visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Thursday, May 27, 2010

Puisi BJ Habibie utk almarhumah istrinya

Puisi BJ Habibie utk almarhumah istrinya


--------------------------------------------------------------

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
Pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
Tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
Tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia,
Kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
Kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

Selamat jalan sayang,
Cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

Selamat jalan,
Calon bidadari surgaku ....


BJ.HABIBIE

10 Manusia Tersukses di Dunia dan Akhirat (1)

10 Manusia Tersukses di Dunia dan Akhirat (1)


- Dikutip dari Eramuslim.com
Inilah 10 manusia tersukses di dunia dan di kahirat, setelah Rasul Muhammad Saw. Mereka adalah tokoh teladan umat Islam sepanjang masa dalam berbagai aspek kehidupan.

Di saat umat Islam hari ini kehilangan profil tokoh, pemimpin dan pribadi yang dapat dijadikan teladan, maka menghadirkan biografi dan cerita kehidupan mereka adalah merupakan keniscayaan.

Sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan : Kalau Anda ingin hidup sukses di dunia dan akhirat, tirulah gaya hidup mereka. Selamat menelusurinya.

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepadanya. Kami berlindung kepada-Nya dari keburukan diri kami dan dari amal-amal buruk kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada yang mampu menyesatkannya.

Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tiada yang mampu memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa tanpa ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Utusan-Nya.

Buku ini berisi riwayat hidup sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, semoga Allah meridhai mereka semua. Ada kebutuhan menuturkan riwayat hidup mereka, supaya kita bisa mencari letak keteladanan dalam kehidupan orang-orang shalih itu.

Dalam buku sirah ini penulis membatasi bahasan hanya dari sisi gambaran, contoh dan kejadian dalam kehidupan Khalifah Empat dan sahabat-sahabat selebihnya dari mereka yang dipastikan masuk surga. Untuk tujuan tersebut, penulis berusaha menulisnya dengan kalimat-kalimat yang mudah dan semata bersandar pada atsar yang shahih dan rujukan-rujukan yang autentik. Kesepuluh sahabat tersebut adalah:

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA

2. ‘Umar bin Khaththab RA

3. ‘Utsman bin ‘Affan RA

4. Ali bin Abu Thalib RA

5. Abu ‘Ubaidah bin Jarrah RA

6. Thalhah bin ‘Ubaidullah RA

7. Zubair bin ‘Awwam RA

8. Abdurrahman bin ‘Auf RA

9. Sa’d bin Abu Waqqash RA

10. Sa’id bin Zaid RA

Penulis memohon kepada Allah semoga menjadikan buku ini bermanfaat bagi penulisnya, penerbitnya dan pembacanya. Sesungguhnya Allah-lah yang berwenang dan kuasa untuk menjadikannya bermanfaat.

(Muhammad Ahmad ‘Isa)

Keutamaan Para Sahabat RA

Pada zaman keteladanan yang baik tidak ada, manusia melenceng dari jalan-jalan hidayah, dan banyak di antara mereka yang tidak menghormati orang-orang yang sebenarnya memiliki keutamaan. Saatnya kita berhenti sejenak untuk merenungkan kehidupan generasi terbaik yang pernah disaksikan dunia—setelah para Nabi.

Itu adalah generasi iman dan tauhid, generasi ibadah dan keikhlasan, generasi keadilan dan konsistensi, generasi kesabaran dan keteguhan, generasi jihad dan heroisme. Itulah generasi para sahabat yang mulia.

Itulah generasi unik yang menjalankan Islam dengan sempurna dan paripurna. Mereka tahu, dan mengetahui mereka lurus. Mereka paham, dan pemahaman mereka itu baik.

“Itulah generasi yang menyatukan idealita dan realita. Generasi yang mengejawantahkan idealita-idealita Islam dalam realitas, dan mengangkat realitas manusia ke tingkatan idealita. Kita sangat butuh untuk mengenali generasi ini, agar kita tahu letak keteladanan bagi kita dalam realitas kita hari ini. Dan untuk kita jadikan tolok ukur dalam mengetahui jauh atau dekatnya kita dari hakikat Islam.”

Allah SWT meminta kaum muslimin untuk meneladani Rasulullah SAW, mengikuti jejak generasi emas tersebut, dan menghubungkan diri mereka dengan generasi tersebut. Allah berfirman,

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab [33]: 21)

Allah SWT juga berfirman,

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS Al-Hasyr [59]: 9)

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.'" (QS Al-Hasyr [59]: 10)

Inilah generasi unik yang menjadi media Allah untuk memberi kejayaan bagi Islam. Generasi ini sebenarnya bisa terulang dalam realitas kehidupan asalkan generasi penerus mengikuti jalan yang sama, meskipun memang keutamaan sahabat itu tidak mungkin dikejar.

Di antara kewajiban kita terhadap generasi sahabat ini adalah mencintai mereka, loyal kepada mereka, dan mengenali keutamaan mereka. Ini merupakan bagian dari inti akidah Islam yang membedakan antara Ahlussunnah dengan ahli bid’ah.

Karena cinta kepada para sahabat merupakan bagian dari agama dan keimanan, sedangkan mencaci dan membenci para sahabat adalah bagian dari kesesatan dan kehinaan. (bersambung)



Sumber Bahaya besar

Sumber Bahaya besar


Sumber bahaya besar ini berasal dari satu masalah, yakni menggantungnya hati kepada dunia, dan meletakkan dunia pada posisi yang tidak sebenarnya, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah.

Dunia tidaklah seperti yang disangkakan oleh banyak orang, yang identik dengan dinar, dirham, rupiah, dolar, tanah dan lahan-lahan investasi lainnya, namun dunia adalah syahwat nafsu manusia atas kedudukan, kebesaran, kesombongan dan gambaran-gambaran nikmat duniawi yang terlahir.

Semuanya itu adalah tujuan-tujuan jangka pendek di dunia yang dipaparkan oleh Allah kepada mereka, sebagai bahan ujian, agar manusia melampauinya, berlepas dari jeratannya, kemudian mendudukkannya sebagai sarana untuk menggapai ridha-Nya.

Ketika hati menggantung kepada dunia, tertawan dan tidak mampu berlepas dari ikatannya, tidak berusaha untuk melawannya, maka hati itu akan terinfeksi oleh penyakit-penyakit hati yang berbahaya bagi kemajuan umat. Hati menjadi kotor oleh kesombongan, riya, ujub, dengki, permusuhan, kikir, zuhud terhadap akhirat dan balasannya.

Hati menjadi tidak takut lagi akan azab Allah dan kepedihannya. Jihad beralih hanya untuk memperkaya diri dengan materi, bukan untuk untuk merdeka dan terbebas dari godaannya.

Mari kita hayati hadits Rasulullah saw. :

فَوَاللَّهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلَكِنِّى أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ، وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ (رواه البخاري ومسلم)

“Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku takutkan dari kalian, yang lebih aku takutkan dari kalian adalah apabila kekayan materi dunia dihamparkan, sebagaimana dulu pernah dihamparkan kepada umat sebelum kalian, lalu kalian berlomba dan berebut untuk mendapatkannya, kemudian kalian hancur, sbagaimana mereka hancur.” (HR. Bukhari Muslim)

Bagaiamana ceritannya umat ini bisa hancur, sebuah pertanyaan dengan jawaban yang mudah. Kehancuran itu berawal dari hati yang dikotori penyakit berberbahaya karena ketergantungan kepada dunia. Barisan umat yang semula kuat menjadi berantakan, sikap saling percaya hilang, terjadi pertentangan dari semua lini, baik dalam organisasi maupun individunya.

Sarana kebersamaan tidak mampu menyatukan mereka, sebagian memakan sebagian yang lain dengan api kebencian dan permusuhan, saat itulah musuh mendapat kesempatan untuk mematahkan dan akhirnya menundukkan umat.

Mungkin mati bunuh diri atau karena musibah di rumah mereka, seandainya itu terjadi, itu lebih baik dari kehancuran umat yang digambarkan oleh Rasulullah saw. Namun realitas lebih memihak kepada apa yang diprediksikan oleh Rasulullah saw.



Sistem Ekonomi Islam : Cinta Dunia Sumber Kejahatan

Sistem Ekonomi Islam : Cinta Dunia Sumber Kejahatan


- Dikutip dari Eramuslim.com

Ajaran Islam tentang nilai-nilai hidup yang utama menyangkut semua segi kehidupan dan kegiatan manusia. Menurut Islam, tidak ada satupun segi kehidupan yang bersifat duniawi semata-mata. Setiap segi kehidupan manusia, termasuk masalah ekonomi, adalah bersifat spiritual, bila dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai Islam.

Ujian dan nilai-nilai inilah yang menentukan sifat sistem ekonomi Islam. Karena itu, pemahaman yang tepat akan tujuan dan nilai-nilai ini adalah mutlak perlu untuk mendapat gambaran perspektif sistem ekonomi Islam.

Tujuan dan nilai-nilai ekonomi Islam tersebut adalah :

1. Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma-norma moral Islam.

2. Persaudaraan dan keadilan universal.

3. Distribusi pendapatan yang adil.

4. Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial.

