visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Friday, December 8, 2017

AL-QUDS DAN INTIFADHAH PALESTINA



Oleh: Muhammad Syarief, Lc. dan Salman Alfarisy, Lc.



إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.

 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

قال الله تعالي في القرآن العظيم:أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا  وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ.

أَمَّا بَعْدُ

Ma’asyiral Mukminin Rahimakumullah

Pertama-tama dan paling utama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah mempertemukan kita di hari dan tempat mulia ini, dalam rangka menjalankan ibadah sholat Jumat berjamaah. Kita memohon kepada Allah Swt. semoga amal ibadah kita pada saat ini diterima dan menjadi pemberat timbangan kebaikan kita di hari hisab nanti.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita nabi Muhammad Saw. Dimana berkat perjuangan beliau dan para sahabatnyalah hingga saat kini kita dapat merasakan indahnya Iman dan Islam. Semoga kita yang hadir di sini kelak mendapatkan syafa’at beliau pada hari kiamat.

Dalam kesempatan mulia ini, khatib mengingatkan kepada diri khatib pribadi dan juga kepada para jamaah sekalian, agar kita senantiasa meningkatkan nilai ketakwaan kita kepada Allah Swt. karena takwa merupakan sebaik-baik bekal yang akan kita bawa hingga hari hasib nanti, amin.

Jamaah Sidang Jumat yang dirahmati Allah

Perjuangan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Untuk dapat bertahan hidup, seseorang harus berjuang. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, seseorang juga harus berjuang. Untuk menuntut ilmu, mencari nafkah, seseorang pun harus berjuang. Dari rentetan perjuangan itu, tahukah kita perjuangan apa yang paling berarti? Ternyata sebaik-baik perjuangan itu adalah, perjuangan di jalan Allah, yang mengorbankan segalanya, mulai dari harta hingga jiwanya, semuanya dikorbankan untuk menggapai ridha Allah Swt.

Allah Swt telah befirman dalam Al-Quran surah As-Shaff ayat 10-11

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ  .تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ  ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: (10) Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (11) (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Jamaah sidang Jumat yang dirahmati Allah

Fenomena perjuangan saat ini diantaranya bisa kita ambil dari potret saudara kita di Palestina. Tepat di bulan ini (Desember), saudara-saudara kita di Palestina menjadikannya sebagai bulan perjuangan. Mereka menyebutnya dengan namaSyahrul Intifadhah atau bulan Intifadhah, yang berarti bulan perlawanan bangsa Palestina terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Israel.

30 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 9 Desember 1987 lalu, rakyat Palestina meninggalkan rumah-rumah mereka demi meraih kemerdekaan. Tua, muda, anak-anak, laki-laki maupun perempuan, mereka semua bersatu padu, bergerak melawan tentara penjajah Israel. Harta hingga jiwa mereka korbankan, untuk melawan kezaliman yang telah merampas hak hidup mereka, dan juga telah menistai masjid Al-Aqsha yang dimuliakan.

Al-Aqsha merupakan masjid yang menjadi kiblat pertama umat Islam, dan kini masjid itu ingin dirobohkan oleh Zionis Israel. Masjid itu setiap harinya terus mendapatkan serangan, dinistai oleh militer Israel, para pemukim dan rabi-rabi Yahudi, serta jamaah sholatnya ditakut-takuti dengan bunyi rentetan suara mesiu.

Dua hari lalu, tepatnya pada hari Rabu siang waktu Amerika, Presiden Amerika Donald Trump mengumumkan beberapa hal kontroversi terkait dengan Palestina. Pertama, Amerika mengakui Al-Quds (Yerusalem) sebagai ibukota Israel. Kedua, Amerika akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Al-Quds. Ketiga, Masjid al-Aqsha berdiri di atas bukit Haikal Sulaiman.

Terus terang, pernyataan sepihak ini membuat Dunia Islam terhentak kaget. Beberapa Negara bahkan telah melakukan aksi pada hari Jum’at ini. Tagline yang diusung adalah Al-Quds, Ibukota Abadi Palestina. Lalu, pantaskah kita hanya berdiam diri melihat peristiwa itu? Pantaskah kita mendiamkan perjuangan Intifadhah itu berjalan sendirian? Jawabannya tentu tidak, kita tidak bisa tinggal diam. Kita sebagai sesama umat Islam harus merasa terpanggil untuk mendukung perjuangan mereka.

Jamaah sidang Jumat yang dirahmati Allah

Dalam sejarahnya, Palestina telah melawati tiga kali masa Intifadhah. Saat ini memasuki Intifadhah yang keempat. Intifadhah pertama disebut dengan nama Al-Intifadhah Al-Mubarokah, yang meletus di bulan Desember 1987. Perlawanan rakyat ini akhirnya berhenti pada bulan September 1993 bersamaan dengan ditandatanganinya kesepakatan Oslo, antara Otoritas Palestina dengan Israel. Sebanyak 1.392 warga Palestina gugur sebagai syuhada dalam aksi Intifadhah pertama itu.

Apakah dengan kesepakatan itu pertanda penjajahan telah berakhir? Ternyata tidak, penjajahan berlanjut dan perjuangan rakyat Palestina juga terus dilakukan. Maka meletuslah selanjutnya Intifadah kedua yang dikenal dengan nama Intifadhah Al-Aqsha pada bulan September tahun 2000. Penamaan Al-Aqsha tidak lepas dari penyebab meletusnya aksi itu, yaitu ketika Perdana Menteri Israel ketika itu, Ariel Sharon memaksa masuk ke dalam komplek masjid Al-Aqsha dengan membawa 1.200 personil kepolisian.

Menghadapi kondisi ini, jamaah masjid suci Al-Aqsha tidak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan. Bentrokan pun meletus, darah suci para penjaga masjid Al-Aqsha membasahi pelataran masjid. Darah perjuangan itulah yang mewakili pembelaan umat Islam, yang kelak akan menjadi saksi kesungguhan perjuangan mereka di jalan Allah Swt.

Intifadhah ketiga dimulai pada tanggal 1 Oktober 2015, dengan nama Intifadhah Sakakin. Artinya perlawanan dengan menggunakan pisau. Sedang Intifadhah keempat dimulai hari ini, 8 Desember 2017 yang dinamakan dengan Intifadhah Huriyyat al-Quds (Pembebasan Al-Quds dan Tepi Barat).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Sungguh, saudara muslim kita di sana adalah orang-orang yang berjasa mempertahankan masjid kita, Al-Aqsha. Mereka berada di garda terdepan, menghadapi moncong senjata penjajah Israel, dan tanpa diliputi rasa takut sedikitpun. Mereka mempertahankan masjid yang sesungguhnya juga menjadi tanggungjawab kita untuk mempertahankannya. Umat muslim sedunia tidak diragukan lagi memiliki hutang terhadap jasa perjuangan mereka.

Saudara-saudara kita di Palestina saat ini diusir dari tanah kelahiran mereka, rumah-rumahnya dirobohkan, hidup di bawah tekanan dan blokade berkepanjangan. Mereka adalah orang-orang yang terzalimi, dan mereka memiliki hak untuk melakukan perlawanan dengan beragam bentuknya. Seperti yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam QS. Al-Hajj ayat 39 yang berbunyi:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا  ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

Artinya: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.

Orang-orang Palestina berperang dengan semangat keimanan mereka, mengerahkan tenaga baik dalam bentuk fisik, fikiran dan menggunakan persenjataan yang sangat terbatas. Namun disitulah kekuatan sesungguhnya, yang membuat musuh-musuh Allah menjadi takut. Sedangkan kita yang berada jauh dari mereka secara fisik, maka persiapkanlah materi terbaik dan doa terbaik kita untuk mereka. Karena setiap harta yang kita infakkan di jalan Allah, niscaya akan mendapatkan balasan yang tak ternilai harganya.

