl ayat 125)

Hal lain yang juga harus selalu diingat oleh seorang muslim yang mengajak orang lain agar ikut jalan Allah ta’aala ialah: ”Jangan remehkan ucapan Anda.” Siapa tahu, justru melalui lisan Anda seseorang memperoleh hidayah. Anda tidak akan pernah tahu apakah ucapan Anda mendatangkan taufiq dan hidayah Allah ta’aala sebelum Anda mencobanya..!

Ada seorang kawan saya yang sewaktu lulus SMA pergi untuk kuliah ke luar negeri. Saat ia pertama kali tiba di London kemampuan berbahasa Inggrisnya masih belum lancar. Waktu itu sedang bulan Ramadhan. Hari-hari pertama tiba di Inggris ia ikut sebuah bus Tour Wisata keliling kota London. Saat datang waktu makan siang bus itu berhenti di sebuah restoran dan semua turis turun untuk makan siang. Termasuk kawan saya orang Indonesia muslim tersebut.

Semua penumpang bus wisata makan di restoran tersebut kecuali kawan saya karena ia sedang puasa. Maka ketika melihat ia tidak makan si Guide (penunjuk jalan) seorang berkebangsaan Inggris mendekatinya dan bertanya: ”Why aren’t you eating?” (Mengapa kamu tidak ikut makan?).
Dengan bahasa Inggris yang terbatas iapun menjawab: ”I am Muslim. This is Ramadhan. I am fasting.” (Saya seorang muslim. Ini bulan Ramadhan. Saya sedang puasa)
Tiba-tiba dengan nada mengejek si penunjuk jalan itupun berkata: ”Oh, rupanya Anda datang dari sebuah negera muslim. Negara yang miskin sehingga kamu tidak sanggup makan…”
Lalu kawan kitapun menjadi marah dan tersinggung. Tapi bagaimana caranya mengungkapkan kemarahan dalam suatu bahasa yang belum dikuasai? Akhirnya ia hanya bisa berkata: ”Wait, one year… I will explain to you the beauty of Islam…” (tunggulah satu tahun, nanti aku jelaskan padamu indahnya ajaran Islam). Maksudnya ia ingin diberi kesempatan belajar bahasa Inggris dahulu selama setahun, baru nanti ia akan jelaskan secara panjang lebar apa itu sebenarnya ajaran Islam nan indah ini.

Sesudah satu tahun kawan saya inipun memenuhi janjinya. Ia datangi si penunjuk jalan untuk menjelaskan Islam kepadanya. Namun apa yang terjadi? Begitu mereka berjumpa satu sama lain, tiba-tiba si guide orang Inggris ini menyapa kawan kita orang Indonesia ini dengan ucapan: ”Assalaamu’alaikum, brother…!”
Maka kawan saya ini terkejut dan bertanya: ”Anda sudah masuk Islam?”
”Iya benar, saya sudah masuk Islam, ” kata si orang Inggris.
”Waduh, saya baru saja mau menjelaskan kepada Anda apa itu Islam, ” kata kawan saya.
”Anda terlambat, saudaraku…” kata si Inggris.
Maka si orang Indonesiapun bertanya: ”Bagaimana ceritanya Anda sampai memeluk Islam?”
”Saya masuk Islam sejak Anda mengatakan ’I will explain to you the beauty of Islam’… Maka sayapun bertanya-tanya apa memang di dalam Islam ada keindahan? Saya selama ini hanya tahunya Islam itu identik dengan terorisme dan segala yang hitam dan jelek.. Maka karena saya penasaran sayapun belajar Islam. Dan alhamdulillah, saya mendapat hidayah dari Allah ta’aala…”

Subhanallah...! Maka, saudaraku, bersegeralah. Ajaklah teman kerja Anda, tetangga Anda atau barangkali saudara Anda yang non-muslim ke dalam rahmat Allah ta’aala… Jangan remehkan ucapan Anda. Siapa tahu lewat lisan Anda Allah ta’aala akan limpahkan hidayah iman-Islam kepada seseorang…..

