visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Tuesday, November 14, 2017

Arti Jihad menurut Quran dan Hadits

Penulis : Soraya (Soraya.web.id)

Di zaman sekarang ini, di antara kata yang paling sering disalahartikan dalam Islam adalah kata Jihad, baik disalahartikan oleh orang non-muslim ketika menerjemahkan arti jihad dalam Islam, maupun kesalahpahaman arti jihad oleh muslim sendiri ketika mempraktekkan jihad dalam kehidupan mereka.

Arti jihad menurut al-Quran dan al-hadits

Sebagian besar non-muslim, berpikir bahwa perang yang dilakukan oleh umat Islam di manapun, entah apapun tujuan perang itu dilakukan, baik demi untuk keuntungan pribadi, kekuasaan politik, kekuatan kelompok, dan lain sebagainya adalah Jihad dalam persepsi mereka.

Etimologi Jihad

Jihad dalam bahasa arab berasal dari kata jahada yang berarti berjuang atau berusaha. Menurut Dr. Zakir Naik, Jihad bukanlah perang orang Islam di manapun. Dalam konteks Islam, jihad berarti berjuang dan berusaha melawan kecendrungan jahat dalam diri sendiri. Jihad dapat berarti berjuang dan berusaha untuk membuat masyarakat menjadi lebih baik. Jihad juga bisa dimaksudkan sebagai bentuk perjuangan dan usaha melawan penindasan. Jihad juga berarti berjuang dan berusaha dengan berperang demi melindungi diri sendiri dari kejahatan. Intinya jihad adalah berjuang dan berusaha. Seperti berjihad melawan kemalasan dalam beribadah, berjihad melawan sifat malas dan rasa kantuk yang sangat berat ketika ada perintah Allah untuk menjalankan ibadah sholat subuh, berjihad mengeluarkan zakat, infaq, sedekah, ketika mendapatkan harta berlebih dll.

Jihad di Kalangan Non-Muslim

Banyak orang berpikir, bahwa jihad hanya dilakukan oleh muslim saja. Namun sebenarnya, ada beberapa ayat dalam al-Qur`an yang menjelaskan bahwa non-muslim pun berjihad.

Allah berfirman dalam al-Qur`an di surah Luqman [31:14]: وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤) Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanyalah kepada-Ku kembalimu (Ayat ini juga sebagai salah satu di antara ayat yang memberikan indikasi bahwa al-Quran tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang muslim (sudah memeluk agama Islam) saja, tapi juga diperuntukkan kepada siapa saja (non-muslim) sebagai panduan cara yang benar untuk menemukan jalan yang benar.

Lalu berikutnya di surah Luqman [31:15] وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٥) Dan jika keduanya memaksamu (cek kosa kata: jaahadaaka: جَاهَدَاكَ) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (dalam ayat ini, al-Qur`an memberikan panduan kepada muslim untuk tidak menaati atau mengikuti ajakan orang tua mereka yang non-muslim yang berjuang dan berusaha untuk membuat anak-anak mereka menyembah yang lain selain Allah (syirik), namun mereka diperintahkan untuk memperlakukan ortu mereka dengan baik.

Kalimat yang sama diulang lagi di surah al-Ankabut [29:8-9] وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٨) وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَنُدْخِلَنَّهُمْ فِي الصَّالِحِينَ Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu (cek kosa kata: jaahadaaka: جَاهَدَاكَ) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka pasti akan Kami masukkan ke dalam (golongan) orang yang saleh

Jihadnya orang yang mengajak mempersekutukan Allah atau perbuatan buruk lainnya disebut Jihad Fi Sabilisy-Syaithon (Jihad di jalan Setan). Adapun jihad bagi seorang muslim adalah jihad fi sabilillah (jihad di jalan Allah). Normalnya, kata jihad dalam Islam diterjemahkan sebagai berjuang dan berusaha di jalan Allah.