Keempat tujuan dan nilai-nilai tersebut di atas belumlah mencakup semua tujuan dan nilai-nilai ekonomi Islam, tetapi telah cukup memberikan kerangka yang memadai untuk mendiskusikan dan menyusun sistem ekonomi Islam dan menjelaskan ciri-ciri ekonomi Islam, yang membedakannya dari kedua sistem ekonomi yang menguasai sebagian besar dunia: kapitalisme dan sosialisme atau marxisme.

1. Kesejahteraan ekonomi dan norma-norma moral Islam

Berbicara tentang kesejahteraan ekonomi dan norma-norma yang berkaitan dengannya, Qur’an mengatakan:

“Wahai manusia! Nikmatilah apa yang halal dan baik dimuka bumi ini, tapi janganlah kamu ikuti langkah-langkah syetan” (QS. 2:168).

“Makan dan minumlah dari rizki yang telah diberikan Allah dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi” (QS. 2:60).

“Wahai orang-orang beriman! Janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah dihalalkan Allah bagimu; tapi janganlah kalian semua melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah dari rizki yang halal dan baik yang telah diberikan Allah kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu semua beriman” (QS. 5:87-88).

Ayat-ayat tesebut di atas, dan banyak lagi ayat-ayat lain yang serupa, menyampaikan pokok-pokok ajaran Al-Qur’an dalam masalah ekonomi. Islam menyerukan para pemeluknya untuk menikmati anugerah Allah dan melarang memberi batas kuantitatif terhadap pertumbuhan material masyarakat Islam. Bahkan Islam menyamakan usaha untuk mencapai kesejahteraan material dengan amal shalih.

“Dan bila shalat telah usai, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah anugerah Allah.....” (QS. 62:10).

“Bila Allah memberi kesempatan untuk mencari rizki kepada salah seorang di antaramu, maka hendaklah ia memanfaatkannya sampai habis atau sampai ia tidak menyukainya” (HR. Ibnu Majah, dalam Sunan-nya, 2:727).

“Seorang Muslim yang menanam pohon atau menanami sebidang tanah sedemikian rupa hingga burung, manusia, atau binatang makan dari padanya, maka tindakannya itu termasuk sedekah” (HR. Bukhari, dalam Shahih-nya 3:128; dan Muslim, dalam Shahih-nya, 3:1189).

“Barangsiapa yang mencari harta duniawi dengan cara yang halal untuk menghindarkan diri dari meminta-minta (mengharap uluran tangan orang lain), dan untuk berbuat baik kepada tetangganya, maka ia akan menemui Allah dengan wajah bersinar seperti bulan purnama” (HR. Baihaqi, dalam Misykat, 1:658).

Islam bahkan mengajarkan lebih jauh lagi. Islam menyerukan para pemeluknya untuk menguasai dunia dan mengeksplorasi alam, karena menurut Qur’an semua sumber daya di langit maupun di bumi diciptakan untuk kepentingan manusia.

“Sesungguhnya Allah telah menundukkan bagimu segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi dan memberikan karunianya kepadamu, baik yang nyata maupun yang tersembunyi” (QS. 31:20). Lihat juga: 14:32-33; 16:12-14; 22:65; dan 45:12.

Jelaslah, kita bisa menyimpulkan bahwa pencapaian kesejahteraan ekonomi harus menjadi salah satu dari tujuan-tujuan ekonomis masyarakat Islam, karena hal itu merupakan manifestasi dari usaha yang terus menerus, melalui riset dan pengembangan teknologi, untuk memanfaatkan sumber-sumber daya yang disediakan Allah untuk kepentingan dan peningkatan kualitas hidup manusia, dan dengan demikian menunjang usaha untuk mencapai tujuan diciptakannya manusia.

Islam melarang pemeluknya untuk mengemis atau mengharap uluran tangan dan belas kasihan orang lain, tetapi menyuruh mereka untuk berusaha sendiri mencari nafkah, betapapun sulitnya.

“Jangan meminta suatu apapun dari orang lain” (HR. Abu Dawud, dalam Sunan-nya, 1:382).

“Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah” (HR. Bukhari, dalam Shahih-nya, 2:133).

“Tidak ada penghasilan yang lebih baik yang diperoleh seseorang daripada hasil kerjanya sendiri” (HR. Ibnu Majah, dalam Sunan-nya, 2:723).

Dari dalil tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu tujuan-tujuan ekonomis masyarakat Islam haruslah berupa menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomis yang sedemikian rupa hingga mereka yang ingin bekerja dan yang mencari pekerjaan dapat memperoleh pekerjaan yang menguntungkan sesuai dengan kemampuan mereka.

Bila hal ini tidak tercapai, maka masyarakat Islam tidak bisa dikatakan berhasil dalam tujuannya, bahkan dalam tujuan spiritualnya pun. Karena orang-orang yang tidak punya mata pencaharian akan hidup sengsara tak terkira, kecuali bila mereka bergantung pada sedekah atau menjadi pengemis, atau melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan moral. Padahal, hal-hal tersebut, terutama dua hal yang disebut terakhir, adalah bertentangan sekali dengan jiwa Islam.

Penekanan Islam terhadap kesejahteraan ekonomi bersumber dari pesan yang dibawanya sendiri. Islam datang dengan fungsi sebagai “rahmat” bagi seluruh umat manusia, dengan tujuan membuat hidup lebih berkecukupan dan berharga, bukannya lebih miskin dan penuh kesusahan. Berkata Al-Qur’an:

“Tiadalah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. 21:107).

“Wahai manusia! Sungguh telah datang kepadamu suatu peringatan dari Rabb-mu, dan penyembuh bagi (penyakit) yang ada dalam hatimu, dan bagi orang-orang yang beriman, suatu bimbingan dan rahmat” (QS. 10:57).

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, bukannya kesukaran” (QS. 2:185).

“Allah berkehendak untuk meringankan bebanmu, karena manusia diciptakan dalam keadaan lemah” (QS. 4:28).

“Allah tidak berkehendak memikulkan beban ke atas pundakmu, tapi Dia berkehendak untuk mensucikan kamu dan melengkapkan anugerah-Nya kepadamu agar kamu semua bersyukur” (QS. 5:6).

Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an ini, para ahli hukum Islam seluruhnya setuju bahwa melayani kebutuhan orang banyak dan meringankan kesulitan-kesulitan mereka adalah tujuan utama syari’ah.

Imam Ghazali menyatakan bahwa maqashidusy-syari’ah (tujuan syari’ah) adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang kuncinya terletak pada penjagaan iman, hidup, akal, anak keturunan, dan harta benda mereka; dan bahwa karena itu apa pun yang memantapkan kelima hal ini berarti telah melayani kepentingan masyarakat dan dinilai baik sekali.

Ibnul Qayyim menekankan bahwa dasar syari’ah adalah kebijaksanaan dan kesejahteraan masyarakat di dunia dan di akhirat. Kesejahteraan ini terletak pada keadilan yang penuh, belas kasih, kemakmuran dan kebijaksanaan. Apa pun yang menyimpang dari keadilan dan mencerminkan penindasan, kekejaman, kesengsaraan, sama sekali tak ada hubungannya dengan syari’ah.

Seorang Muslim mungkin saja berlaku berlebihan untuk mengejar tingkat ekonomi yang lebih makmur dan sejahterta dengan menempatkan kesejahteraan material itu sendiri sebagai tujuan sedang nilai-nilai spiritual diabaikannya.

Dengan kata lain, ia mencari kekayaan dengan cara-cara yang tidak jujur, mengeksploitir orang lain, memperlakukan orang lain dengan zhalim dan tidak adil, dan tidak berusaha meningkatkan kesejahteraan orang lain dengan apa yang dimiliki atau disimpannya. Dengan demikian, karena Islam juga berusaha untuk “mensucikan” hidup, maka Qur’an dengan jelas memperingatkan kaum Muslimin akan bahaya ini:

“Apabila shalat telah usai, maka bertebaranlah kamu semua di muka bumi mencari karunia Tuhan-mu, serta ingatlah kepada Allah banyak-banyak agar kamu semua berjaya” (QS. 62:10).

Pada umumnya para Ulama menafsirkan kalimat “mengingat Allah banyak-banyak”, sebagai menjalani kehidupan dengan penuh tanggung jawab moral sesuai dengan norma-norma Islam, bukan mencurahkan sebagian besar waktu hanya untuk berdo’a atau menghitung-hitung butir tasbih, mencari rizki hanya dengan cara-cara yang dibenarkan dan meninggalkan cara-cara yang tidak dibenarkan, dan memandang harta sebagai sesuatu yang akan diperhitungkan Allah kelak. Nabi saw mengingatkan:

“Takutlah pada Allah dan bersikap sederhanalah dalam mencari kekayaan; ambillah hanya yang dihalalkan dan tinggalkanlah yang diharamkan Allah” (HR. Ibnu Majah, dalah Sunan-nya, 2:725).

Dalam konteks ini mungkin akan lebih mudah untuk memahami ayat-ayat Qur’an dan Hadits yang menekankan bahwa sifat dunia ini dan segala isinya adalah bersifat sementara. Tetapi, sifat sementara disini bukanlah dalam arti mutlak, melainkan dalam hubungannya dengan nilai-nilai spiritual.

Apabila harta benda dunia bisa diperoleh tanpa mengorbankan cita-cita spiritual, maka meninggalkan usaha mencari harta benda tidak lagi mengandung nilai kesalehan, seperti dikatakan oleh Rasulullah saw: “Tidak ada salahnya harta benda bagi orang-orang yang takut kepada Allah” (HR. Bukhari, dalam Shahih-nya, 1:113).