Saturday, October 18, 2014

KEUNTUNGAN MASUK ISLAM

Betapa beruntungnya seorang manusia yang memeluk agama Allah ta’aala, yaitu Al-Islam. Sebab semenjak ia masuk Islam maka semua perbuatan yang ia lakukan mulai mendapat perhitungan serta ganjaran kebaikan di sisi Allah ta’aala.
Adapun orang yang kafir, maka apapun yang ia kerjakan di dunia tidak akan memperoleh balasan kebaikan dari Allah ta’aala. Mengapa? Sebab mereka telah mengingkari perkara yang paling mendasar dalam kehidupan, yaitu ke-imanan kepada Allah ta’aala. Di dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa semua yang mereka kerjakan akan terhapus dari catatan rekening amal mereka. Bahkan ditegaskan bahwa mereka bakal menjadi orang-orang yang merugi kelak di akhirat.
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa yang kafir terhadap keimanan, maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS Al-Maaidah ayat 5)
Ironisnya lagi, orang-orang kafir tersebut menyangka bahwa mereka telah berbuat kebaikan sewaktu di dunia sehingga mereka sudah berharap akan memperoleh surga di akhirat setelah mereka mati. Padahal justru ketika di akhirat itulah mereka baru sadar betapa celakanya mereka. Dan mereka baru sadar bahwa diri mereka sewaktu di dunia berada dalam kesesatan dan kekeliruan.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآَيَاتِ
رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنً
Katakanlah, “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS Al-Kahfi ayat 105)
Semua itu terjadi lantaran orang kafir mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah ta’aala dan mereka tidak pernah secara sungguh-sungguh mempercayai akan datangnya hari perjumpaan dengan Allah ta’aala. Hari di mana manusia bakal mempertanggung-jawabkan segala apa yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia. Bilamana ada orang yang mengajak mereka agar beriman kepada Allah ta’aala dan hari Akhir mereka kemudian mentertawakannya serta mendustakannya.
Maka pada hari Berbangkit kelak orang-orang kafir akan menyesali segala salah sikap yang mereka perlihatkan sewaktu di dunia dahulu. Bahkan mereka berkeinginan kuat untuk membayar apapun, seandainya mungkin, agar mereka dapat terlepas dari siksaan Allah ta’aala.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ
مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih.” (QS Al-Maaidah ayat 36)
Penyesalan orang kafir sedemikian rupa pada hari itu sehingga mereka menuntut kepada Allah ta’aala agar dapat dikembalikan ke dunia agar mereka dapat meralat salah langkah mereka sewaktu di dunia. Bahkan mereka mengakui bahwa mereka telah keliru karena tidak mau meyakini kebenaran Allah ta’aala dan Rasul-Nya sewaktu di dunia. Suatu keyakinan yang munculnya sangat terlambat. Suatu keyakinan yang sudah tidak membawa manfaat apapun bagi mereka pada hari Berbangkit tersebut, kecuali azab Allah ta’aala.
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (QS As-Sajdah ayat 12)
Maka, saudaraku, alangkah beruntungnya manusia yang memperoleh hidayah iman dan Islam di dunia. Sebab apapun kebaikan yang ia kerjakan bakal mendatangkan balasan kebaikan dari Allah ta’aala yang berlipat kali. Sementara kejahatan yang ia kerjakan hanya dibalas Allah ta’aala setimpal dengan kejahatan tersebut.
إِذَا أَسْلَمَ الْعَبْدُ فَحَسُنَ إِسْلَامُهُ يُكَفِّرُ اللَّهُ عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفَهَا
وَكَانَ بَعْدَ ذَلِكَ الْقِصَاصُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ
ضِعْفٍ وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهَا
“Apabila seseorang masuk Islam kemudian Islamnya menjadi baik, niscaya Allah akan menghapus segala kejahatan yang telah dilakukan. Setelah itu, ia akan diberi balasan yaitu setiap kebaikannya akan dibalas Allah sepuluh sampai tujuh ratus kali. Sedangkan kejahatannya dibalas (hanya) setimpal kejahatannya itu, kecuali jika Allah memaafkannya.” (HR Bukhary 1/72)
Maka sudah sepantasnya –sebagai ungkapan rasa syukur- kita ummat Islam berusaha keras mengajak siapapun ke jalan Allah ta’aala ini. Sampaikan kepada mereka: ”Aslim, taslam… Masuk Islam-lah engkau, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan di akhirat.” Jangan hendaknya kita biarkan teman kerja kita di kantor, atau tetangga kita di rumah atau bahkan saudara kita yang non-muslim hidup tanpa iman dan Islam. Mumpung mereka masih hidup, mumpung kita masih diberi umur oleh Allah ta’aala. Marilah, saudaraku, kita da’wahi mereka ke jalan hidup yang sungguh akan menghantarkan mereka dan kita bersama kepada keselamatan fid-dunya wal aakhirah.
(Quoted fm ERAMUSLIM)