Jihad Yang Difahami Kalangan Orientalis

Hampir semua orientalis, menerjemahkan jihad sebagai perang suci (perang atas nama agama), dan sayangnya, banyak orang yang dianggap sebagai Ulama juga menerjemahkan jihad sebagai Perang Suci (dalam kondisi yang ekstrim) dan diikuti oleh murid-murid mereka. Padahal perang suci, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab adalah Harbun Muqoddasah, dan jika anda membaca al-Qur`an keseluruhan 30 Juz, maka anda tidak akan menemukan kata Harbun Muqoddasah. Demikian juga tidak akan pernah anda temukan dalam hadis Rasulullah disebutkan perkataan: Harbun Muqoddasah (Perang Suci). Jika kita belajar sejarah, maka kita akan menemukan bahwa kata: perang suci pertama kali digunakan untuk mendefinisikan PERANG SALIB yang dilakukan oleh umat nasroni (Kristen). Menurut sejarah, beberapa abad yang lalu, tentara salib kristen melakukan pemaksaan dan pembunuhan puluhan ribu umat manusia atas nama kekristenan (perintah paus di masa itu). Jika anda membaca sejarah yang benar, maka anda akan menemukan bahwa jumlah manusia yang terbanyak dibunuh adalah atas nama kekristenan atau atas nama perang suci (perang demi agama). Di zaman sekarang, sebagian besar orientalis menerjemahkan kata JIHAD Islam (dari bahasa Arab) dengan terjemahan yang semakna dengan apa yang dilakukan oleh tentara perang salib kristen, yaitu perang suci. Fundamentalis pertama kali menggunakan kata Perang Suci untuk menggambarkan bagaimana tentara kristen di masa perang salib, namun sekarang istilah kata perang suci itu disamakan dengan arti JIHAD bagi umat Islam dengan makna negatif suka berperang, membunuh, membantai, dan makna negatif lainnya.

Arti Jihad Menurut Al-Qur`an

Jihad tidak diartikan sebagai perang suci , melainkan berjuang dan berusaha, walaupun itu bukanlah perjuangan dan usaha dalam pertempuran di medan laga. Cara terbaik untuk memahami kata jihad adalah dengan memahami apa yang dikatakan oleh kitab suci umat islam tentang kata jihad itu sendiri, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits (shohih). Ketika kita membaca al-Qur`an, maka kita akan tahu, disebutkan dalam surah al-Hajj [22:78]: وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ Dan berjihadlah kamu (cek kosa kata: wa-jaahiduu: وَجَاهِدُوا) di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah shalat (selalu), tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Allah juga berfirman dalam Surah at-Taubah [9:20-22]: الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (٢٠) يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ (٢١) خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (٢٢) Orang-orang yang beriman dan berhijrah ( وَهَاجَرُوا) serta berjihad (cek kosa kata: wa-jaahaduu: وَجَاهَدُوا) di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. Tuhan menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat, keridhaan, dan surga. Mereka memperoleh kesenangan yang kekal di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sungguh, di sisi Allah pahala yang besar. Disebutkan juga dalam Surah al-Ankabut [29:6]: وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (٦) dan barang siapa yang berjihad (berusaha dan berjuang di jalan Allah) (cek kosa kata: jaahada: جَاهَدَ), maka sesungguhnya, jihadnya itu (cek kosa kata: yujaahidu: يُجَاهِدُ) adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta. Jadi, jika anda berjuang di jalan Allah (berjihad), maka manfaatnya untuk diri anda sendiri, bukan untuk Allah, sebab Allah tidak membutuhkan bantuan apapun dari makhluk-Nya, dan memang Allah itu terbebas dari semua kebutuhan, untuk itu Allah itu maha terpuji lagi maha kuasa.

Arti Jihad Menurut al-Hadist

Dalam hadis shohih Bukhori Vol. 4, Kitab Jihad, hadits nomor 46, Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullal SAW bersabda: orang yang berjihad di jalan Allah, dan Allah maha mengetahui siapa yang berjihad (berjuang dan berusaha di jalan Allah). Bagaikan orang yang terus menerus berpuasa dan melaksanakan sholat dan Allah telah menjanjikan surga baginya jika dia terbunuh di medan perang atau Allah mengembalikannya dengan selamat dengan pahala dan harta rampasan perang.