Allah Swt. dalam QS. Al-Anfal ayat 60 telah berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَ هُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ  ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Artinya: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Swt.

Bertepatan dengan perjuangan bulan Intifadhah, hendaklah kita mampu mengambil semangat dari perjuangan mereka. Beberapa pelajaran yang dapat kita petik adalah:

Pertama, tetap menjaga persatuan umat. Perjuangan tidak ada artinya ketika saling tercerai-berai. Karena Allah Swt. menyukai perjuangan hamba-Nya yang berada dalam satu shaf layaknya sebuah bangunan yang kokoh. Karena dengan cara itulah, perjuangan kita akan sampai pada kemenangan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Ash-Shaf ayat 4

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.

Kedua, dalam hidup yang hanya sekali ini, niatkanlah untuk berjuang menegakkan agama Allah dengan apapun bentuknya. Karena mati dalam membela agama Allah merupakan sebuah kemuliaan. Minimal ada niat dalam jiwa kita untuk siap berjihad di jalan Allah, sehingga kita tidak mati di atas cabang kemunafikan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ (رواه مسلم)

Artinya: "Siapa yang meninggal sementara ia tidak pernah berperang (berjihad) dan tidak pernah meniatkan untuknya, maka ia mati di atas cabang kenifakan." (HR. Muslim).

Ketiga, persiapkanlah diri kita untuk menghadapi segala kemungkinan. Karena Allah akan menguji kita untuk mengetahui siapa hamba-Nya yang memiliki kesungguhan. Dan ujian itu beragam bentuknya, bisa dalam bentuk pengorbanan harta hingga jiwa raga. Dan selalu ingatlah, seorang mukmin yang memiliki persiapan kekuatan, baik dari segi jasmani maupun rohani, ilmu maupun materi, lebih dicintai oleh Allah Swt. daripada mukmin yang lemah. Karena dengan kekuatan yang ia miliki, ia akan menjadi mukmin yang bermanfaat untuk menegakkan agama Allah di atas muka bumi ini. Rasulullah Saw. bersabda:

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ (رواه مسلم)

Artinya: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan (HR. Muslim).

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ الله مِنِّ يوَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

Tuesday, November 14, 2017

Arti Jihad menurut Quran dan Hadits

Penulis : Soraya (Soraya.web.id)

Di zaman sekarang ini, di antara kata yang paling sering disalahartikan dalam Islam adalah kata Jihad, baik disalahartikan oleh orang non-muslim ketika menerjemahkan arti jihad dalam Islam, maupun kesalahpahaman arti jihad oleh muslim sendiri ketika mempraktekkan jihad dalam kehidupan mereka.

Arti jihad menurut al-Quran dan al-hadits

Sebagian besar non-muslim, berpikir bahwa perang yang dilakukan oleh umat Islam di manapun, entah apapun tujuan perang itu dilakukan, baik demi untuk keuntungan pribadi, kekuasaan politik, kekuatan kelompok, dan lain sebagainya adalah Jihad dalam persepsi mereka.

Etimologi Jihad

Jihad dalam bahasa arab berasal dari kata jahada yang berarti berjuang atau berusaha. Menurut Dr. Zakir Naik, Jihad bukanlah perang orang Islam di manapun. Dalam konteks Islam, jihad berarti berjuang dan berusaha melawan kecendrungan jahat dalam diri sendiri. Jihad dapat berarti berjuang dan berusaha untuk membuat masyarakat menjadi lebih baik. Jihad juga bisa dimaksudkan sebagai bentuk perjuangan dan usaha melawan penindasan. Jihad juga berarti berjuang dan berusaha dengan berperang demi melindungi diri sendiri dari kejahatan. Intinya jihad adalah berjuang dan berusaha. Seperti berjihad melawan kemalasan dalam beribadah, berjihad melawan sifat malas dan rasa kantuk yang sangat berat ketika ada perintah Allah untuk menjalankan ibadah sholat subuh, berjihad mengeluarkan zakat, infaq, sedekah, ketika mendapatkan harta berlebih dll.

Jihad di Kalangan Non-Muslim

Banyak orang berpikir, bahwa jihad hanya dilakukan oleh muslim saja. Namun sebenarnya, ada beberapa ayat dalam al-Qur`an yang menjelaskan bahwa non-muslim pun berjihad.

Allah berfirman dalam al-Qur`an di surah Luqman [31:14]: وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤) Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanyalah kepada-Ku kembalimu (Ayat ini juga sebagai salah satu di antara ayat yang memberikan indikasi bahwa al-Quran tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang muslim (sudah memeluk agama Islam) saja, tapi juga diperuntukkan kepada siapa saja (non-muslim) sebagai panduan cara yang benar untuk menemukan jalan yang benar.

Lalu berikutnya di surah Luqman [31:15] وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٥) Dan jika keduanya memaksamu (cek kosa kata: jaahadaaka: جَاهَدَاكَ) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (dalam ayat ini, al-Qur`an memberikan panduan kepada muslim untuk tidak menaati atau mengikuti ajakan orang tua mereka yang non-muslim yang berjuang dan berusaha untuk membuat anak-anak mereka menyembah yang lain selain Allah (syirik), namun mereka diperintahkan untuk memperlakukan ortu mereka dengan baik.

Kalimat yang sama diulang lagi di surah al-Ankabut [29:8-9] وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٨) وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَنُدْخِلَنَّهُمْ فِي الصَّالِحِينَ Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu (cek kosa kata: jaahadaaka: جَاهَدَاكَ) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka pasti akan Kami masukkan ke dalam (golongan) orang yang saleh

Jihadnya orang yang mengajak mempersekutukan Allah atau perbuatan buruk lainnya disebut Jihad Fi Sabilisy-Syaithon (Jihad di jalan Setan). Adapun jihad bagi seorang muslim adalah jihad fi sabilillah (jihad di jalan Allah). Normalnya, kata jihad dalam Islam diterjemahkan sebagai berjuang dan berusaha di jalan Allah.

Jihad Yang Difahami Kalangan Orientalis

Hampir semua orientalis, menerjemahkan jihad sebagai perang suci (perang atas nama agama), dan sayangnya, banyak orang yang dianggap sebagai Ulama juga menerjemahkan jihad sebagai Perang Suci (dalam kondisi yang ekstrim) dan diikuti oleh murid-murid mereka. Padahal perang suci, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab adalah Harbun Muqoddasah, dan jika anda membaca al-Qur`an keseluruhan 30 Juz, maka anda tidak akan menemukan kata Harbun Muqoddasah. Demikian juga tidak akan pernah anda temukan dalam hadis Rasulullah disebutkan perkataan: Harbun Muqoddasah (Perang Suci). Jika kita belajar sejarah, maka kita akan menemukan bahwa kata: perang suci pertama kali digunakan untuk mendefinisikan PERANG SALIB yang dilakukan oleh umat nasroni (Kristen). Menurut sejarah, beberapa abad yang lalu, tentara salib kristen melakukan pemaksaan dan pembunuhan puluhan ribu umat manusia atas nama kekristenan (perintah paus di masa itu). Jika anda membaca sejarah yang benar, maka anda akan menemukan bahwa jumlah manusia yang terbanyak dibunuh adalah atas nama kekristenan atau atas nama perang suci (perang demi agama). Di zaman sekarang, sebagian besar orientalis menerjemahkan kata JIHAD Islam (dari bahasa Arab) dengan terjemahan yang semakna dengan apa yang dilakukan oleh tentara perang salib kristen, yaitu perang suci. Fundamentalis pertama kali menggunakan kata Perang Suci untuk menggambarkan bagaimana tentara kristen di masa perang salib, namun sekarang istilah kata perang suci itu disamakan dengan arti JIHAD bagi umat Islam dengan makna negatif suka berperang, membunuh, membantai, dan makna negatif lainnya.