Tetapi apabila terjadi konflik, maka kita harus merasa puas dengan apa yang kita peroleh dengan jalan yang benar, walaupun hanya sedikit, seperti dinyatakan oleh Al-Qur’an:

“Katakanlah: Yang buruk dan yang baik tidaklah sama, meskipun banyaknya yang buruk memukau pandanganmu; karena itu peliharalah kewajibanmu terhadap Allah, wahai orang-orang yang mengerti, agar kamu semua memperoleh kejayaan” (QS. 5:100).

Seseorang yang lebih memperhatikan nilai-nilai Islam yang abadi daripada kesenangan duniawi tidak akan ragu-ragu berkorban seperti ini karena ia mengerti dan menghayati apa yang dimaksud oleh Nabi dengan sabdanya bahwa: “Cinta kepada dunia adalah sumber segala kejahatan” (HR. Baihaqi, Misykat, 2:659), dan bahwa: “Siapa saja yang mencintai dunia akan mengalami kerugian di akhirat, dan siapa saja yang mencintai akhirat akan mengalami hambatan di dunia; karena itu pilihlah yang abadi daripada yang semu dan sementara” (HR. Ahmad, dalam Musnad-nya, 2:562).

Ucapan-ucapan Nabi ini menjelaskan cara Islam menciptakan keserasian antara materi dan moral, dengan mendesak pemeluk-pemeluknya untuk berusaha mencapai kesejahteraan material, tetapi pada waktu yang sama juga menekankan agar mereka menempatkan usaha material tersebut di atas dasar moral dan dengan demikian memberikan orientasi spiritual kepada usaha material.

“Dan berusahalah untuk mencapai tempat kediaman di akhirat dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadamu, tapi jangan kamu lupakan bagian keduniaanmu; dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. 28:77).

“Orang yang paling baik adalah yang mementingkan masalah-masalah keduniaan disamping masalah-masalah keakhiratan” (HR. Ibnu Majah, dalam Sunan-nya, 2:725).

“Bukanlah yang terbaik diantaramu yang mengabaikan urusan dunia demi akhiratnya, bukan pula yang mengabaikan akhiratnya demi urusan dunianya. Yang paling baik diantaramu adalah orang yang mengambil bagian dari keduniaan di samping keakhiratan” (HR. Mawardi, dalam Al-Jami’ush-Shaghir, Syuyuti, 2:135).

Penekanan yang sama pada segi hidup material dan spiritual ini adalah ciri yang unik dari sistem ekonomi Islam. Masalah spiritual dan material telah dijalin satu dengan yang lain agar keduanya dapat berfungsi sebagai sumber kekuatan yang saling menunjang dan bersama-sama menunjang kesejahteraan hidup yang sejati. Pengabaian salah satu dari keduanya akan mengakibatkan tak tercapainya kesejahteraan hidup yang sejati.

Kalau hanya kesejahteraan material saja yang diperhatikan dan dibiarkan saja timbul ketidak-serasian moral dan kultural, maka akan timbul ketimpangan-ketimpangan yang semakin meningkat, seperti depresi, stres, frustasi, kejahatan, perselingkuhan, perceraian, penyakit-penyakit kejiwaan dan bunuh diri, yang semuanya itu menunjukkan tidak adanya kebahagiaan batin dalam kehidupan individu.

Sebaliknya kalau hanya kebutuhan spiritual saja yang diperhatikan, maka hidup menjadi tidak praktis dan tidak realistis, dan akan menimbulkan dikotomi serta konflik antara nilai-nilai material dan spiritual, yang bisa mengancam seluruh nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Sintesa antara masalah material dan spiritual inilah yang tidak terdapat pada sistem kapitalisme maupun komunisme. Karena pada dasarnya, keduanya adalah sekuler dan tidak mengandung nilai-nilai moral, atau bersikap netral terhadap moral.

Memang, tidak bisa diingkari keberhasilan sistem kapitalisme dalam masalah efisiensi mekanisme produksi dan peningkatan standar hidup material, juga keberhasilan sistem sosialisme dalam usaha mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Tetapi baik sistem kapitalisme maupun sosialisme telah mengabaikan kebutuhan-kebutuhan spiritual dalam diri manusia, yang berdampak munculnya anarkhisme pada segenap sendi-sendi kehidupan masyarakat. (bersambung)



Wednesday, May 26, 2010

Respon Demam Dalam Tubuh

Respon Demam Dalam Tubuh


Oleh Dr. Mohamad Daudah

مَثَلُ الْمُسْلِمِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَالْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اِشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَى

“Perumpamaan orang-orang muslim beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh meresponnya dengan merasa demam.” (HR Muslim)

Penelitian modern secara intensif dan berturut-turut mengungkapkan fakta-fakta luar biasa tentang interaksi antara organ-organ tubuh manusia ketika terancam dengan bahaya seperti cedera atau sakit. Para peneliti juga menemukan strategi dan fungsional tanggapan yang diambil oleh seluruh organ-organ tubuh setiap kali satu organ mengalami cedera atau sakit, dan tanggapan ini berbeda-beda menurut sifat cedera.

Segera setelah infeksi atau cedera terjadi, pusat sensoris mulai memanggil kontrol dan pusat-pusat peringatan di hipotalamus. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan panggilan terhadap kelenjar pituitari untuk mengeluarkan hormon yang memanggil seluruh kelenjar endokrin untuk mengeluarkan hormon mereka, yang mendesak semua organ tubuh untuk menyelamatkan organ yang terancam. Oleh karena itu, keluhan itu nyata, dan panggilan tersebut mengandung pengertian yang hakiki, bukan suatu metaforis. Panggilan, dalam hal ini, berarti bahwa setiap bagian tubuh memanfaatkan energi untuk menyelamatkan bagian yang terancam rusak. Jantung, misalnya, mulai berdetak lebih cepat untuk membantu sirkulasi darah dan mencapai organ yang terluka.

Pada saat yang sama, pembuluh darah di organ yang terluka menglaami kontraksi, sedangkan pembuluh lain di seluruh tubuh berkembang dalam rangka untuk mengirim jumlah energi, oksigen, antibodi, hormon, dan asam amino yang diperlukan ke bagian yang cedera untuk membantu melawan infeksi atau cedera dan untuk menyembuhkan dengan cepat.

Tubuh mulai collapse, yaitu dengan memecah-belah bagian dari lemak dan protein yang tersimpan, dalam rangka untuk memberikan bantuan bagi organ yang cedera. Ia terus mengalirkan, dan ‘pengorbanan’ berlanjut hingga proses penyelamatan mereda, ketika cedera atau penyakit terkendali, dan sel-sel jaringan yang terinfeksi disembuhkan.

Panggilan dari bagian yang terluka atau terinfeksi sama persis dengan panggilan bantuan yang nyata; tempat yang terinfeksi melepaskan pulsa ke saraf sensoris dan pusat-pusat peringatan otak. Selain itu, beberapa zat kimia diproduksi bersamaan dengan tetesan darah pertama atau ketika sebuah jaringan robek. Kemudian, semua organ tubuh merespon untuk memberikan bantuan bagi organ yang terinfeksi sesuai dengan sifat cedera atau penyakit.

Apa yang disebutkan dalam hadis itu benar-benar terjadi, karena semua organ tubuh saling memanggil untuk menyelamatkan organ yang terinfeksi, dan umat Islam harus seperti itu: Ketika suatu daerah mengalami agresi apapun, maka seluruh umat harus menghubungi satu sama lain untuk memberikan bantuannya.

Anda tidak menemukan kata yang lebih akurat daripada kata tada’a (saling memanggil) untuk menggambarkan satu organ tubuh sakit. Jadi di sini ada mujizat linguistik, retorika, dan ilmiah pada waktu yang sama. Nabi Saw. mengatakan kepada kita apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh manusia tanpa perlengkapan atau peralatan, dan beliau sangat tepat dalam menggunakan kata-kata dan kalimat-kalimat retoris.

Yang lebih menakjubkan adalah kenyataan bahwa nama yang digunakan dokter untuk menyebut sistem saraf yang berinteraksi ketika tubuh terinfeksi atau terluka adalah: the lover, kind, and merciful (sang kekasih, baik hati, dan penuh belas kasihan), sama seperti kata-kata Nabi Saw. dalam hadis.



Bagaimana Menyentuh Hati

Bagaimana Menyentuh Hati


Life Skill

29/7/2009
07 Sya'ban 1430 H
Hits: 7.304

Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com – Betapa senang jika kita punya banyak teman. Betapa gembira jika perkataan dan perintah kita diikuti orang lain. Ternyata kuncinya ada pada suasana qalbu kita. Sehingga Rasulullah saw. mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hati yang bersih. Sebagaimana sabda beliau;

اَلاَ اِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَة اِذا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُهُ وَاِذا فَسَدَتْ فَسَدَالجَسَدُ كُلُهُ اَلاَ وَهِيَ القَلْبُ (روه البخاري ومسلم)

“Ketahuilah bahwa sesunggunhynya dalam jasad itu terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa ia adalah hati (qalbu).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sungguh beruntung bagi siapapun wabilkhusus aktifis dakwah , yang mampu menata qolbunya menjadi hati yang baik, bening, jernih, bersih, dan selamat (صَلَحَتْ ).

Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qolbu yang tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya. Karena selain senantiasa merasakan kelapangan, ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia ini, pancaran kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap aktivitas yang dilakukan (صَلَحَ الجَسَدُ كُلُهُ) .

Betapa tidak, orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan jauh lebih jernih, bagai embun menggelayut di ujung dedaunan di pagi hari yang cerah, lalu terpancari sejuknya sinar mentari pagi; jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Tidak berlebihan jika setiap orang akan merasa nikmat menatap pemilik wajah yang cerah, ceria, penuh sungging senyuman tulus seperti ini.

Begitu pula ketika berkata, kata-katanya akan bersih dari melukai, jauh dari kata-kata yang menyombongkan diri, terlebih lagi ia terpelihara dari kata-kata riya. Subhanallah!. Setiap butir kata yang keluar dari lisannya, yang telah tertata dengan baik ini, akan terasa sarat dengan hikmah, sarat dengan makna, dan sarat akan manfaat. Tutur katanya bernash dan berharga. Inilah buah dari gelegak keinginan di lubuk hatinya yang paling dalam untuk senantiasa membahagiakan orang lain.

Hati yang bersih merupakan buah dari amal yang diperbuat seseorang. Bakr bin Abdullah Al-Muzanni, seorang tabi’in mengungkapan akan hal ini seperti dalam penuturannya;

“إذَا وَجَدْتَ مِنْ إِخْوَانِكَ جَفَاءً، فَتُبْ إلىَ اللهِ فَإِنَّكَ أَحْدَثْتَ ذَنْبًا،

وَإِذَا وَجَدْتَ مِنْهُمْ زِيَادَةَ وُدٍّ، فَذَلِكَ لِطَاعَةٍ أَحْدَثْتَهَا فَاشْكُرِ اللهَ تعالى

Jika kalian mendapati pada saudaramu kekeringan, maka segeralah bertaubat kepada Allah, karena sesungguhnya itu merupakan akibat dari dosa yang ia kerjakan. Dan apabila kalian mendapati dari mereka bertambah kasih sayang, yang demikian itu merupakan buah dari ketaatan, maka bersyukurlah kepada Allah.

Orang yang bersih hati, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih. Baginya tidak ada waktu untuk berpikir jelek. Apalagi berpikir untuk menzhalimi orang lain, sama sekali tidak terlintas dibenaknya. Waktu baginya sangat berharga. Mana mungkin sesuatu yang berharga digunakan untuk hal-hal yang tidak berharga? Sungguh suatu kebodohan yang tidak terkira. Karenanya dalam menjalani setiap waktu yang dilaluinya ia pusatkan segala kemampuannya untuk menyelesaikan setiap tugas hidupnya. Tak berlebihan jika orang yang bersih hati seperti ini akan lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih mudah menyerap aneka ilmu pengetahuan, dan lebih cerdas dalam melakukan beragam kreativitas pemikiran. Bersih hati ternyata telah membuahkan aneka solusi optimal dari kemampuan akal pikirannya. Subhanallah!

Kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari kemampuannya menata qolbu. Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah terjaga, ketegangan berkurang, dan kondisi diri yang senantiasa diliputi kedamaian. Tak berlebihan jika tubuh pun menjadi lebih sehat, lebih segar, dan lebih fit. Tentu saja tubuh yang sehat dan segar seperti ini akan jauh lebih memungkinkan untuk berbuat banyak kepada umat.

Tarnyata hati yang bersih, sangat banyak manfaatnya. Apalagi kita sebagai aktifis dakwah. Aktifis dakwah yang telah tertata hatinya adalah aktifis yang telah berhasil merintis tapak demi tapak jalan ke arah kebaikan. Tidak mengherankan ketika ia menjalin hubungan dengan sesama manusia pun menjadi sesuatu yang teramat mengesankan. Hati yang bersih akan mampu menaklukan hati orang lain dan itulah wasilah dakwah kita sebelum kita menaklukan hati orang lain. Abbas As-sisi mengatakan Abbas:

كَسْبُ الْقُلُوبُ مُقَدَّم على كَسْبِ العُقُولِ

”Menaklukan hati lebih didahulukan sebelum menaklukan akalnya.”

Hati yang bersih, ibarat magnet yang dapat menarik benda-benda di sekitarnya. Akan terpancar darinya akhlak yang indah mempesona, rendah hati, dan penuh dengan kesantunan. Siapapun yang berjumpa dengannya akan merasakan kesan yang mendalam, siapapun yang bertemu dengannya akan memperoleh aneka manfaat kebaikan, bahkan ketika berpisah sekalipun, orang seperti ini menjadi buah kenangan yang tak mudah dilupakan. Dan tentunya bagi seorang aktifis dakwah, hati yang bersih merupakan modal untuk dapat menaklukan hati-hati manusia untuk diajak ke jalan yang benar yang kemudian digiring bersama-sama untuk berjuang di jalan Allah swt.

Penting bagi setiap aktifis dakwah untuk mentadabburi hadits Rasul saw. berikut ini;

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ .) رواه البخاري ومسلم(

”Ruh-ruh itu bagaikan prajurit yang selalu bersiap siaga. Maka siapa yang mengenalnya ia akan bersatu dan jika tidak mengenalnya akan berpecah.” (HR. Bukhori Muslim)

Subhanallah!, lebih dari semua itu, kebersihan hati pun ternyata dapat membuat hubungan dengan Allah swt. menjadi luar biasa membawa manfaat. Dengan berbekal keyakinan yang mendalam, mengingat dan menyebut-Nya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, membuat hatinya menjadi tenang dan tenteram. Konsekuensinya, dia pun menjadi lebih akrab dengan Allah, ibadahnya lebih terasa nikmat dan lezat. Begitu pula doa-doanya menjadi luar biasa mustajab. Mustajabnya doa tentu akan menjadi solusi bagi persoalan-persoalan hidup yang dihadapinya. Dan yang paling luar biasa adalah karunia perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla di akhirat kelak, Allahu Akbar. Allahu a’lam



Monday, May 24, 2010

Peranan Shalat Dalam Kehidupan Umat (1)

Peranan Shalat Dalam Kehidupan Umat (1)



Oleh Saiful Islam Mubarak

MUKADIMAH

Segala puji milik Allah. Hanya karena-Nya qalbu semua hamba bisa meraih khusyu’, hanya karena cinta kepada-Nya jiwa mereka mencapai kepuasan, hanya karena takut kepada-Nya airmata mereka mengalir deras, hanya dengan taufiq-Nya ilmu mereka bermanfaat, hanya karena rahmat-Nya doa mereka dikabulkan, dan hanya karena ampunan-Nya amal mereka diterima.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada sang teladan, Muhammad pembawa syafa’at, keluarganya, shahabatnya, dan kepada semua yang pengikutnya sampai hari di mana tidak berguna harta dan anak selain bagi orang yang menghadap kepada Allah dengan qalbun salim.

Dengan shalat, dapat diketahui perbedaan antara Muslim dengan non-Muslim dan dengan khusyu’, dapat dibedakan siapa yang mencintai Allah dan siapa yang tidak mencintai-Nya. Jika seseorang sudah mendapat nikmat cinta, komunikasi dengan yang dicintainya senantiasa dijadikan sebagai aktivitas utama. Bahkan, aktivitas lain pun akan

diarahkan untuk meraih kepuasan hati dalam berkomunikasi dengan yang dicintainya.

Orang yang mencintai Allah akan berupaya untuk selalu berkomunikasi dengan-Nya. Jika seseorang sudah mengenal cinta, ia akan selalu berusaha untuk sering bertemu dengan kekasihnya. Jika ia bertemu dengan kekasihnya, ia pun akan berusaha agar hubungannya senantiasa terpelihara. Akan tetapi, hal ini tidak akan terjadi jika sang kekasih sedang jauh darinya.

Jika sang kekasih sedang jauh, ia akan menahan kerinduannya dan kerinduan tersebut dapat terbayar jika ia mendapat surat dari sang kekasih. Ia akan membaca berulang kali surat tersebut tanpa bosan meski isi surat tersebut sudah di luar kepala. Akan tetapi, apa yang harus dilakukan jika surat itu tidak kunjung datang? Ia akan merasa kesepian sekaligus ketakutan kalau kekasihnya tidak lagi mencintainya.

Sungguh beruntung orang yang mendapat karunia cinta Ilahi. Setiap kali ia ingin berkomunikasi dengan-Nya, ia dapat melakukannya di mana saja. Tatkala ia merasakan kerinduan dan ingin mendapat sepucuk surat, ketika itu pula ia akan mendapati surat tersebut di hadapannya, dan tatkala surat tersebut ia baca, kandungannya tidak pernah selesai dibaca karena surat tersebut mengandung makna yang tak pernah selesai

dikaji sehingga ia tidak akan merasa bosan untuk membacanya walaupun sudah hafal kalimat demi kalimat.

Ketika ia ingin membaca surat-Nya, ia dapat melakukannya setiap saat. Ketika ia membaca surat-Nya baik dengan suara atau pun dengan hati, sesungguhnya Pengirim surat melihat dan mendengarnya. Jika ia ingin mendekati-Nya, sesungguhnya Dia senantiasa dekat dan lebih dekat dari urat nadinya sendiri. Oleh karena itu, jika seorang hamba sedang membaca surat-Nya yang berjumlah seratus empat belas surat kemudian

menjawab surat tersebut dengan lisan, sesungguhnya Dia mendengar suara hamba-Nya dan menyaksikan reaksinya terhadap kandungan surat tersebut.