Disebutkan dalam Shohih Bukhori Vol. 4, Hadits Nomor 2784 Hazrat Aisyah Radhiallahu Anha (Istri Rasulullah SAW), bertanya kepada Rasulullah: Dapatkah aku bergabung dalam jihad? Dan Rasulullah SAW menjawab: Haji Yang Sempurna Adalah Jihad Yang Terbaik untukmu.

Disebutkan dalam shohih bukhori hadits nomor 5972, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, Dapatkah Aku Pergi Berjihad? Rasulullah bertanya kepadanya, Apakah kau mempunyai orang tua? Dia (orang itu) menjawab Ya. Kemudian Rasulullah berkata: Bagimu, melayani orang tuamu adalah jihad

Disebutkan dalam Sunan Nasa`i, hadits nomor 4209, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW: Jihad manakah yang terbaik? Dan Rasulullah menjawab: Jihad terbaik adalah seseorang yang berbicara kebenaran melawan penguasa yang dzalim.

Disebutkan dalam Shahih ibn Hibban hadits nomor 4682, bahwa Rasulullah SAW bersabda, seorang Mujahid adalah orang yang berjuang dan berusaha melawan hawa nafsunya sendiri untuk ALLAH. Dan Muhajir adalah orang yang migrasi dari kebatilan menuju kebenaran. (baca juga: Surah at-Taubah [9:20-22])

Berdasarkan beberapa hadis di atas, dapat diketahui bahwa makna jihad tergantung situasi yang sedang terjadi dan sangat diperlukan, namun intinya adalah berjuang dan berusaha keras dalam menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.

Smoga manfaat ...

Hadits ttg Jihad dan Perang

1. Aku menginginkan berperang di jalan Allah, lalu aku terbunuh, dihidupkan lagi dan mati lagi, lalu dihidupkan lagi. (HR. Bukhari)
2. Kedua kaki hambaKu yang dilibat debu dalam perang fisabilillah tidak akan tersentuh api neraka. (HR. Bukhari)
3. Berjaga-jaga satu malam dalam perang fisabilillah lebih afdhol dari seribu malam dishalati malam harinya dan dipuasai siang harinya. (HR. Al Hakim)
4. Tidak ada hijrah lagi sesudah fathu Mekah selain jihad, niat, dan apabila diserukan berangkat (pergi berperang) maka berangkatlah. (HR. Bukhari)
5. Puncak persoalan adalah Islam. Barangsiapa pasrah diri (masuk Islam) maka dia selamat. Tiangnya Islam adalah shalat dan atapnya adalah jihad (perjuangan). Yang dapat mencapainya hanya orang yang paling utama di antara mereka. (HR. Ath-Thabrani)

6. Berjihadlah melawan kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lidahmu. (HR. An-Nasaa'i)
7. Manusia yang paling dekat derajatnya kepada derajat kenabian ialah para mujahidin dan ilmuwan (cendekiawan) karena kaum mujahidin melaksanakan ajaran para rasul dan ilmuwan membimbing manusia untuk melaksanakan ajaran nabi-nabi. (HR. Ad-Dailami)
8. Tiada setetes yang lebih disukai Allah 'Azza wajalla daripada setetes darah di jalan Allah. (HR. Ath-Thahawi)
9. Barangsiapa memberi perlengkapan bagi seorang yang berperang di jalan Allah maka dia terhitung ikut berperang dan barangsiapa ikut memenuhi kebutuhan keluarga (menyantuni) orang yang berperang maka dia terhitung ikut berperang di jalan Allah. (HR. Bukhari)
10. Wahai segenap manusia, janganlah kamu mengharap-harap bertemu dengan musuh. Mohonlah kepada Allah akan keselamatan. Bila bertemu dengan mereka maka bersabarlah (yakni sabar menderita, gigih, ulet dan tabah dalam melawan mereka). Ketahuilah, surga terletak di bawah bayang-bayang pedang. (HR. Bukhari)