Arti Jihad Menurut Al-Qur`an

Jihad tidak diartikan sebagai perang suci , melainkan berjuang dan berusaha, walaupun itu bukanlah perjuangan dan usaha dalam pertempuran di medan laga. Cara terbaik untuk memahami kata jihad adalah dengan memahami apa yang dikatakan oleh kitab suci umat islam tentang kata jihad itu sendiri, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits (shohih). Ketika kita membaca al-Qur`an, maka kita akan tahu, disebutkan dalam surah al-Hajj [22:78]: وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ Dan berjihadlah kamu (cek kosa kata: wa-jaahiduu: وَجَاهِدُوا) di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah shalat (selalu), tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Allah juga berfirman dalam Surah at-Taubah [9:20-22]: الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (٢٠) يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ (٢١) خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (٢٢) Orang-orang yang beriman dan berhijrah ( وَهَاجَرُوا) serta berjihad (cek kosa kata: wa-jaahaduu: وَجَاهَدُوا) di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. Tuhan menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat, keridhaan, dan surga. Mereka memperoleh kesenangan yang kekal di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sungguh, di sisi Allah pahala yang besar. Disebutkan juga dalam Surah al-Ankabut [29:6]: وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (٦) dan barang siapa yang berjihad (berusaha dan berjuang di jalan Allah) (cek kosa kata: jaahada: جَاهَدَ), maka sesungguhnya, jihadnya itu (cek kosa kata: yujaahidu: يُجَاهِدُ) adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta. Jadi, jika anda berjuang di jalan Allah (berjihad), maka manfaatnya untuk diri anda sendiri, bukan untuk Allah, sebab Allah tidak membutuhkan bantuan apapun dari makhluk-Nya, dan memang Allah itu terbebas dari semua kebutuhan, untuk itu Allah itu maha terpuji lagi maha kuasa.

Arti Jihad Menurut al-Hadist

Dalam hadis shohih Bukhori Vol. 4, Kitab Jihad, hadits nomor 46, Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullal SAW bersabda: orang yang berjihad di jalan Allah, dan Allah maha mengetahui siapa yang berjihad (berjuang dan berusaha di jalan Allah). Bagaikan orang yang terus menerus berpuasa dan melaksanakan sholat dan Allah telah menjanjikan surga baginya jika dia terbunuh di medan perang atau Allah mengembalikannya dengan selamat dengan pahala dan harta rampasan perang.

Disebutkan dalam Shohih Bukhori Vol. 4, Hadits Nomor 2784 Hazrat Aisyah Radhiallahu Anha (Istri Rasulullah SAW), bertanya kepada Rasulullah: Dapatkah aku bergabung dalam jihad? Dan Rasulullah SAW menjawab: Haji Yang Sempurna Adalah Jihad Yang Terbaik untukmu.

Disebutkan dalam shohih bukhori hadits nomor 5972, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, Dapatkah Aku Pergi Berjihad? Rasulullah bertanya kepadanya, Apakah kau mempunyai orang tua? Dia (orang itu) menjawab Ya. Kemudian Rasulullah berkata: Bagimu, melayani orang tuamu adalah jihad

Disebutkan dalam Sunan Nasa`i, hadits nomor 4209, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW: Jihad manakah yang terbaik? Dan Rasulullah menjawab: Jihad terbaik adalah seseorang yang berbicara kebenaran melawan penguasa yang dzalim.

Disebutkan dalam Shahih ibn Hibban hadits nomor 4682, bahwa Rasulullah SAW bersabda, seorang Mujahid adalah orang yang berjuang dan berusaha melawan hawa nafsunya sendiri untuk ALLAH. Dan Muhajir adalah orang yang migrasi dari kebatilan menuju kebenaran. (baca juga: Surah at-Taubah [9:20-22])

Berdasarkan beberapa hadis di atas, dapat diketahui bahwa makna jihad tergantung situasi yang sedang terjadi dan sangat diperlukan, namun intinya adalah berjuang dan berusaha keras dalam menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.

Smoga manfaat ...

Hadits ttg Jihad dan Perang

1. Aku menginginkan berperang di jalan Allah, lalu aku terbunuh, dihidupkan lagi dan mati lagi, lalu dihidupkan lagi. (HR. Bukhari)
2. Kedua kaki hambaKu yang dilibat debu dalam perang fisabilillah tidak akan tersentuh api neraka. (HR. Bukhari)
3. Berjaga-jaga satu malam dalam perang fisabilillah lebih afdhol dari seribu malam dishalati malam harinya dan dipuasai siang harinya. (HR. Al Hakim)
4. Tidak ada hijrah lagi sesudah fathu Mekah selain jihad, niat, dan apabila diserukan berangkat (pergi berperang) maka berangkatlah. (HR. Bukhari)
5. Puncak persoalan adalah Islam. Barangsiapa pasrah diri (masuk Islam) maka dia selamat. Tiangnya Islam adalah shalat dan atapnya adalah jihad (perjuangan). Yang dapat mencapainya hanya orang yang paling utama di antara mereka. (HR. Ath-Thabrani)

6. Berjihadlah melawan kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lidahmu. (HR. An-Nasaa'i)
7. Manusia yang paling dekat derajatnya kepada derajat kenabian ialah para mujahidin dan ilmuwan (cendekiawan) karena kaum mujahidin melaksanakan ajaran para rasul dan ilmuwan membimbing manusia untuk melaksanakan ajaran nabi-nabi. (HR. Ad-Dailami)
8. Tiada setetes yang lebih disukai Allah 'Azza wajalla daripada setetes darah di jalan Allah. (HR. Ath-Thahawi)
9. Barangsiapa memberi perlengkapan bagi seorang yang berperang di jalan Allah maka dia terhitung ikut berperang dan barangsiapa ikut memenuhi kebutuhan keluarga (menyantuni) orang yang berperang maka dia terhitung ikut berperang di jalan Allah. (HR. Bukhari)
10. Wahai segenap manusia, janganlah kamu mengharap-harap bertemu dengan musuh. Mohonlah kepada Allah akan keselamatan. Bila bertemu dengan mereka maka bersabarlah (yakni sabar menderita, gigih, ulet dan tabah dalam melawan mereka). Ketahuilah, surga terletak di bawah bayang-bayang pedang. (HR. Bukhari)

11. Rasulullah Saw bila melepas pasukan yang akan pergi berperang (tanpa disertainya) berpesan: "Dengan nama Allah, dengan disertai Allah, di jalan Allah dan atas sunah Rasulullah. Janganlah kamu berlebihan mengambil barang rampasan tanpa seijin pimpinan pasukan. Janganlah kamu berkhianat dan jangan pula melakukan sadisme (menganiaya) terhadap musuh. Jangan membunuh anak-anak, wanita-wanita dan laki-laki yang telah tua." (HR. Ath-Thabrani dan Abu Dawud)

12. Rasulullah Saw mengikutsertakan kaum wanita dalam peperangan. Mereka mengobati orang yang terluka. Rasulullah tidak pernah memberi mereka bagian dari harta rampasan tetapi memberi mereka dari kelebihan (sisa) pembagian. (HR. Muslim)

13. Perang adalah tipu daya. (HR. Bukhari)

14. Kalau kamu melakukan perdagangan dengan riba, hanya menjadi peternak-peternak dan senang hanya dengan bertani saja dan meninggalkan jihad (perjuangan) maka Allah akan menimpakan kehinaan atasmu. Kamu tidak dapat mencabut kehinaan itu sehingga kamu kembali kepada Ad Dienmu. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
15. Ada tiga hal yang menyebabkan tidak bergunanya seluruh amalan, yaitu: syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua, dan lari menghindari pertempuran (dalam perang fisabilillah) (HR. Ath-Thabrani)
16. Suatu kaum yang meninggalkan perjuangan akan Allah timpakan kepada mereka azab. (HR. Ath-Thabrani)
17. Jika terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, "Itu untuk si pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?" Nabi Saw menjawab, "Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya." (HR. Bukhari)
Penjelasan:
Yang terbunuh berusaha membunuh tetapi kedahuluan terbunuh.