Jika dengan membaca surat itu muncul keinginan, sesungguhnya Dia mengetahui keinginan hamba tersebut meski tidak diungkapakan dan jika ia mengungkapkan, sesungguh-nya Allah Maha Mendengar dan Merespon semua ungkapan hamba-Nya.

Suasana seperti ini dapat diraih ketika seorang hamba menunaikan shalat karena dalam shalat, seorang hamba menemukan saat yang tepat untuk berkomunikasi dengan Allah. Apakah kita meraih nikmat komunikasi dengan Allah dalam shalat kita? Semoga pada shalat berikutnya kita menikmati cinta sejati saat berdialog dengan Yang Mahatinggi.

Hubungan Ibadah dengan Akhlak

Karena Islam adalah ajaran yang pasti benar dan baik, maka semua ibadah yang ditetapkan dalam Islam pasti benar di hadapan Allah dan baik dalam pandangan manusia. Benar adalah ketetapan dari Allah, sementara baik sangat erat hubungannya dengan penilaian manusia yang terkadang budaya pun ikut terlibat dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu, tidak semua yang baik itu benar,

namun semua yang benar pasti baik kecuali menurut orang yang sudah dikuasai oleh budaya non-Islam.

Demikian pula halnya dengan masalah ibadah, banyak ibadah yang dinilai baik menurut manusia, namun tidak di mata Allah karena tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah saw. Dikaitkan dengan konteks akhlak, hanya orang yang berusaha mengikuti contoh Rasulullahlah yang akan memiliki nilai mulia di hadapan Allah dan akan terlihat pula perilaku terpujinya dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak mereka akan berguna bagi kaum Muslimin lainnya.

Pengertian tersebut dapat disederhanakan dengan beberapa poin berikut ini:

1. Semua yang benar pasti baik, namun tidak semua yang baik pasti benar.

2. Orang yang benar ibadahnya pasti terpuji akhlaknya, namun tidak semua akhlak terpuji dibentuk oleh ibadah yang benar.

3. Orang yang baik interaksinya dengan Allah pasti baik interaksinya dengan sesama, namun tidak semua orang yang baik interaksinya dengan sesama, baik pula interaksinya dengan Allah.

4. Orang yang mampu menunaikan shalat dengan benar pasti akan baik interaksinya dengan sesama karena shalat yang benar akan mencegah perbutan keji dan munkar. Akan tetapi, orang yang jauh dari perbuatan keji dan munkar belum tentu mampu malaksakan shalat dengan benar sebab, boleh jadi seseorang jauh dari perbuatan keji dan munkar karena faktor lain.

5. Orang yang sudah mampu menunaikan shalat dengan benar pasti selamat dan bersih lidahnya dari perkataan yang menyakiti sesama. Orang yang senang menghina dan meremehkan sesama pasti belum benar shalatnya, meski ia rajin menunaikannya. Hal ini tidak berarti bahwa orang yang aman lidahnya dari perkataan kotor merupakan bukti ia sudah benar shalatnya sebab boleh jadi kebersihan lidah dari kotornya perkataan terjadi karena faktor lain.

6. Jika orang yang baik akhlaknya belum tentu dikatakan shalatnya benar, maka orang yang buruk akhlaknya sangat pasti shalatnya bermasalah. Jika orang yang baik akhlaknya saja tidak patut mengaku sudah benar, apalagi orang yang buruk akhlaknya, sungguh tidak patut mengaku bahwa dirinya sudah menunaikan ibadah dengan benar, kendatipun ia meyakini bahwa ibadahnya telah memenuhi syarat dan rukun sebab benarnya ibadah tidak dapat dicapai hanya berdasar kepada syarat dan rukun, namun juga harus memerhatikan terhadap penjiwaan dan penghayatan akan hakikat ibadah itu sendiri.

Ibadah dan Persoalan Pemahamaan Kita

Kehidupan kaum Muslimin jelas berbeda dengan masyarakat lainnya. Sebagai contoh, ketika terdengar adzan, kaum Muslimin menyadari bahwa mereka dipanggil untuk melaksanakan shalat berjamaah dan harus segera menunda berbagai kesibukannya. Hal ini merupakan satu fenomena yang sangat menggembirakan.

Kemudian juga, semua masjid adalah milik umat Islam. Setiap orang yang telah membangun masjid merasa bahagia jika kaum Muslimin berdatangan untuk memanfaatkannya. Mereka tidak ditanya dari mana asal apalagi sampai bertanya kartu anggota. Sungguh, hal ini tidak pernah terjadi karena dalam Islam tidak mengenal kartu anggota masjid. Inilah tijârah (bisnis) yang murni untuk mencari keuntungan ukhrawi.

Akan tetapi, dibalik itu semua, masih tersimpan pertanyaan, bagaimana caranya menerapkan keharmonisan di masjid dalam segala aspek kehidupan kita? Ternyata, masyarakat Muslim kita masih dihadapkan kepada beberapa masalah sosial keagamaan yang harus segera dicarikan solusinya, antara lain:

a. Sibuk dengan Fiqih dan Melupakan Syariat.

Perbedaan praktik shalat yang terjadi di kita lebih karena pemahaman terhadap nash yang beragam dan perbedaan tersebut kerap membawa umat kepada perselisihan yang berkepanjangan. Ujung-ujungnya, mereka mendirikan organisasi keagamaan untuk dijadikan “dewan fatwa” yang menetapkan salah dan benarnya ibadah seseorang. Mereka mengklaim bahwa pemahamannyalah yang benar dan pendapat yang berbeda dengannya dicap salah, padahal sumber hukum mereka adalah sama, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Mereka juga mengkalim bahwa merekalah yang tepat dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah.

Fenomena keberagamaan ini umat Islam dewasa ini, khususnya di tanah air, demikian adanya. Mereka sibuk mempertahankan fiqih mereka namun melupakan syariat. Mereka lupa untuk apa disyariatkan shalat kepada semua manusia. Mereka lupa, yang mereka “tuhankan” adalah fiqih dan fiqih adalah produk manusia yang tidak lepas dari kemungkinan benar dan salah.

Oleh karena itu, kepada semua pihak diharapkan, di samping meyakini bahwa yang mereka pahami adalah benar, namun sangat penting juga untuk menyediakan ruang dalam dadanya guna mengakui kelemahan dan adanya kemungkinan yang lebih tepat dari pendapat mereka.

b. Sibuk dengan Perbedaan dan Melupakan Persamaan.

Betapapun banyaknya perbedaan di kalangan umat Islam dalam memahami masalah fiqih, janganlah hal itu menimbulkan kedengkian dan permusuhan. Kaum Muslimin harus sadar bahwa saat ini ada sebuah konspirasi global musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dan umatnya. Kalau kondisi umat Islam lemah dan bercerai berai akibat perbedaan pemahaman terhadap masalah-masalah furu’, musuh-musuh Islam

itu akan dengan mudah menghancurkannya.

Umat Islam juga harus mengetahui bahwa selain banyak perbedaan, mereka memiliki persamaan yang jauh lebih banyak dari perbedaan yang ada. Inilah sejatinya yang harus menjadi perekat antarsesama kaum Muslimin. Mereka sepakat shalat harus dilaksanakan di masjid, mereka sepakat mebahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya, dan lain sebagainya.

c. Sibuk Memikirkan Cara dan Melupakan Tujuan.

Para ulama fiqih kita telah mencurahkan segala daya demi tersebarnya ajaran Islam ke seluruh dunia. Mereka juga khawatir kalau umat Islam salah paham dalam mengkaji syariat. Oleh karena itu, mereka membuat kaidah-kaidah fiqih yang bisa dijadikan salah satu metode untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah. Akan tetapi, sebagaimana metode lainnya, metode mereka pun tidak memiliki kebenaran mutlak sehingga mungkin bisa dipakai pada satu zaman, namun dianggap usang untuk zaman selanjutnya.

Di antara kaidah fiqih yang mereka buat adalah:

اَلأَصْلُ فِي الْعِبَادَةِ اَلْبُطْلاَنُ حَتىَّ يَدُلُّ عَلَيْهِ الدَّلِيْلُ

Asal ibadah adalah batil (tidak sah) sehingga ada dalil yang memerintahkannya. Kaidah ini dijadikan pegangan oleh kaum Muslimin untuk menegaskan bahwa semua ibadah harus berdasarkan kepada dalil. Tanpa dalil, semua praktik ibadah dinyatakan bid'ah. Muncul pertanyaan, apakah kaidah ini dapat diterapkan setiap zaman dan kondisi atau tidak? Tentu saja jawabannya tidak karena ketika kaidah tersebut diterapkan tanpa

memerhatikan ruang dan waktu, sangat memungkinkan muncul persoalan baru, padahal ibadah yang benar adalah solusi bagi setiap persoalan.

Untuk menghindari kesalahan penerapan kaidah ini, ada baiknya kita perhatikan beberapa pertanyaan di bawah ini:

 Sejauh mana penafsiran kaidah tersebut dan untuk siapa dibuat?