11. Rasulullah Saw bila melepas pasukan yang akan pergi berperang (tanpa disertainya) berpesan: "Dengan nama Allah, dengan disertai Allah, di jalan Allah dan atas sunah Rasulullah. Janganlah kamu berlebihan mengambil barang rampasan tanpa seijin pimpinan pasukan. Janganlah kamu berkhianat dan jangan pula melakukan sadisme (menganiaya) terhadap musuh. Jangan membunuh anak-anak, wanita-wanita dan laki-laki yang telah tua." (HR. Ath-Thabrani dan Abu Dawud)

12. Rasulullah Saw mengikutsertakan kaum wanita dalam peperangan. Mereka mengobati orang yang terluka. Rasulullah tidak pernah memberi mereka bagian dari harta rampasan tetapi memberi mereka dari kelebihan (sisa) pembagian. (HR. Muslim)

13. Perang adalah tipu daya. (HR. Bukhari)

14. Kalau kamu melakukan perdagangan dengan riba, hanya menjadi peternak-peternak dan senang hanya dengan bertani saja dan meninggalkan jihad (perjuangan) maka Allah akan menimpakan kehinaan atasmu. Kamu tidak dapat mencabut kehinaan itu sehingga kamu kembali kepada Ad Dienmu. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
15. Ada tiga hal yang menyebabkan tidak bergunanya seluruh amalan, yaitu: syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua, dan lari menghindari pertempuran (dalam perang fisabilillah) (HR. Ath-Thabrani)
16. Suatu kaum yang meninggalkan perjuangan akan Allah timpakan kepada mereka azab. (HR. Ath-Thabrani)
17. Jika terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, "Itu untuk si pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?" Nabi Saw menjawab, "Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya." (HR. Bukhari)
Penjelasan:
Yang terbunuh berusaha membunuh tetapi kedahuluan terbunuh.

18. Rasulullah Saw melarang penyebaran racun (wabah penyakit / virus / senjata kimia) di negeri musuh. (HR. Ath-Thahawi)

19. Saling berpesanlah untuk memperlakukan para tawanan dengan baik. (HR. Ath-Thabrani)

20. Kami tidak menggunakan bantuan kaum musyrikin untuk memerangi kaum musyrikin. (HR. Ahmad)
21. Orang yang pergi berperang di jalan Allah dan yang pergi untuk menunaikan haji atau umroh adalah tamu-tamu Allah. Allah menyerukan kepada mereka, dan mereka menyambutnya dan mereka memohon kepada-Nya, lalu Allah mengabulkan permohonan mereka. (HR. Ibnu Majah).
22. Barangsiapa menolak ketaatan (membangkang) dan meninggalkan jama'ah lalu mati maka matinya jahiliyah, dan barangsiapa berperang di bawah panji (bendera) nasionalisme (kebangsaan atau kesukuan) yang menyeru kepada fanatisme atau bersikap marah (emosi) karena mempertahankan fanatisme (golongan) lalu terbunuh maka tewasnya pun jahiliyah. (HR. An-Nasaa'i)
Penjelasan:
Asysyathibi memberi definisi tentang yang dimaksud jama'ah, yaitu:
1. Orang-orang Islam yang berhimpun dalam satu urusan.
2. Mayoritas orang-orang Islam
3. Kumpulan ulama mujtahidin.
4. Jama'atul muslimin jika berhimpun di bawah komando seorang amir (pemimpin).
5. Para sahabat yang diridhoi Allah dan tentu pada kondisi yang khusus.
Suatu jama'ah akan terbentuk bila ada musyawarah.
Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press

Jihad dan Kepahlawanan dalam Islam (Tafsir QS. At-Taubah [9]: 86-89)