18. Rasulullah Saw melarang penyebaran racun (wabah penyakit / virus / senjata kimia) di negeri musuh. (HR. Ath-Thahawi)

19. Saling berpesanlah untuk memperlakukan para tawanan dengan baik. (HR. Ath-Thabrani)

20. Kami tidak menggunakan bantuan kaum musyrikin untuk memerangi kaum musyrikin. (HR. Ahmad)
21. Orang yang pergi berperang di jalan Allah dan yang pergi untuk menunaikan haji atau umroh adalah tamu-tamu Allah. Allah menyerukan kepada mereka, dan mereka menyambutnya dan mereka memohon kepada-Nya, lalu Allah mengabulkan permohonan mereka. (HR. Ibnu Majah).
22. Barangsiapa menolak ketaatan (membangkang) dan meninggalkan jama'ah lalu mati maka matinya jahiliyah, dan barangsiapa berperang di bawah panji (bendera) nasionalisme (kebangsaan atau kesukuan) yang menyeru kepada fanatisme atau bersikap marah (emosi) karena mempertahankan fanatisme (golongan) lalu terbunuh maka tewasnya pun jahiliyah. (HR. An-Nasaa'i)
Penjelasan:
Asysyathibi memberi definisi tentang yang dimaksud jama'ah, yaitu:
1. Orang-orang Islam yang berhimpun dalam satu urusan.
2. Mayoritas orang-orang Islam
3. Kumpulan ulama mujtahidin.
4. Jama'atul muslimin jika berhimpun di bawah komando seorang amir (pemimpin).
5. Para sahabat yang diridhoi Allah dan tentu pada kondisi yang khusus.
Suatu jama'ah akan terbentuk bila ada musyawarah.
Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press

Jihad dan Kepahlawanan dalam Islam (Tafsir QS. At-Taubah [9]: 86-89)


 
وَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ آمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتَأْذَنَكَ أُولُو الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ (86) رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ (87) لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (88) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (89)
“Dan apabila diturunkan suatu surah (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): ‘Berimanlah kalian kepada Allah dan berjihadlah bersama Rasul-Nya’, niscaya orang-orang yang memiliki kemampuan di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: ‘Biarkanlah Kami berada bersama orang-orang yang duduk’ [86]. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad) [87]. Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka, dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung [88]. Allah telah menyediakan bagi mereka syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar [89]. (QS. At-Taubah [9]: 86-89)
***
Surah At-Taubah merupakan surah yang banyak bercerita tentang peperangan dan keadaan orang-orang yang terlibat di dalamnya, termasuk empat ayat yang disebutkan di atas.
Imam ath-Thabari (w. 310 H) berkomentar tentang ayat ke 86, “Allah ta’ala berfirman, dan apabila diturunkan kepadamu wahai Muhammad satu surah dalam Al-Qur’an yang menyeru orang-orang munafiq, aaminuu billaah, yaitu benarkanlah Allah, dan wa jaahiduu ma’a rasuulih, yakni perangilah orang-orang musyrik bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang-orang yang memiliki kekayaan dan harta di antara mereka meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berperang dan tetap tinggal bersama keluarga mereka. Mereka berkata kepadamu, tinggalkanlah kami, kami duduk-duduk saja di rumah bersama orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan melakukan safar bersamamu.”
Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, berdasarkan riwayat ath-Thabari, menyatakan bahwa uulu ath-thawl bermakna orang-orang yang kaya. Ibn Ishaq menyebutkan di antara mereka adalah ‘Abdullah ibn Ubay dan al-Jadd ibn Qays.
Ayat ke 87, menurut Imam Ibn Katsir (w. 774 H), merupakan pengingkaran dan celaan Allah ta’ala kepada orang-orang yang mundur dari peperangan, dari kalangan munafiqin. Orang-orang munafiq tersebut rela berada dalam kehinaan dan berdiam diri di rumah-rumah mereka bersama kaum wanita. Di masa peperangan, orang-orang munafiq ini merupakan orang-orang yang paling pengecut, sedangkan di masa aman, mereka adalah orang yang paling banyak omongannya, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surah Al-Ahzab [33] ayat 19:
فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ
Artinya: “Maka apabila datang ketakutan (karena perang), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencacimu dengan lidah yang tajam.”
Hati mereka dikunci oleh Allah ta’ala karena penolakan mereka dari kewajiban jihad dan keluar untuk perang di jalan Allah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka tidak mengetahui apa yang baik bagi mereka dan apa yang buruk.
Setelah mencela orang-orang munafiq yang enggan untuk berjihad, Allah ta’ala kemudian memuji orang-orang yang beriman yang berjihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harta dan jiwa mereka pada ayat ke 88 dan 89. Imam ath-Thabari menyatakan bahwa walaupun orang-orang munafiq tidak ikut berperang, namun orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya tetap berjihad bersama Rasul, mereka menginfaqkan hartanya untuk keperluan jihad dan mengikuti peperangan dengan segenap jiwa raga mereka.
Menurut Imam al-Baidhawi (w. 685 H), makna al-khairat yang akan didapatkan oleh orang-orang yang beriman yang ikut berjihad bersama Rasul adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka mendapatkan kemenangan dan ghanimah, sedangkan di akhirat mereka akan mendapatkan surga dan kemuliaan. Dan ayat ke 89 merupakan gambaran tentang kebaikan di negeri akhirat yang akan mereka dapatkan.
Syaikh Wahbah az-Zuhaili, mufassir kontemporer, menyatakan bahwa empat ayat ini merupakan gambaran keadaan orang-orang munafiq dan orang-orang beriman saat menerima perintah jihad. Para gembong munafiqin yang memiliki kemampuan untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka memilih tidak ikut berjihad bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka merelakan diri mereka berada dalam kehinaan dan kerendahan dengan tinggal diam bersama orang-orang yang lemah yang tidak ikut berjihad. Hati mereka terkunci mati, sehingga mereka tidak mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang memberikan maslahat dan mana yang mudharat.
Sebaliknya, orang-orang beriman saat menerima perintah jihad, mereka bersungguh-sungguh mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk meraih ridha Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dan balasan bagi mereka ini adalah keuntungan di dunia dan di akhirat, mendapatkan surga dan terbebas dari siksaan di akhirat.
***
Tanggal 10 November diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai hari pahlawan. Peringatan ini mengambil momentum perjuangan Bung Tomo dan pasukannya melawan penjajah Belanda yang datang lagi ke Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia. Dan fakta menarik yang jarang diungkapkan adalah ternyata perjuangan Bung Tomo dan pasukannya terinspirasi dari seruan jihad yang dilantangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari, seorang ulama mukhlis pejuang Islam, yang juga pendiri Nahdlatul ‘Ulama (NU).
Seruan jihad inilah yang mengobarkan semangat Bung Tomo dan pasukannya, dan semangat jihad seperti itu juga lah yang mengobarkan perlawanan para pahlawan muslim nusantara dari zaman ke zaman terhadap penjajah kafir Belanda. Mereka tidak rela negeri mereka dikuasai dan ditaklukkan oleh penjajah kafir, sumber daya alam mereka dikeruk habis dan aqidah mereka digadaikan. Mereka lebih rela mati mulia sebagai syuhada daripada hidup terhina.
Dalam Islam hal ini merupakan hal yang wajar dan niscaya. Jihad dengan makna perang dalam Islam merupakan salah satu kewajiban yang paling agung dan amal yang paling utama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَال وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ
Artinya: “Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيل اللَّهِ
Artinya: “Berangkatlah kalian baik dalam keadaan merasa ringan ataupun berat, dan berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 41)
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
Dalam sebuah hadits disebutkan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ العَمَلِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: ‘Amal apakah yang paling utama?’, Rasul menjawab, ‘Iman kepada Allah dan Rasul-Nya’, beliau ditanya lagi, ‘kemudian apa?’, Rasul menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’, beliau ditanya lagi, ‘kemudian apa?’, Rasul menjawab, ‘haji yang mabrur’.
Bahkan, dalam QS. At-Taubah ayat 86-87 Allah mencela orang-orang munafiq yang tidak mau ikut berjihad –ketika ada seruan jihad– padahal mereka mampu melakukannya.
***
Sejarah panjang kegemilangan Islam selalu diisi oleh cerita kepahlawanan dari para penguasa adil yang menerapkan hukum-hukum Allah, para ulama dan ilmuwan yang mewakafkan ilmunya untuk kebaikan umat Islam, dan para mujahidin yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah ta’ala. Dari kalangan penguasa, kita misalnya mengenal sosok Umar ibn al-Khaththab, Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz, Harun ar-Rasyid, Sulaiman al-Qanuni dan Abdul Hamid II. Dari kalangan ulama dan ilmuwan kita mengenal Ibn ‘Abbas, asy-Syafi’i, Ibn Firnas dan al-Khawarizmi. Dan dari kalangan mujahidin kita mengenal sosok Khalid ibn al-Walid, Thariq ibn Ziyad, Shalahuddin al-Ayyubi dan Muhammad al-Fatih. Sosok-sosok seperti mereka inilah yang terus lahir dari tubuh umat Islam sebagai bukti nyata keagungan Islam.
Aktivitas jihad telah dilakukan sejak awal mula masa Islam, sejak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus berlangsung sampai masa kemunduran umat Islam, dan benar-benar ditinggalkan sejak runtuhnya Khilafah Islamiyah yang berpusat di Turki dan bercokolnya penguasa-penguasa zalim yang tidak mau menerapkan hukum-hukum Allah di negeri-negeri muslim. Sejak saat itu, jihad ditinggalkan dan umat Islam terus dihinakan oleh musuh-musuh mereka.
Bagaimanapun, kewajiban jihad tidak akan bisa terlaksana secara sempurna tanpa adanya Khilafah. Kebutuhan umat Islam akan jihad meniscayakan kebutuhan umat Islam akan tegaknya kembali Khilafah, yang akan menerapkan hukum-hukum Allah dan menyebarkan Islam  ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Momentum hari pahlawan ini, sebagai refleksi perjuangan umat Islam di masa lalu, harus kita maknai dengan tepat. Jika para pahlawan muslim nusantara dulu berjihad untuk mengusir penjajah kafir Belanda, saat ini kita perlu berjuang sungguh-sungguh untuk mewujudkan kembali kepemimpinan Islam yang satu, yaitu Khilafah Islamiyah, yang akan terus menyerukan dakwah dan jihad sampai cahaya Islam menerangi seluruh penjuru bumi. Wallahul musta’an.
Abu Furqan al-Banjary