 Apakah kaidah tersebut memiliki kebenaran yang berlaku untuk setiap zaman dan generasi, padahal kedudukannya tidak sama dengan Al Qur'an dan As Sunnah?

 Jika kaidah tersebut bukan diambil dari Al Qur'an dan As Sunnah, lantas siapakah yang menjamin kebenaran kaidah tersebut?

 Dalam kosa kata hukum, sebelum ada ketetapan maka diperlukan ketentuan umum yang menjelaskan definisi kata tersebut. Apakah kaidah tersebut mempunyai ketentuan umum?

 Apakah yang dimaksud dengan al ashl dalam kaidah tersebut?

 Adam adalah golongan manusia yang pertama kali beribadah. Lalu, apakah ibadah Adam itu batil?

 Apakah kata ibadah dalam kaidah tersebut meliputi semua ibadah atau sebagiannya saja?

 Bukankah kita diperintah untuk menjadikan segala aspek kehidupan kita itu ibadah?

 Apakah ibadah kita dalam berpolitik, berekonomi, dan bersosial harus mencontoh Rasul saw. secara harfiyah, sehingga jika tanpa dalil dikalim batil?

 Kata al ibâdah dalam kaidah tersebut berbentuk ma’rifat. Dengan tanpa didahului kalimat ibadah sebelumnya, maka alif lam dalam kata al ibâdah bermakna للاستغراق yang meliputi semua makna yang terkandung dalam kata ibadah. Jika yang dimaksud dengan kata al 'ibâdah itu ibadah mahdhah, maka kaidah tersebut tidak lengkap karena tidak memasukkan kata mahdhah. Lantas, perlukah kaidah ini diperbaiki?

 Jika al ibâdah di sini adalah ibadah mahdhah, dari mana munculnya istilah mahdhah?

 Jika kaidah tersebut terbukti belum lengkap dan masih perlu penjelasan, apakah sesuatu yang belum jelas dan tidak lengkap dapat dipaksakan untuk dijadikan pegangan bagi semua orang?

 Jika ada kaidah lain yang tidak sama, manakah yang harus diambil? Kaidah ushul fiqh adalah salah satu metodologi untuk mengambil hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah, karya para ulama besar kita. Oleh karena itu, beberapa pertanyaan tersebut tidak dimaksudkan untuk menolak hasil ijtihad mereka, namun dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita diharapkan dapat mengasah budaya kritis kita dalam memahami apa pun pernyataan selain Al Qur’an dan As Sunnah. Ini dari satu sisi dan di sisi lain, kita diharapkan tidak terjebak dengan metode yang membuat kita melupakan tujuan karena kita meyakini bahwa pernyataan manusia dapat diterima dan dapat ditolak kecuali sabda Rasulullah Saw.

Allah Swt. berfirman,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

Apa yang Rasul bawa untuk kalian maka ambillah dan apa yang beliau larang maka jauhilah (Q.S. Al Hasyr, 59: 7). Ada dua sikap yang tegas yang harus diambil berdasarkan ayat tersebut, yaitu mengikuti apa yang dibawa Rasul dan menjauhi apa yang

dilarangnya. Sementara apa yang tidak dibawa dan tidak pula dilarang, kemungkinan memunculkan perbedaan. Demikian pula menetapkan sesuatu yang tidak ditetapkan Rasul atau melarang sesuatu yang tidak dilarangnya, sangat mungkin menimbulkan pro dan kontra, termasuk memaksakan suatu kaidah tertentu dalam memahami hukum syar’i.

Dewasa ini, karena kaidah-kaidah yang dibuat para ulama, muncul berbagai istilah baik dalam fiqih ataupun aqidah. Istilah-istilah tersebut cukup populer di kalangan kaum Muslimin, seperti: syarat, rukun, wajib, sunnat, makruh dan lain-lain. Masing-masing istilah tersebut telah diberi definisi yang tidak mustahil ditemukan perbedaan

antara satu definisi dengan definisi lainnya. Kita ambil satu contoh, yaitu istilah rukun. Istilah ini memunculkan beberapa pertanyaan:

1. Apakah dalam Al Qur’an dan As Sunnah terdapat kata rukun dengan konteks kaidah para ulama fikih dan aqidah?

2. Siapakah yang pertama kali memopulerkan istilah tersebut?

3. Bolehkah kita menolak istilah tersebut?

4. Bolehkah kita menambah atau mengurangi jumlah rukun-rukun tersebut dari yang telah ditetapkan oleh para ulama?

d. Antara Kuantitas dan Kualitas Tidak Seimbang.

Ketika umat Islam mempelajari satu hadis tentang shalat tanpa melihat hadits-hadits lain yang menerangkan tema yang sama, dipastikan mereka akan berani mengklaim bahwa cara shalat yang berbeda dengan mereka dinyatakan bid'ah. Sebagai contoh, shalat malam.

Banyak hadits yang menjelaskan kaifiyat Rasulullah saw. melakukan shalat malam. Salah satunya hadits dari Aisyah, seorang sahabat sekaligus istri beliau. Ia menjelaskan bahwa Rasulullah menunaikan shalat malam dengan 11 rakaat dan pada kesempatan lain, Rasulullah melakukannya kurang dari 11 rakaat. Akan tetapi, ia juga melihat Rasulullah melakukan shalat malam 13 rakaat.

Jumlah rakaat shalat malam tersebut telah menjadi bahan perdebatan di kalangan umat Islam dan sampai sekarang belum menemukan titik temu. Ketika sebagian kaum Muslimin ada yang melakukan shalat malam dengan jumlah rakaat yang tidak sama dengan yang lainnya, masing-masing mengklaim bahwa dirinyalah yang benar dan yang lain salah.

Mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka persoalkan itu hanya dalam tataran kuantitas dan bukan kualitas. Bukti bahwa mereka hanya memerhatikan kuantitas adalah bahwa mereka melakukan shalat malam –dengan jumlah rakaat yang mereka pegang- dengan sangat singkat jika diukur dengan shalat malam Rasulullah saw. Keduanya -boleh jadi- masih jauh dari contoh Rasulullah karena mereka menghabiskan jumlah

rakaat shalat mereka dengan waktu yang singkat.

Kalaulah mereka memerhatikan kualitasnya juga, mereka pasti akan menunaikannya dengan waktu yang sama yang dihabiskan Rasulullah ketika menunaikan shalat

malam. (bersambung)

Jalan Menuju Kesesatan

Jalan Menuju Kesesatan


Oleh Drs. Ahmad Yani, Ketua LPPD Khairu Ummah

Dalam kehidupan umat manusia sepanjang sejarah hingga hari ini dan bisa jadi sampai kiamat nanti, ada saja orang-orang yang menempuh jalan yang tidak benar, mereka memilih kesesatan daripada petunjuk Allah swt, bahkan mereka menukar petunjuk dengan kesesatan.

Orang seperti ini akan merasakan akibatnya cepat atau lambat, Allah swt berfirman: Dan tak ada suatu ayat pun dari ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya (mendustakannya). Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang hak (Al Qur'an) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan (QS 6 : 4-5)

. Dari ayat di atas, dapat kita pahami bahwa orang-orang yang menempuh jalan kesesatan menunjukkan tiga sikap yang negatif terhadap Al-Qur’an.

1. Enggan Dan Berpaling.

Setiap muslim diwajibkan untuk menyampaikan dan mendakwahkan Islam kepada orang lain meskipun hanya satu ayat. Karena itu, ayat-ayat Allah disampaikan oleh berbagai pihak dari kaum muslimin sehingga hal ini menjadi salah satu faktor kelestarian ayat-ayat Al-Qur’an, namun orang-orang yang lebih cenderung kepada kesesatan tidak mau mendengar dan menerima ayat itu.

Ibarat makanan yang lezat, meskipun sebenarnya mereka dalam keadaan lapar ternyata mereka tidak berselera untuk mengambil apalagi menyantapnya, bahkan mereka sampai berpaling, seperti menghadapi makanan yang menjijikkan. Yang lebih memprihatinkan lagi, diantara mereka ada yang tetap bersikukuh dengan petunjuk dari nenek moyang mereka, meskipun nenek moyang mereka sebenarnya tidak tahu apa-apa, Allah swt menginformasikan kepada kita dalam firman-Nya: Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?" (QS 2:170).

Keengganan mereka membuat mereka tetap saja berpaling dan tidak mau menerima wahyu, mereka bersikukuh untuk mengikuti nenek moyang mereka meskipun syaitan telah menyesatkannya, Allah swt berfirman: Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun setan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? (QS 31:21).

Manusia tidak mau menerima petunjuk yang datang dari Allah swt disebabkan hati mereka yang sudah terkunci rapat, ibarat ruangan yang tertutup rapat sehingga tidak bisa dimasuki oleh angin yang berhembus sejuk dari luar, ini membuat ruang hatinya menjadi sumpek kecuali bila mereka mau membukanya lagi meskipun sedikit, Allah swt berfirman: Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS 2:6-7).

Disamping itu, manusia tidak mau menerima ayat-ayat Allah juga karena hati mereka terserang penyakit yang sangat parah, bagaikan orang yang menderita penyakit jasmani yang tidak berselera untuk makan meskipun yang dihidangkannya amat lezat, Allah swt berfirman: Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS 2:10).