Friday, October 3, 2014

Keutamaan Hari Arafah

Hari Arafah (9 Dzulhijjah) adalah hari yang amat mulia bagi umat Islam. Hari tersebut adalah hari mustajabnya do’a. Hari tersebut juga adalah hari diampuninya dosa dan pembebasan diri dari siksa neraka.

Di antara keutamaan hari Arafah disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah yang kami sarikan berikut ini:

Pertama: Hari Arafah adalah hari disempurnakannya agama dan nikmat.

Dalam shahihain (Bukhari-Muslim), ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa ada seorang Yahudi berkata kepada ‘Umar,

آيَةٌ فِى كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا . قَالَ أَىُّ آيَةٍ قَالَ ( الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا ) . قَالَ عُمَرُ قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِى نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ

“Ada ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya dan seandainya ayat tersebut turun di tengah-tengah orang Yahudi, tentu kami akan menjadikannya sebagai hari perayaan (hari ‘ied).” “Ayat apakah itu?” tanya ‘Umar. Ia berkata, “(Ayat yang artinya): Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” ‘Umar berkata, “Kami telah mengetahui hal itu yaitu hari dan tempat di mana ayat tersebut diturunkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berdiri di ‘Arofah pada hari Jum’at.” (HR. Bukhari no. 45 dan Muslim no. 3017). At Tirmidzi mengeluarkan dari Ibnu ‘Abbas semisal itu. Di dalamnya disebutkan bahwa ayat tersebut turun pada hari ‘Ied yaitu hari Jum’at dan hari ‘Arofah.

Kedua: Hari Arafah adalah hari ‘ied (perayaan) kaum muslimin.

Sebagaimana kata ‘Umar bin Al Khottob dan Ibnu ‘Abbas. Karena Ibnu ‘Abbas berkata, “Surat Al Maidah ayat 3 tadi turun pada dua hari ‘ied: hari Jum’at dan hari Arafah.” ‘Umar juga berkata, “Keduanya (hari Jum’at dan hari Arafah) -alhamdulillah- hari raya bagi kami.” Akan tetapi hari Arafah adalah hari ‘ied bagi orang yang sedang wukuf di Arafah saja. Sedangkan bagi yang tidak wukuf dianjurkan untuk berpuasa menurut jumhur (mayoritas) ulama.

Ketiga: Hari Arafah adalah asy syaf’u (penggenap) yang Allah bersumpah dengannya sedangkan hari Idul Adha (hari Nahr) disebut al watr (ganjil). Inilah yang disebutkan dalam ayat,

وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ

“dan (demi) yang genap dan yang ganjil” (QS. Al Fajr: 3). Demikian kata Ibnu Rajab Al Hambali. Namun Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir menukil pendapat sebaliknya. Yang dimaksud al watr adalah hari Arafah, sedangkan asy syaf’u adalah hari Nahr (Idul Adha). Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah dan Adh Dhohak.

Keempat: Hari Arafah adalah hari yang paling utama. Demikian pendapat sebagian ulama. Ada pula yang berpendapat bahwa hari yang paling utama adalah hari Nahr (Idul Adha).