Monday, October 23, 2017

SYARAT BUSANA MUSLIM YG SESUAI SYARIAH

Syarat-Syarat Pakaian Syar’i Yang Diwajibkan Bagi Kaum Wanita Muslimah, Menutupi Seluruh Tubuh, Tidak Ketat, Tidak Tipis Dan Lain Sebagainya

https://tausyah.wordpress.com/Pakaian-Muslimah
Pakaian Muslimah

Barangkali masih banyak di antara para ukhti yang bertanya, bagaimanakah yang disebut pakaian yang syar’i yang diperintahkan oleh syari’at ajaran agama?? bagi para ukhti yang sudah mengetahui serta mengikuti pakaian syar’i yang diperintahkan dalam ajaran agama, Alhamdulillah jika ukhti sudah mengikuti sebagaimana yang diperintahkan. Namun sangat menyedihkan sekali mode-mode pakaian wanita di negeri Indonesia kita yang tercinta ini yang Alhamdulillah mayoritas muslim, namun justru para muslimah lebih menyukai trend fashion dan mode ala barat biar dibilang sexy atau lebih tepatnya dapat dikatakan mengundang sex-pent (baca Disini) Sexy-y=Sex, untuk itu bagi para ukhti yang hatinya masih cenderung pada kebaikan berikut adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pakaian syar’i:
1. Menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan
Lihat surat an Nuur: 31, Ayat ini menegaskan kewajiban bagi para wanita mukminah untuk menutup seluruh perhiasan, tidak memperlihatkan sedikitpun kepada orang-orang yang bukan mahromnya kecuali perhiasan yang biasa nampak.
2. Tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk tubuh
Saudariku…Perhatikanlah pesan putri Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, Fatimah binti Rosullulloh shollallohu alaihi wa sallam.. Beliau pernah berpesan kepada Asma’ : “Wahai Asma’ ! Sesungguhnya aku memandang buruk perilaku kaum wanita yang memakai pakaian yang dapat menggambarkan tubuhnya…)” (Dikeluarkan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dan Baihaqi)
3. Kainnya harus tebal, dan tidak tembus pandang sehingga tidak nampak kulit tubuh.
4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Ada hadits nih, Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu anhu berkata :“Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim dan Ahmad dengan sanad shohih)
5. Tidak mencolok dan berwarna yang dapat menarik perhatian
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat membangkitkan syahwat kaum lelaki.
Sungguh aneh tapi nyata, banyak para wanita apabila keluar rumah berdandan berjam-jam dengan sedemikian moleknya, tapi kalau di dalam rumah, di depan sang suami yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang menyenangkan, justru biasa-biasa saja bahkan kerap kali rambutnya acak-acakan, bau badan tak sedap dianggap tidak masalah, penampilan menjengkelkan sudah hal yang lumrah, demikian seterusnya. Ini memang kenyataan yang tak bisa dipungkiri lagi. Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala menunjukkan kita semua ke jalan yang benar.
Tapi jangan difahami penjelasan di atas secara dangkal, sehingga timbul suatu pemahaman bahwa pakaian wanita harus hitam saja sebagaimana difahami sebagian wanita komitmen.
6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam pernah bersabda :
من تشبه بقوم فهو منهم
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud dan Ahmad dengan sanad shohih)
Betapa sedih hati kita melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana ala barat baik melalui majalah, televisi dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Setiap kali ada mode busana baru ala barat yang mereka dapati, serentak itu juga mereka langsung mencoba dan menikmatinya. Laa Haula Walaa Quwwata illaa BIllahi
7. Bukan pakaian untuk mencari popularitas
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar rodhiyallohu anhu yang berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا
Barang siapa mengenakan pakaian syuhroh (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Alloh mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dengan sanad hasan)
Maksud pakaian syuhroh adalah setiap pakaian dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai dengan tujuan berbangga-bangga dengan dunia, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seorang dengan tujuan menunjukkan kezuhudannya dan riya’.
8. Tidak diberi parfum atau wangi-wangian
Dari Abu musa Al-Asy’ari rodhiyallohu anhu bahwasanya ia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (HR.Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad,dll dengan sanad shohih)
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu ia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ
“Siapapun perempuan yang memakai bakhur (wewangian sejenis kemenyan-pent), maka janganlah ia menyertai kita dalam menunaikan sholat isya’ yang akhir. (HR.Muslim, Abu Awanah,dll)
Ibnu daqiq Al-“Ied mengatakan : “Hadits tersebut menunjukkan haramnya wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki.”
Itulah larangan agama yang diterjang habis-habisan oleh sekian banyak wanita. Coba perhatikan secara seksama, Jikalau ke masjid saja dilarang, lalu bagaimana pendapat ukhti dengan tempat-tempat lainnya seperti pasar, supermarket, terminal dan sebagainya. Tentu lebih dahsyat dosanya. Sungguh, terasa tidak pernah sepi suatu bus kota dari bau parfum yang campur dengan keringat.
Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Sungguh kadang hati terasa perih. Apa bedanya penampilan mereka yang berkerudung dengan penampilan wanita lain yang tidak berkerudung jika sama-sama ketatnya[?]