2. Mendustakan

Sesudah enggan dan berpaling, orang yang menempuh jalan sesat mendustakan kebenaran yang terdapat di dalam ayat-ayat Allah swt, karena itu mereka berusaha memut abalikkan Al-Qur’an sehingga orang-orang yang jauh dari Al-Qur’an menjadi tertipu, mereka mengungkapkan sesuatu yang bukan Al-Qur’an dengan mengatakan ini Al-Qur’an atau menyimpangkan maksud ayat Al-Qur’an menurut hawa nafsu mereka, mereka sendiri tahu bahwa ini bukan dari Allah swt sebagaimana Allah swt berfirman: Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui (QS 3:78).

Akibat dari sikap dan tindakanya itu, maka mereka melakukan kebathilan atau kemunkaran dan mereka merasa benar, bahkan menyombongkan diri karena merasa benar dan ini membuat semakin banyak dosa atau kemasiatan yang mereka lakukan yang membuat mereka semakin sulit bahkan tidak mungkin untuk bisa masuk ke dalam surga, Allah swt berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS 7:40).

Meskipun sudah pasti orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah masuk ke dalam neraka, tapi tetap saja mereka merasa heran bisa dimasukkan ke tempat yang menyengsarakan itu, apalagi mereka semua dalam keadaan bermata buta, hal ini dinyatakan dalam firman Allah swt: Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?". Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan". (QS 20:124-126)

3. Menolak dan Mengolok-Olok.

Tahap yang sangat berat dan membuat manusia semakin sesat dalam hidupnya adalah ketika ia tidak hanya berpaling dan mendustakan ayat-ayat Allah, tapi juga menolak atau mengingkari dan mengolok-oloknya, ini merupakan upaya aktif yang mereka lakukan dan bisa jadi merekapun melibatkan orang lain sehingga mereka tidak mau sesat sendirian, Allah swt berfirman: Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam, (QS 4:140).

Sebagai orang yang memiliki komitmen kepada Al-Qur’an dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendakwahkannya kepada orang lain, menghadapi orang yang sesat dengan sikapnya yang amat buruk kepada ayat-ayat Allah swt kadangkala membuat kita menjadi amat kecewa, namun Allah swt sendiri mengingatkan bahwa tugas kita adalah mendakwahkan, diterima atau tidak itu urusan mereka, karenanya Nabi Muhammad saw diingatkan dalam firman-Nya: Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebahagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena khawatir bahwa mereka akan mengatakan: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu (QS 11:12).

Akhirnya, meskipun banyak orang yang tidak suka, menentang dan mendustakan ayat-ayat Allah swt, tapi tetap ada saja orang yang mengimani, berusaha memahami hingga mengamalkannya dan orang semacam ini semakin lama semakin banyak, lamban tapi pasti sehingga orang-orang kafir sangat khawatir dengan perkembangan Islam yang sedemikian pesat.



Drs. H. Ahmad Yani

Email: ayani_ku@yahoo.co.id





Friday, May 21, 2010

PRESENTASI YANG PERSUASIF DAN MEYAKINKAN

PRESENTASI YANG PERSUASIF DAN MEYAKINKAN


Posted on Feb 13th, 2010 and filed under James Gwee.

You can leave a response or trackback to this entry

Membawakan presentasi adalah salah satu bagian dari pekerjaan tenaga penjual (sales executive). Penjual melakukan presentasi di depan para manajer dan klien yang mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Para supervisor dan manajer penjualan juga membawakan presentasi kepada para direktur supaya ide-ide dan penawaran mereka bisa disetujui. Hal ini serupa pula dengan kasus para manajer pemasaran, yang membawakan presentasi kepada pimpinan mereka agar bisa mendapat persetujuan untuk planning dan budget pemasaran.

Kenyataannya, dibandingkan dengan rekan-rekan kerja di departemen lain, para profesional di bidang penjualan dan pemasaran pastinya lebih sering membawakan presentasi. Kesuksesan pekerjaan mereka sangat tergantung pada kemampuan untuk menyampaikan presentasi yang PERSUASIF dan MEYAKINKAN, tidak hanya kepada para klien, tetapi juga pada orang-orang internal (sesama rekan kerja, bos dan bawahan).

Sayangnya, kebanyakan penjual dan pemasar TIDAK TAHU cara membawakan presentasi yang persuasif dan meyakinkan.

Perhatikan bahwa terdapat perbedaan yang sangat besar antara presentasi yang menarik dan fasih, dengan presentasi yang persuasif dan meyakinkan.

Sebuah presentasi yang menarik dan fasih adalah presentasi yang mampu menyerap perhatian audiens, membuat audiens ingin mendengarkan lebih lanjut dan membuat audiens bisa lebih terlibat/berpartisipasi. Presentasi yang mampu men-deliver pengalaman yang menyenangkan. Presentasi yang fasih dan menarik akan mampu menghibur dan menyemangati audiens. ITU SAJA!

Sebaliknya, sebuah presentasi yang persuasif dan meyakinkan mampu untuk mengubah pikiran, meyakinkan dan mendapatkan kepercayaan diri audiens untuk mengambil keputusan. Lebih penting lagi, mampu untuk membuat audiens bergerak dan bertindak.

Maka ada PERBEDAAN BESAR antara presentasi yang menarik dan fasih dengan presentasi yang persuasif dan meyakinkan. Tetapi sayangnya, banyak penjual profesional tidak menyadari perbedaan yang mendasar ini. Mereka terus-menerus menghabiskan waktu dan tenaganya untuk mempersiapkan presentasi yang heboh dan menarik. Hasilnya, presentasi mereka memang bisa diterima dengan baik, tetapi para penjual tetap belum bisa mendapatkan hasil penjualan yang diharapkan. Mengapa? Karena presentasi itu memang menarik, tetapi tidak cukup persuasif dan meyakinkan.

Cara PERSUASIF dan MEYAKINKAN dalam Membawakan Presentasi

Jual Benefit-nya

Kebanyakan presenter menjelaskan produk atau service-nya dalam istilah WHAT dan HOW (apa dan bagaimana cara kerjanya). Kebanyakan presenter tidak menjelaskan WHY—mengapa audiens harus membelinya.

Pada saat Anda menjelaskan WHAT dan HOW, audiens menjadi tidak tertarik. Anda di sana menjelaskan dan audiens mendengarkan hal-hal yang tidak menarik dan tidak relevan bagi mereka. Untuk apa?

Tetapi jika Anda menjelaskan WHY—mengapa mereka harus membeli produk atau service Anda, benefit apa yang bisa didapat bila mereka membeli, bagaimana produk Anda bisa membantu mereka mencapai hasil yang lebih baik, mengurangi masalah, membuat hidup mereka lebih baik dan lain-lain—audiens pasti akan mendengarkan dan menaruh minat pada hal yang Anda katakan kepada mereka.

Jika mereka bisa memvisualisasikan atau bahkan MERASAKAN apa benefit yang bisa didapat, presentasi Anda akan bergeser dari hanya sekadar informatif, menjadi PERSUASIF. Audiens yang tadinya pasif akan menjadi aktif dan terlibat secara emosional dengan pembicaranya. Mengapa? Karena ada sesuatu dalam presentasi Anda yang relevan langsung dengan kebutuhan dan kesuksesan audiens—siapa di dunia ini yang tidak ingin sukses? Anda mulai mendapatkan audiens yang tanggap dan siap untuk mengambil tindakan.

Mulailah Meyakinkan

Tetapi, bahkan setelah Anda menjelaskan benefit dan audiens sudah TERBUJUK dengan produk atau service yang bisa menguntungkannya, mereka masih tetap memiliki keraguan. Mereka akan bertanya-tanya, “Oke, rasanya bisa berhasil, rasanya masuk akal, tetapi apakah bisa BENAR-BENAR berguna? Bagaimana jika saya tidak mendapatkan hasil seperti yang dijanjikan? Saya akan kehilangan waktu, uang, dan orang-orang akan menertawakan, saya akan merasa konyol.”

Nah, pada tahapan ini, Anda perlu MEYAKINKAN audiens Anda.

Anda harus menyadari: hanya dengan BERBICARA TIDAK AKAN MEYAKINKAN audiens! Mereka tidak mengenal Anda dengan baik dan belum percaya penuh pada Anda, dan mereka tidak akan begitu saja percaya. Kecuali, Anda mempunyai reputasi yang sudah sangat dikenal. Jadi Anda tidak bisa meyakinkan audiens hanya dengan berbicara!

Berikut adalah beberapa cara yang bisa dipakai untuk meyakinkan audiens Anda:

1. Buat demonstrasi agar audiens bisa benar-benar MELIHAT sendiri apa yang Anda katakan. Mereka akan percaya jika sudah melihat.

2. Tunjukkan bukti dalam bentuk dokumentasi seperti sertifikat, artikel di koran, hasil survei, dan lain-lain.

3. Testimoni biasanya adalah cara yang cukup efektif. Carilah pelanggan yang telah merasakan sendiri pengalaman dan kepuasan yang didapat dari Anda, lalu dapatkan kesaksian darinya. Anda bisa mendapatkan testimoni:

a. Melalui orang—mintalah pelanggan yang puas untuk berbicara di depan audiens.

b. Melalui video—rekam testimoni dari pelanggan yang puas ke dalam video, sehingga bisa diputar lewat laptop atau bahkan telepon genggam.

c. Melalui tulisan—minta pelanggan yang puas untuk menuliskan testimoninya untuk diperlihatkan pada audiens.

d. Melalui endorser—minta seseorang yang punya reputasi baik, terkenal dan dihormati untuk memberikan dukungan atau menceritakan bagaimana performa produk atau service Anda.