Kelima: Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Hari ‘Arafah lebih utama dari 10.000 hari.”’Atho’ berkata, “Barangsiapa berpuasa pada hari ‘Arofah, maka ia mendapatkan pahala seperti berpuasa 2000 hari.”

Keenam: Hari Arafah menurut sekelompok ulama salaf disebut hari haji akbar. Yang berpendapat seperti ini adalah ‘Umar dan ulama lainnya. Sedangkan ulama lain menyelisihi hal itu, mereka mengatakan bahwa hari haji akbar adalah hari Nahr (Idul Adha).

Ketujuh: Puasa pada hari Arafah akan mengampuni dosa dua tahun. Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162).

Kedelapan: Hari Arafah adalah hari pengampunan dosa dan pembebasan dari siksa neraka. Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ

“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim no. 1348).

Allah pun begitu bangga dengan orang yang wukuf di Arafah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِى مَلاَئِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ فَيَقُولُ انْظُرُوا إِلَى عِبَادِى أَتَوْنِى شُعْثاً غُبْراً

“Sesungguhnya Allah berbangga kepada para malaikat-Nya pada sore Arafah dengan orang-orang di Arafah, dan berkata: “Lihatlah keadaan hambaku, mereka mendatangiku dalam keadaan kusut dan berdebu” (HR. Ahmad 2: 224. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya tidaklah mengapa).
Wallahu waliyyut taufiq.

*sumber: http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/4113-keutamaan-hari-arafah.html

Doa dan Dzikir di Hari Arafah

Nabi saw bersabda: “Do’a yang paling utama adalah di hari Arafah, dan sebaik-baik apa yang aku dan para nabi sebelumku baca pada hari itu, adalah...

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر

Lâ Ilâha Illallâh Wahdahu Lâ Syarîkalahu, Lahulmulku Wa Lahulhamdu, Wahuwa ‘Alâ Kulli Syaiin Qadîr. “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, Tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(HR. Tirmidzi no. 3585. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)


Sebaik-baik do’a adalah do’a di hari Arafah. Maksudnya, do’a saat itu paling cepat diijabahi. Sehingga kita diperintahkan untuk konsen melakukan ibadah yang satu ini di pada hari Arafah, apalagi untuk orang yang sedang wukuf di Arafah.

Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim no. 1348).

Apakah keutamaan do’a ini hanya khusus bagi yang wukuf di Arafah? Apakah berlaku juga keutamaan ini bagi orang yang tidak menunaikan ibadah haji?

Yang tepat, mustajabnya do’a tersebut adalah umum, baik bagi yang berhaji maupun yang tidak berhaji karena keutamaan yang ada adalah keutamaan pada hari. Sedangkan yang berada di Arafah (yang sedang wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah), ia berarti menggabungkan antara keutamaan waktu dan tempat. Demikian kata Syaikh Sholih Al Munajjid dalam fatawanya no. 70282.

Tanda bahwasanya do’a pada hari Arafah karena dilihat dari kemuliaan hari tersebut dapat kita lihat dari sebagian salaf yang membolehkan ta’rif. Ta’rif adalah berkumpul di masjid untuk berdo’a dan dzikir pada hari Arafah. Yang melakukan seperti ini adalah sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Imam Ahmad masih membolehkannya walau beliau sendiri tidak melakukannya.

Syaikh Sholih Al Munajjid -semoga Allah berkahi umur beliau- menerangkan, “Hal ini menunjukkan bahwa mereka menilai keutamaan hari Arafah tidaklah khusus bagi orang yang berhaji saja. Walau memang berkumpul-kumpul seperti ini untuk dzikir dan do’a pada hari Arafah tidaklah pernah ada dasarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu Imam Ahmad tidak melakukannya. Namun beliau beri keringanan dan tidak melarang karena ada sebagian sahabat yang melakukannya seperti Ibnu ‘Abbas dan ‘Amr bin Harits radhiyallahu ‘anhum.” (Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 70282)

Para salaf dahulu saling memperingatkan pada hari Arafah untuk sibuk dengan ibadah dan memperbanyak do’a serta tidak banyak bergaul dengan manusia. ‘Atho’ bin Abi Robbah mengatakan pada ‘Umar bin Al Warod,  “Jika engkau mampu mengasingkan diri di siang hari Arafah, maka lakukanlah.” (Ahwalus Salaf fil Hajj, hal. 44)

Do’a ini bagi yang wukuf dimulai dari siang hari selepas matahari tergelincir ke barat (masuk shalat Zhuhur) hingga terbenamnya matahari.