Oleh karena itu, pembahasan kita saat ini adalah mengenai pakaian wanita muslimah yang seharusnya mereka pakai. Pembahasan kali ini adalah lanjutan dari pembahasan “Wanita yang Berpakaian Tetapi Telanjang“. Semoga bermanfaat. Hanya Allah lah yang dapat memberi taufik dan hidayah. 
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan). (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14)


Sumber : https://rumaysho.com/163-pakaian-yang-mesti-engkau-pakai-saudariku.html
Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Sungguh kadang hati terasa perih. Apa bedanya penampilan mereka yang berkerudung dengan penampilan wanita lain yang tidak berkerudung jika sama-sama ketatnya[?]

Oleh karena itu, pembahasan kita saat ini adalah mengenai pakaian wanita muslimah yang seharusnya mereka pakai. Pembahasan kali ini adalah lanjutan dari pembahasan “Wanita yang Berpakaian Tetapi Telanjang“. Semoga bermanfaat. Hanya Allah lah yang dapat memberi taufik dan hidayah. 
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan). (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14)


Sumber : https://rumaysho.com/163-pakaian-yang-mesti-engkau-pakai-saudariku.html

Lima Syarat Utk Bs ber Poligami ,,,


Poligami merupakan kondisi dimana seorang pria menikah lebih dari satu kali. Beberapa dari kita, khususnya kaum wanita pasti akan mengerutkan dahinya saat mendengar kata poligami. Ya, poligami memang kerapkali dianggap merugikan pihak wanita dan menguntungkan bagi pria. Namun sebenarnya, bagaimana islam memandang poligami?


Allah subhanahu wa taala berfirman dalam surat An Nisaa’ yang artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS. An Nisaa: 3)
Ayat diatas menerangkan secara jelas bahwa Allah Ta’ala membolehkan seorang pria untuk berpoligami. Hal ini bahkan diperkuat dengan adanya praktek poligami yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hukum poligami adalah islam diperbolehkan. Tapi poligami tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan harus sesuai syariat agama. Nah, berikut ini beberapa  syarat poligami dalam islam beserta dalilnya.

  1. Jumlah istri maksimal 4 orang
Banyak pria yang menjadikan dalil poligami agar ia bisa menikah lagi dan lagi tanpa mengenal batasan. Bahkan tak sedikit pria-pria yang menikahi wanita hingga 5 sampai 10 kali hanya sebagai pemuas nafsu belaka. Hal ini tentu tidak benar. Berdasarkan syariat agama, poligami hanya boleh dilakukan sebanyak 4 kali, tidak lebih dari itu. Pendapat ini didasari oleh firman Allah SWT:
“Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat.” (QS an-Nisaa’: 3)
Tujuan poligami adalah semata-mata untuk membantu wanita-wanita yang belum menikah, wanita tak mampu, atau janda agar ada seseorang yang menafkahi. Sebab menikah bisa menaikkan kedudukan wanita. Menikah juga mempermudah wanita untuk masuk surga. Maka itu, Allah SWT memperbolehkan berpoligami. Namun Allah membantasi jumlahnya, karena Allah tahu bahwa poligami itu sulit bagi pria. Sedikit saja pria berlaku tak adil terhadap istri-istrinya, maka perbuatannya bisa menjerumuskannya ke dalam neraka. Maka itu, cukup empat orang istri saja.


 “Dari Qais Ibnu Al-Harits ia berkata: Ketika masuk Islam saya memiliki delapan istri, saya menemui Rasulullah dan menceritakan keadaan saya, lalu beliau bersabda: “Pilih empat diantara mereka”. (HR. Ibnu Majah)
Jika Anda bertanya, mengapa Rasulullah SAW boleh menikah 11 kali, sementara kita hanya 4 istri? Ketahuilah bahwa kebanyakan wanita-wanita mulia yang dinikahi Rasul adalah wanita yang telah berumur. Bahkan ada wanita yang telah tua. Hanya 2 istrinya yang berstatus gadis. Sedangkan 9 orang adalah janda. Dan beliau baru melakukan poligami saat usianya mencapai 50 tahun. Dengan demikian, jelas bahwa rasul menikah bukan didasari syahwat atau nafsu. Melainkan sebab keadaan dan mengikuti perintah dari Allah SWT.
  1. Mampu berlaku adil terhadap semua istri
“Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang sahaja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.” (QS an-Nisaa’:3)
Syarat poligami menurut islam yang selanjutnya yakni suami harus bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya. Adil disini meliputi banyak hal, termasuk dalam nafkah lahir dan batin. Apabila suami membelikan istri pertama rumah, maka istri kedua juga harus dibelikan rumah. Dalam memberikan rasa kasih sayang (termasuk kebutuhan seksual) kadarnya harus sama.

Sebaiknya atur jadwal menginap dengan musyawarah terlebih dahulu. Semisal menginap di rumah istri pertama 3 hari, maka di rumah istri kedua juga 3 hari. Selain itu, suami juga perlu memperhatikan pendidikan dan kebutuhan sandang pangan semua anak-anaknya. Allah subhanahu wa taala berfirman:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An Nisaa’: 129)


Hal ini memang tidak mudah. Allah SWT pun juga telah menjelaskan bahwa berlaku adil itu sulit. Maka itu, jika memang Anda merasa tidak mampu berlaku adil maka sebaiknya hindari poligami. Sebab sikap ketidakadilan bisa memicu datangnya siksa dari Allah Ta’ala.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu dari keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan pundaknya miring sebelah.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ahmad)

  1. Tidak melupakan ibadah kepada Allah SWT
Terkadang ketika seorang pria memiliki banyak istri dan keturunan, mereka lantas melupakan ibadahnya. Mereka terlalu sibuk bekerja menafkahi keluarga. Terlalu sibuk bersenang-senang dengan istri dan anak-anaknya, kemudian saling berbangga diri hingga melalaikan Allah Ta’ala. Seolah-seolah mereka hidup di dunia selamanya. Berhati-hatilah. Jangan sampai kenikmatan dunia melupakanmu dari akhirat. Allah subhanahu wa taala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ath-Thaghabun:14)
Niatkanlah menikah untuk ibadah kepada Allah, bukan sebagai ajang pelampiasan nafsu semata. Dengan demikian, insyaAllah kehidupan rumah tangga insyaAllah bisa menjadi lebih berkah dan terhindar dari keburukan dunia.