 
وَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ آمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتَأْذَنَكَ أُولُو الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ (86) رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ (87) لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (88) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (89)
“Dan apabila diturunkan suatu surah (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): ‘Berimanlah kalian kepada Allah dan berjihadlah bersama Rasul-Nya’, niscaya orang-orang yang memiliki kemampuan di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: ‘Biarkanlah Kami berada bersama orang-orang yang duduk’ [86]. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad) [87]. Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka, dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung [88]. Allah telah menyediakan bagi mereka syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar [89]. (QS. At-Taubah [9]: 86-89)
***
Surah At-Taubah merupakan surah yang banyak bercerita tentang peperangan dan keadaan orang-orang yang terlibat di dalamnya, termasuk empat ayat yang disebutkan di atas.
Imam ath-Thabari (w. 310 H) berkomentar tentang ayat ke 86, “Allah ta’ala berfirman, dan apabila diturunkan kepadamu wahai Muhammad satu surah dalam Al-Qur’an yang menyeru orang-orang munafiq, aaminuu billaah, yaitu benarkanlah Allah, dan wa jaahiduu ma’a rasuulih, yakni perangilah orang-orang musyrik bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang-orang yang memiliki kekayaan dan harta di antara mereka meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berperang dan tetap tinggal bersama keluarga mereka. Mereka berkata kepadamu, tinggalkanlah kami, kami duduk-duduk saja di rumah bersama orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan melakukan safar bersamamu.”
Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, berdasarkan riwayat ath-Thabari, menyatakan bahwa uulu ath-thawl bermakna orang-orang yang kaya. Ibn Ishaq menyebutkan di antara mereka adalah ‘Abdullah ibn Ubay dan al-Jadd ibn Qays.
Ayat ke 87, menurut Imam Ibn Katsir (w. 774 H), merupakan pengingkaran dan celaan Allah ta’ala kepada orang-orang yang mundur dari peperangan, dari kalangan munafiqin. Orang-orang munafiq tersebut rela berada dalam kehinaan dan berdiam diri di rumah-rumah mereka bersama kaum wanita. Di masa peperangan, orang-orang munafiq ini merupakan orang-orang yang paling pengecut, sedangkan di masa aman, mereka adalah orang yang paling banyak omongannya, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surah Al-Ahzab [33] ayat 19:
فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ
Artinya: “Maka apabila datang ketakutan (karena perang), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencacimu dengan lidah yang tajam.”
Hati mereka dikunci oleh Allah ta’ala karena penolakan mereka dari kewajiban jihad dan keluar untuk perang di jalan Allah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka tidak mengetahui apa yang baik bagi mereka dan apa yang buruk.
Setelah mencela orang-orang munafiq yang enggan untuk berjihad, Allah ta’ala kemudian memuji orang-orang yang beriman yang berjihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harta dan jiwa mereka pada ayat ke 88 dan 89. Imam ath-Thabari menyatakan bahwa walaupun orang-orang munafiq tidak ikut berperang, namun orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya tetap berjihad bersama Rasul, mereka menginfaqkan hartanya untuk keperluan jihad dan mengikuti peperangan dengan segenap jiwa raga mereka.
Menurut Imam al-Baidhawi (w. 685 H), makna al-khairat yang akan didapatkan oleh orang-orang yang beriman yang ikut berjihad bersama Rasul adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka mendapatkan kemenangan dan ghanimah, sedangkan di akhirat mereka akan mendapatkan surga dan kemuliaan. Dan ayat ke 89 merupakan gambaran tentang kebaikan di negeri akhirat yang akan mereka dapatkan.
Syaikh Wahbah az-Zuhaili, mufassir kontemporer, menyatakan bahwa empat ayat ini merupakan gambaran keadaan orang-orang munafiq dan orang-orang beriman saat menerima perintah jihad. Para gembong munafiqin yang memiliki kemampuan untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka memilih tidak ikut berjihad bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka merelakan diri mereka berada dalam kehinaan dan kerendahan dengan tinggal diam bersama orang-orang yang lemah yang tidak ikut berjihad. Hati mereka terkunci mati, sehingga mereka tidak mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang memberikan maslahat dan mana yang mudharat.