Semoga Allah memudahkan kita untuk menyibukkan diri dengan do’a, dzikir dan ibadah pada hari Arafah.


*dari berbagai sumber

Senyuman Rasulullah di Hari Arafah

Suatu ketika, di saat hari Arafah tiba, Nabi saw tersenyum. Ketika beliau ditanya tentang hal ini, beliau menjawab dengan jawaban yang menggembirakan umatnya sebagaimana terdapat dalam kisah berikut ini.

Diriwayatkan oleh al-Abbas bin Mirdas ra, bahwasanya ketika hari Arafah mulai sore, Rasulullah saw berdoa untuk umatnya supaya diberi ampunan dan kasih sayang oleh Allah SWT. Waktu itu Rasulullah saw banyak memanjaatkan doa untuk umatnya dan Allah SWT mengabulkannya.

Allah berfirman, "Aku telah memenuhi permintaanmu dan mengampuni umatmu, kecuali umatmu yang melakukan kezaliman terhadap sesamanya."

Rasul saw berdoa kembali, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau mampu mengampuni orang yang zalim dan Engkau juga mampu memberikan pahala kepada orang yang dizalimi."

Hanya doa ini saja yang dilantunkan berulang-ulang oleh Rasul saw pada sore di hari Arafah itu.

Keesokan harinya, di waktu pagi menjelang meninggalkan Mudzalifah, Rasulullah saw juga berdoa lagi untuk umatnya. Setelah lama berdoa kemudian beliau tersenyum. Sahabat-sahabat bertanya kepada beliau,

"Wahai Rasulullah, kami melihat anda tersenyum di waktu yang biasanya anda tidak tersenyum. Apakah gerangan yang terjadi?"

Rasulullah saw menjawab, "Saya tersenyum melihat tingkah polah musuh Allah, Iblis ketika ia tahu bahwa Allah SWT telah mengabulkan doaku untuk kebaikan umatku dan mengampuni umatku yang melakukan kezaliman. Ketika ia tahu hal itu, ia mengumpat, menghardik, dan menaburi kepalanya dengan debu. Saya tersenyum melihat ekspresi kesedihan dan keputusasaannya". [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad]



*dikutip dari kitab Iqaadzul Ghaafiliin minal Halakah ilal Harakati lid-Diini karya Khalid Abdul Mu'thi Khalif

Thursday, October 2, 2014

Dahsyatnya Energi Pagi

DAHSYATNYA ENERGI PAGI

Daya dan Kekuatan

Daya adalah kemampuan atau kekuatan (energi) untuk melakukan aktifitas (amal). Keduanya berbanding lurus. Semakin besar energi yang dimiliki maka akan semakin besar pula amal yang akan dijalani. Besar atau banyaknya amal inilah yang disebut dengan berdaya.
Sebagaimana keyakinan kita, bahwa tiada daya dan kekuatan (energi) kecuali milik dan dari Allah semata. Untuk itu, di dalam menuntaskan amal seharian dibutuhkan adanya hubungan yang harmonis dengan Allah SWT. Karenanya, harmonisasi hubungan manusia dengan Tuhanya merupakan asupan energi dari Allah kepada hambanya. Sekali lagi, tida daya dan energi (lahaula wala quwwata) kecuali dari Allah SWT.