  1. Dilarang berpoligami dengan dua wanita yang bersaudara
ads
Dalam melakukan poligami, sebaiknya pilihlah istri-istri dari keturunan yang berbeda-beda. Pernikahan yang dilakukan terhadap dua wanita yang masih memiliki hubungan darah erat (misalnya saudara atau bibi) tidak diperbolehkan dalam islam. Allah subhanahu wa taala berfirman: “(Diharamkan atas kamu) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisaa’:23)

Kemudian Hadits Imam Bukhari, yang berbunyi:
Larangan menikahi dua wanita yang bersaudara diperkuat oleh hadist Rasulullah SAW, bahwa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; “Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (HR. Imam Bukhari, An Nasa’i)

  1. Mampu menjaga kehormatan istri-istrinya
Seorang suami memiliki kewajiban membimbing dan mendidik istrinya untuk hidup di jalan yang lurus sesuai syariat agama. Sebab suami adalah pemimpin keluarga. Apabila ia membiarkan istrinya bersikap bebas dan bermaksiat, maka suami pun juga ikut berdosa. Tak peduli seberapa banyak istrinya, entah itu satu, dua, tiga atau empat, semuanya harus bisa dididik secara benar. Sebagaimana firman Allah Allah subhanahu wa taala dalam Al-Quran:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim: 6)
“Perintahakanlah keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah dalam menegakkannya.” (AQ. Thaha: 132).

Hikmah Poligami Menurut Pandangan Islam



Allah SWT membolehkan adanya poligami tentu bukannya tanpa sebab. Jika kita mampu memahami, sebenarnya praktek poligami yang benar dan sesuai syariat memiliki banyak faedah. Diantaranya yaitu:
  • Jumlah wanita di dunia lebih banyak daripada laki-laki. Dengan berpoligami, setidaknya kesempatan wanita untuk menikah akan meningkat
  • Mengangkat derajat wanita. Apabila wanita itu miskin dan tidak bisa menafkahi diirnya sendiri, maka dengan dipoligami ia akan tercukupi kebutuhan hidupnya
  • Meningkatkan jumlah turunan atau penerus islam
  • Apabila wanita pertama mandul, dan suami ingin memiliki anak maka keinginannya bisa terpenuhi dengan berpoligami
  • Mempererat ukhuwah islamiyah. Apabila antar istri dapat berlaku baik, maka akan tercipta hubungan persaudaraan yang indah
  • Mungkin istri pertama sakit-sakitan sehingga kebutuhan biologis suami tak terpenuhi. Maka suami dibolehkan poligami dengan cara baik dan lewat persetujuan istri pertama.

Monday, October 16, 2017

MENGAKU MUSLIM ... TAPI LIBERAL, MUNGKINKAH ???

Sebagai muslim/mah, sudah sepantasnya berpikiran, berperasaan, berperilaku yang mencirikan pribadi seorang muslim. Lagian, ngapain juga ada definisi dan istilah berbeda jika ciri-cirinya sama pada semua hal yang sudah dibedakan. Maka, ketika ada istilah muslim (termasuk mukmin), fasik, munafik, dan bahkan musyrik dan kafir, jelas ada maksudnya. Nggak bisa disama-samain bahwa semua itu benar atau semua salah. Kalo gitu nggak usah ada definisi aja. Betul?

Coba, apa yang mendasari bahwa kamu bisa membedakan antara harimau, beruang, burung, anjing, kucing, dan gajah? Bisa karena bentuknya, bisa karena perilakunya, bisa karena sifatnya dan sejenisnyalah sehingga hewan-hewan tersebut diberikan nama berbeda karena perilaku dan karakternya berbeda. Lalu, jika ada yang bilang bahwa harimau dan gajah sama aja, baik perilaku dan karakternya, kira-kira apa yang akan kamu lakukan kepada orang yang nyampein pernyataan seperti ini?

Aneh! Mungkin istilah ini bisa jadi salah satu yang kamu lontarkan menyikapi pendapat orang tersebut. Tetapi akan lain kalo ada orang yang bilang bahwa baik gajah maupun harimau dan hewan lainnya meskipun berbeda-beda bentuk dan karakter, tetap saja nggak memiliki akal. Ini baru pernyataan yang benar. Tetapi sayangnya kita tidak sedang ngobrolin hal itu.

Bro en Sis, definisi iman dan kufur jelas. Begitupun perbedaan antara tauhid dan syirik juga nyata terang benderang. Maka, ketika ada orang yang menyamakan bahwa orang yang beriman dan orang yang kafir akan sama-sama masuk surga, itu adalah pernyataan yang kacau nggak masuk akal. Begitu juga jika ada orang yang menyamakan antara orang yang mengesakan Allah Swt dengan orang yang menyekutukan Allah Swt., berarti orang itu nggak ngerti definisi yang telah dibuat. Lalu, jika mukmin dan kafir dianggap sama dan bisa masuk surga, orang yang musyrik dan yang mengesakan Allah dianggap tidak berbeda, buat apa ada surga dan neraka serta ada istilah benar dan salah? Iya nggak sih?
Nah, sesuai dengan judul ini, ngaku muslim tapi liberal juga adalah sebuah keanehan. Gejala split personality alias pecah kepribadian. Muslim ya muslim, liberal ya liberal. Nggak bisa digabungkan istilah itu. Sebab, sudah jelas putih adalah putih dan hitam adalah hitam. Tak bercampur keduanya kecuali yang menginginkannya. Muslim adalah muslim, liberal juga adalah liberal. Secara definisi sederhana juga sudah jelas, muslim artinya taat, sementara liberal inginnya bebas tak terikat aturan. Tuh kan, jelas bertolak belakang, bukan lagi beda. Bahkan itu terkategori bertentangan dan melakukan penentangan. Sehingga memang menjadi aneh jika ada yang ngaku muslim tetapi pikiran dan perasaannya liberal. Tak mau tunduk pada syariat Islam. Ngikutin hawa nafsunya sendiri aja. Yee.. ini sih biasanya hanya terjadi pada orang yang belum kuat imannya.
Pluralisme agama. Apa itu? Hmm.. gini deh sederhananya: pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Munculnya ide pluralisme didasarkan pada  keinginan untuk melenyapkan ‘klaim keberanan’ (truth claim) yang katanya dianggap menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horisontal, serta penindasan atas nama agama.

Oya, menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar. Lha, terus buat apa ada iman dan kufur ada tauhid dan syirik? Jelas banget Bro, para pegiat pluralisme agama adalah orang-orang yang hendak menghancurkan keyakinan umat bergama terhadap agamanya.
Murtad dari Islam adalah haram
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Ikrimah yang berkata, “Dihadapkan kepada Amirul Mukminin ‘Ali ra orang-orang zindiq, kemudian beliau ra membakar mereka. Hal ini disampaikan kepada ‘Ibnu ‘Abbas dan ia berkata, “Seandainya aku (yang menghukum), maka aku tidak akan membakarnya karena larangan dari Rasulullah saw. dimana beliau bersabda: “Janganlah kalian mengadzab (menghukum) dengan ‘adzabnya Allah.” Dan aku (Ibnu ‘Abbas) akan membunuhnya, berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Barangsiapa mengganti agamanya (murtad), maka bunuhlah dia.”
Membunuh laki-laki yang murtad berdasarkan dzahir hadis tersebut. Sedangkan membunuh wanita yang murtad berdasarkan keumuman hadis. Sebab Rasulullah saw. bersabda,
Barangsiapa mengganti (agamanya)”. Sedangkan lafadz “man” termasuk lafadz umum. Juga diriwayatkan oleh Daruquthniy dan Baihaqiy dari Jabir, “Bahwa Ummu Marwan telah murtad. Rasulullah saw. memerintahkan untuk menasihatinya agar ia kembali kepada Islam. Jika ia bertaubat (maka dibiarkan), bila ia tidak, maka dibunuh.” (Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, hlm. 128-129)

Kalo sekarang gimana? Kan nggak ada negara Islam? Ya, tidak boleh ada yang menghukumya dengan cara seperti itu. Tetapi mereka akan RUGI di akhirat jika ketika mati masih kafir. Why? Karena akan diazab oleh Allah Swt. sesuai dengan firmanNya (yang artinya): “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 217)

Ok deh Bro en Sis, kita kudu kuatin iman kita kepada Allah Swt. Sebagai muslim kita nggak boleh (bahkan haram) untuk menjadi liberal alias tidak mau taat kepada aturan Allah Swt. dan RasulNya. Apalagi jika menjadi kafir.