Sebaliknya, orang-orang beriman saat menerima perintah jihad, mereka bersungguh-sungguh mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk meraih ridha Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dan balasan bagi mereka ini adalah keuntungan di dunia dan di akhirat, mendapatkan surga dan terbebas dari siksaan di akhirat.
***
Tanggal 10 November diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai hari pahlawan. Peringatan ini mengambil momentum perjuangan Bung Tomo dan pasukannya melawan penjajah Belanda yang datang lagi ke Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia. Dan fakta menarik yang jarang diungkapkan adalah ternyata perjuangan Bung Tomo dan pasukannya terinspirasi dari seruan jihad yang dilantangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari, seorang ulama mukhlis pejuang Islam, yang juga pendiri Nahdlatul ‘Ulama (NU).
Seruan jihad inilah yang mengobarkan semangat Bung Tomo dan pasukannya, dan semangat jihad seperti itu juga lah yang mengobarkan perlawanan para pahlawan muslim nusantara dari zaman ke zaman terhadap penjajah kafir Belanda. Mereka tidak rela negeri mereka dikuasai dan ditaklukkan oleh penjajah kafir, sumber daya alam mereka dikeruk habis dan aqidah mereka digadaikan. Mereka lebih rela mati mulia sebagai syuhada daripada hidup terhina.
Dalam Islam hal ini merupakan hal yang wajar dan niscaya. Jihad dengan makna perang dalam Islam merupakan salah satu kewajiban yang paling agung dan amal yang paling utama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَال وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ
Artinya: “Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيل اللَّهِ
Artinya: “Berangkatlah kalian baik dalam keadaan merasa ringan ataupun berat, dan berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 41)
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
Dalam sebuah hadits disebutkan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ العَمَلِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: ‘Amal apakah yang paling utama?’, Rasul menjawab, ‘Iman kepada Allah dan Rasul-Nya’, beliau ditanya lagi, ‘kemudian apa?’, Rasul menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’, beliau ditanya lagi, ‘kemudian apa?’, Rasul menjawab, ‘haji yang mabrur’.
Bahkan, dalam QS. At-Taubah ayat 86-87 Allah mencela orang-orang munafiq yang tidak mau ikut berjihad –ketika ada seruan jihad– padahal mereka mampu melakukannya.
***
Sejarah panjang kegemilangan Islam selalu diisi oleh cerita kepahlawanan dari para penguasa adil yang menerapkan hukum-hukum Allah, para ulama dan ilmuwan yang mewakafkan ilmunya untuk kebaikan umat Islam, dan para mujahidin yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah ta’ala. Dari kalangan penguasa, kita misalnya mengenal sosok Umar ibn al-Khaththab, Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz, Harun ar-Rasyid, Sulaiman al-Qanuni dan Abdul Hamid II. Dari kalangan ulama dan ilmuwan kita mengenal Ibn ‘Abbas, asy-Syafi’i, Ibn Firnas dan al-Khawarizmi. Dan dari kalangan mujahidin kita mengenal sosok Khalid ibn al-Walid, Thariq ibn Ziyad, Shalahuddin al-Ayyubi dan Muhammad al-Fatih. Sosok-sosok seperti mereka inilah yang terus lahir dari tubuh umat Islam sebagai bukti nyata keagungan Islam.
Aktivitas jihad telah dilakukan sejak awal mula masa Islam, sejak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus berlangsung sampai masa kemunduran umat Islam, dan benar-benar ditinggalkan sejak runtuhnya Khilafah Islamiyah yang berpusat di Turki dan bercokolnya penguasa-penguasa zalim yang tidak mau menerapkan hukum-hukum Allah di negeri-negeri muslim. Sejak saat itu, jihad ditinggalkan dan umat Islam terus dihinakan oleh musuh-musuh mereka.
Bagaimanapun, kewajiban jihad tidak akan bisa terlaksana secara sempurna tanpa adanya Khilafah. Kebutuhan umat Islam akan jihad meniscayakan kebutuhan umat Islam akan tegaknya kembali Khilafah, yang akan menerapkan hukum-hukum Allah dan menyebarkan Islam  ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Momentum hari pahlawan ini, sebagai refleksi perjuangan umat Islam di masa lalu, harus kita maknai dengan tepat. Jika para pahlawan muslim nusantara dulu berjihad untuk mengusir penjajah kafir Belanda, saat ini kita perlu berjuang sungguh-sungguh untuk mewujudkan kembali kepemimpinan Islam yang satu, yaitu Khilafah Islamiyah, yang akan terus menyerukan dakwah dan jihad sampai cahaya Islam menerangi seluruh penjuru bumi. Wallahul musta’an.
Abu Furqan al-Banjary