Dua Energi Manusia

Manusia diberi 2 energi (kekuatan = al quwwah) oleh Allah, yaitu berupa energy fisik dan energy hati / ruh. Antara seorang dengan lainya memiliki energi yang berbeda-beda meskipun dengan anugerah fisik (jasadiyah) dan hati (ruhiyah / ma’nawiyah) yang sama dari Allah SWT. Tinggi rendahnya al quwwah al jasadiyah dan al quwawah al ma’nawiyah tergantung dari besar kecilnya asupan energi dari Allah SWT. Akhirnya manakala manusia memiliki energi yang besar (dahsyat) baik dari sisi jasadiy maupun ruhiy, maka dia akan bisa menuntaskan aktifitas hari-harinya secara maksimal.

Menggapai Energi Dahsyat di Pagi Hari

Pagi hari adalah waktu yang di dalamnya terdapat banyak sekali potensi. Padanya ada berbagai peluang dahsyat untuk mensuplai kekuatan yang dibutuhkan oleh fisik maupun ruh manusia.
Adalah Rosulullah Muhammad SAW, telah banyak memberikan contoh kepada kita bagaimana memanfaatkan peluang di pagi hari sehingga kejayaan hidup di dunia sampai di akhirat beliau dapatkan baik secara individu maupun kemasyarakatan. Dan ternyata kejayaan yang diperoleh berbanding lurus dengan energi yang dimiliki dari sisi jasadiy maupun maknawiy. Diantara usaha (ikhtiyar) yang dicontohkan Nabi SAW dalam mereguk asupan energi dari Allah SWT adalah :

Pertama, senantiasa menegakkan malam dengan melakukan shalat sunnah (Qiyamul lail) di sepertiga malam yang terakhir. Semakin berat tantangan dan ujian yang dihadapi seseorang, maka sudah sepantasnya seseorang tersebut berlama-lama mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT melalui shalat lail. Terkait ini, pada awal-awal beratnya tantangan yang dihadapi ketika mendakwahkan risalah maka Allah mewajibkan kepada Nabi dan para sahabatnya untuk melakukan qiyamullail. Dengan begitu ternyata generasi ini memiliki energi jauh di atas rata-rata muslim saat ini baik dari sisi jasadiyah maupun ruhiyah. (QS. Al Muzammil: 1-5)

Kedua, Shalat fajar (subuh) dengan berjamaah (terutama laki-laki) didahului dengan 2 rakaat ringan (shalat sunnah fajar). Tentang keutamaan (afdhaliyat) shalat sunnah ini, Nabi bersabda, “Dua rakaat fajar lebih baik (nilainya) dari pada dunia dan seisinya – HR. Muslim dan thirmidzi”. Dahsyat kan?.

Ketiga, shalat syuruq (matahari terbit) yang merupakan 1 paket dengan shalat berjamaah dilanjutkan dengan dzikir (bermunajat) sampai dengan matahari terbit tanpa diselingi kegiatan lain kecuali dzikir kepada Allah SWT. Shalat syuruq ini berpahala seperti pahala haji dan umroh (HR. Tirmidzi).

Keempat, shalat dhuha. Salah satu yang mendasari shalat sunnah di waktu dhuha ini adalah, hadits Nabi yang berbunyi “Barang siapa yang selalu mengerjakan 2 rakaat di waktu dhuha maka akan diampuni dosanya walaupun sebanyak buih di lautan”.

Meskipun contoh dari Nabi mulai dari pertama sampai dengan keempat tersebut seolah-olah amal yang hanya memberikan asupan energy ruhiyah saja, tetapi ternyata seluruh gerak-gerik shalat itu berfaedah sebagai peregangan otot-otot manusia (stretching). Pantas saja Nabi dan para sahabatnya termasuk generasi yang memiliki kekuatan fisik yang luar biasa juga. Bagaimana Nabi mampu menjatuhkan Rukanah Si jawara gulat pada saat itu kalau dirinya tidak terlatih dan kuat secara fisik. Jadi? Bagaimana dengan olah raga? Ya tentunya sangat dianjurkan. Dan bahkan Rosulullah tidak menyukai tidur setelah fajar

Wallahu a’lam bish shawab.

*)Disampaikan dalam kajian online “Hamba Allah”, pemateri Sholihin Muslim, Kamis 2 Oktober 2014.