Jadi, mari kita giatkan perdalam ajaran Islam,  lalu pahami dan amalkan agar keimanan kita kian kokoh tak tergoyahkan. Insya Allah. [dimuat di Buletin remaja  gaul islam edisi 182/tahun ke 4]

Ibnu Taimiyyah : Akan Kafir, Bila Tidak Mengkafirkan Yahudi dan Nasrani

Oleh: Muhammad Isa
Seorang penceramah agama di salah satu masjid di Eropa beranggapan bahwa seseorang tidak boleh menyatakan kaum Yahudi dan Nasrani itu Kafir. Pernyataan penceramah ini sesat dan boleh jadi suatu pernyataan kekafiran, karena kaum Yahudi dan Nasrani telah Allah nyatakan sebagai golongan Kafir.

Selanjutnya, saya membaca pernyataan pengarang Kitabul Iqna dalam bab Hukum Orang Murtad. Dalam kitab ini beliau berkata, “Orang yang tidak mengkafirkan seseorang yang beragama selain Islam seperti Nasrani, atau meragukan kekafiran mereka atau menganggap mazhab mereka benar, maka ia adalah orang Kafir”.

Sebuah pernyataan dikutip dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, “Barangsiapa beranggapan bahwa gereja adalah rumah Allah dan di tempat itu Allah disembah, dan beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani adalah suatu ibadah kepada Allah, ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, atau ia membantu kaum Yahudi dan Nasrani untuk memenangkan dan menegakkan agama mereka serta beranggapan bahwa perbuatan mereka itu adalah ibadah dan ketaatan kepada Allah, maka orang ini telah Kafir”.

Ditempat lain, beliau rahimahullah berkata, “Barangsiapa beranggapan bahwa kunjungan golongan dzimmi (kaum Kafir) ke gereja-gerejanya adalah sebagai ibadah kepada Allah, maka ia telah murtad”. Allah Ta’ala juga telah menegaskan tentang kekafiran Yahudi dan Nasrani. Allah berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ ٱلْمَسِيحُ يَٰبَنِىٓ إِسْرَٰءِيلَ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ ﴿٧٢﴾
“Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.” (QS. Al-Maaidah 5 : 72)
لَّقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۚ وَإِن لَّمْ يَنتَهُوا۟ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٧٣﴾
“Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.” (QS. Al-Maaidah 5 : 73)

Kepada penceramah ini, aku serukan agar dia bertobat kepada Tuhannya dari perkataannya yang sangat menyimpang itu. Hendaklah ia mengumumkan dengan terbuka bahwa kaum Yahudi dan Nasrani adalah Kafir, mereka termasuk golongan penghuni neraka. Mereka harus mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena nama beliau telah termaktub di dalam kitab Taurat mereka. Allah berfirman,
ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِىَّ ٱلْأُمِّىَّ ٱلَّذِى يَجِدُونَهُۥ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَىٰهُمْ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَٰئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَٱلْأَغْلَٰلَ ٱلَّتِى كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلنُّورَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ ۙ أُو۟لَٰئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ ﴿١٥٧﴾
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS. Al-A’raf 7 : 157)
Hal itu merupakan kabar gembira Isa bin Maryam. Wallahu a’lam.. [Sumber: Fatwa Kontemporer Ulama Besar Tanah Suci, Media Hidayah, cetakan 1, Tahun 2003/inilah/manjanik]

WAJIB BAGI SETIAP MUSLIM MEMPELAJARI AQIDAH TAUHID

Sebagian orang menganggap mempelajari ilmu aqidah adalah hal yang tabu dan asing, sebagian acuh dan mengabaikannya, sebagian lagi malah antipati dengannya padahal ilmu aqidah adalah paling utama untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan aqidah adalah pokok agama dan landasan semua amal ibadah, tanpa aqidah yang benar maka amal akan tertolak. Seperti orang yang beramal karena syirik, atau orang kafir yang walau beramal sebanyak apapun tetap saja sia-sia disisi Allah Azza wa Jalla karena Allah akan menjadikannya sebagaimana debu yang beterbangan.

Pengertian Aqidah

Secara etimologi, aqidah berasal dari bahasa arab عقد yang artinya mengikat. Secara syara’ aqidah adalah mengikat hati dan berpegang teguh tanpa ada keraguan sama sekali padanya. Sedang aqidah seorang muslim yang benar dan haq adalah tauhid sebagaimana aqidah para salafu shalih.

Aqidah yang benar adalah Tauhid

Tauhid berasal dari kata احد \ يوحد artinya mengesakan. Secara syara’ tauhid adalah mengesakan Allah dalam peribadatan dan meninggalkan peribadatan selain kepadaNya (thagut). Thagut adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah ta’ala, seperti patung, pohon, arwah, jin, dsb. Aqidah yang benar merupakan landasan pokok dalam agama dan merupakan syarat sah diterima amal seorang muslim, sedang Allah tidak menerima amal yang mengandung unsur syirik didalamnya.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
Katakanlah, Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS Al Kahfi : 110).

Tauhid hal pertama yang didakwahkan para rasul.

Menyeru kepada tauhid dan pelurusan aqidah adalah hal yang pertama kali didakwahkan oleh semua rasul.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya . Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS An Nahl : 36)
Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri mendakwahkan tauhid selama 13 tahun di Makkah sebagai pondasi bangunan islam. Hasilnya adalah para sahabat yang kokoh iman dan taqwanya kepada Allah ta’ala, yang diabadikan dengan indah dalam kitabullah sebagai generasi terbaik sepanjang masa, yang kisah dan hikmah mereka tertulis dengan tinta emas dalam sejarah dan dapat kita baca dan ambil hikmahnya sampai sekarang.
Maka para da’i dapat mencontoh hal ini, sebagaimana Rasulullah mendakwahkan tauhid dan meluruskan aqidah para sahabat terlebih dahulu, setelah itu baru beranjak ke pengajaran lainnya. Jangan mulu fiqh atau dzikir sedang aqidah tauhid dilupakan.

Kewajiban Mempelajarinya

Kebalikan dari tauhid adalah syirik, perusak amal dan penyebab dosa. Maka hukumnya fardlu ‘ain bagi setiap orang yang mengaku islam untuk mempelajarinya dan ilmu ini lebih utama sebelum ilmu lainnya baik itu fiqih, tafsir, atau sekedar ilmu dunia. Sedang meninggalkannya tanpa alasan syar’i hukumnya adalah berdosa.
Maka mari kawan… Kuatkan tekadmu dan langkahkan kakimu ke majelis ilmu.


Semarang, 29 Rabi al-Akhir 1435
Muhammad Taufiq
Referensi:
Kitab Tauhid – Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi
Aqidah Tauhid – Syaikh Shalih bin Fawzan bin Abdullah Al Fawzan