Banyak pembicara tidak berusaha untuk melakukan hal-hal tersebut, tetapi mereka berharap bisa meyakinkan audiens hanya dengan berbicara! Hampir tidak mungkin!

GOOD LUCK !



Thursday, May 20, 2010

Keutamaan Mati Syahid

Keutamaan Mati Syahid



Islam mengajarkan kita agar memandang kematian sebagai suatu perkara yang tidak bisa dihindari. Kematian merupakan taqdir yang sepenuhnya di dalam rahasia pengetahuan Allah. Tidak ada seorangpun yang tahu di bumi mana ia akan menemui ajalnya. Demikian pula ia tidak tahu pada usia berapa kematian akan menghampirinya.

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

”Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Luqman ayat 34)

Seorang mukmin tidak sepatutnya berfikir untuk menghindari kematian apalagi lari daripadanya. Sebab pada hakikatnya tidak mungkin hal ini dilakukan. Cepat ataupun lambat kematian akan menghampiri setiap manusia.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS Ali Imran ayat 185)

Bahkan Allah memperingatkan manusia bahwa dirinya tidak mungkin menghindar dari kematian sekalipun ia berusaha melakukannya sekuat tenaga dan fikirannya. Kendati ia berusaha menghindarinya dengan tinggal di dalam sebuah benteng yang super kokoh bagaimanapun keadaannya.

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

”Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS An-Nisa ayat 78)

Oleh karena itu maka Allah menyuruh seorang mukmin untuk selalu memperbaharui komitmennya dalam hidup di dunia yang fana ini dengan berikrar bahwa segenap kesibukannya harus ditujukan hanya untuk meraih keridhaan Allah. Baik itu yang menyangkut sholatnya, berbagai ibadahnya, berbagai aktifitas hidupnya bahkan hingga kematiannya.

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

”Katakanlah: "Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS Al-An’aam ayat 162)

Maka seorang mukmin yang faham dan sadar akan hal ini akan senantiasa berharap hidupnya berakhir dalam keadaan husnul-khaatimah (happy ending/akhir yang baik). Bahkan seorang mukmin akan mengembangkan the art of dying (seni menjemput kematian). Dan di antara salah satu seni terbaik dalam menjemput kematian di dalam ajaran Islam ialah mengembangkan kerinduan untuk meraih mati syahid. Di antara sahabat Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam adalah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu yang menjelang kematiannya berdoa: ”Ya Allah karuniailah aku mati syahid di bumi RasulMu (Madinah).” Maka tidak lama semenjak doa dilantunkan Allah-pun mengabulkannya. Sehingga ketika Umar memimpin sholat subuh tiba-tiba Abu Lulu’ah Al-Majusi menusuk berkali-kali tubuh mulia Sang Khalifah dengan pisau belati sehingga darah mengalir dengan derasnya dan tak lama kemudian Al-Faruq menghadap Ilahi Rabbi dalam keadaan mati syahid. Subhaanallah.

Inilah barangkali maksud hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam berikut ini:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

مَنْ طَلَبَ الشَّهَادَةَ صَادِقًا أُعْطِيَهَا وَلَوْ لَمْ تُصِبْهُ

(MUSLIM - 3531) : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memohon syahadah (mati dalam keadaan syahid) dengan sungguh-sungguh, maka sungguh ia akan diberi pahala seperti pahala mati syahid meskipun ia tidak mati syahid."

Apa sebebnarnya yang menyebabkan seorang mukmin merindukan mati syahid? Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menyatakan bahwa satu-satunya kelompok manusia yang setelah menemui ajalnya berharap dapat dihidupkan kembali ke dunia hanyalah orang yang mati syahid. Sedemikian mulianya kematian jenis yang satu ini sehingga ia berharap kepada Allah agar dirinya dapat dihidupkan kembali ke dunia agar dapat merasakan dirinya dibunuh musuh Allah berulang kali.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا

أَبُو إِسْحَاقَ عَنْ حُمَيْدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

قَالَ مَا مِنْ عَبْدٍ يَمُوتُ لَهُ

عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ يَسُرُّهُ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَأَنَّ لَهُ الدُّنْيَا

وَمَا فِيهَا إِلَّا الشَّهِيدَ لِمَا يَرَى مِنْ فَضْلِ الشَّهَادَةِ

فَإِنَّهُ يَسُرُّهُ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيُقْتَلَ مَرَّةً أُخْرَى

(BUKHARI - 2586) : Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah bercerita kepada kami Mu'awiyah bin 'Amru telah bercerita kepada kami Abu Ishaq dari Humaid berkata aku mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada seorang hamba pun yang meninggal dunia, di dimana di sisi Allah dia mendapatkan balasan, yang lebih baik sehingga membuatnya berhasrat untuk kembali lagi ke dunia dan sungguh dia mendapatkan dunia beserta isinya kecuali orang yang mati syahid karena dia melihat keutamaan mati syahid. Sungguh dia menginginkan dapat kembali ke dunia kemudian dia (berperang) dan mati syahid sekali lagi".

Ya Allah, karuniailah kami mati syahid di jalanMu. Amin ya Rabbal ’aalamiin.



Yusuf Islam: Satu-Satunya Yang Membedakan Seorang Muslim Dan Kafir Adalah Salat

Yusuf Islam: Satu-Satunya Yang Membedakan Seorang Muslim Dan Kafir Adalah Salat



Sebelum memeluk Islam, Yusuf Islam dikenal dengan nama Cat Stevens. Ia adalah salah satu seniman besar di tahun 1960-an dan 1970-an, menulis lagu-lagu klasik seperti Matthew & Son, Moonshadow, Wild World atau Father and Son yang kemudian banyak dinyanyikan lagi oleh musisi zaman sekarang. Ia telah menjual lebih dari 50 juta piringan hitam.

Saat ini, Yusuf Islam ini bisa dibilang salah satu orang terkenal yang telah mengubah dunia Islam. Ia aktif dalam bidang pendidikan, dan itu membuat pemerintah Inggris mengesahkan dan mendukung pendidikan Islam di seluruh Britania Raya. Ketiga sekolah yang didirikannya di distrik Brent London—Islamia Primary, Islamia Girls 'Secondary and Brondesbury College for Boy—konsisten dengan pembinaannya.

Berikut ini adalah petikan ucapannya.

Anda dibesarkan oleh dunia modern, kemewahan, dan bisnis pertunjukan. Bagaimana sebenarnya masa itu menurut Anda?

Saya lahir di keluarga Kristen, tentu cara berpikir saya juga menurut agama itu. Saya diajarkan bahwa Allah ada, tapi tidak ada kontak langsung denganNya, jadi kami harus melakukan kontak dengan-Nya melalui Yesus. Lebih kurang saya terima, tapi saya tidak menelannya semua. Saya melihat patung Yesus, mereka hanya batu. Dan ketika mereka mengatakan bahwa Allah ada tiga, saya bingung, tetapi tidak bisa membantah. Ketika itu karena saya harus menghormati keyakinan orang tua saya.

Dan kemudian Anda menjadi seorang pop star....

Itu karena secara perlahan-lahan saya menjadi terasing dari pendidikan agama dan saya mulai membuat musik. Saya ingin menjadi bintang besar. Semua hal yang saya lihat di film dan media begitu memesona saya, dan mungkin saya pikir itulah Tuhan saya, yah tujuan menghasilkan uang. Orang-orang di sekitar saya memengaruhi saya bahwa dunia ini adalah tuhan mereka.

Media membuat saya lebih besar daripada kehidupan, jadi saya ingin kehidupan yang lebih besar daripada kehidupan itu sendiri dan satu-satunya cara untuk melakukan itu yaitu dengan mabuk melalui minuman keras dan obat-obatan.

Apa yang menjadi titik balik Anda?

Saat saya berada di rumah sakit, karena gaya hidup "yang tinggi." Saat itulah saya mulai berpikir: apa yang akan terjadi pada saya? Apakah saya ini hanya sebuah tubuh dan tujuan hidup saya hanya untuk memuaskan tubuh ini? Saya menyadari bahwa bencana yang terjadi pada saya karena anugerah yang diberikan oleh Allah kepada saya, memberi kesempatan untuk membuka mata saya, "mengapa saya di sini, mengapa saya ada di tempat tidur.'

Pada waktu itu saya mulai melirik mistisisme Timur. Saya mulai membaca dan hal pertama yang saya sadari adalah kematian, dan itu membuat jiwa saya bergejolak. Saya mulai bermeditasi dan bahkan menjadi seorang vegetarian. Saya ketika itu percaya pada 'perdamaian dan kekuatan bunga', dan ini adalah kecenderungan umum.

Kemudian saya menjadi muak terhadap segala sesuatu yang berbau Kristen. Saya mulai membuat musik lagi dan kali ini mulai mencerminkan pikiran saya sendiri.

Anda katanya juga sempat mendalami ajaran Budha...

Juga mencoba Zen dan Ching, numerology, kartu tarot dan astrologi. Saya melihat kembali ke dalam Alkitab namun tidak bisa menemukan apa-apa. Pada saat itu saya tidak tahu apa-apa tentang Islam dan kemudian, keajaiban terjadi. Saudara saya mengunjungi masjid di Yerusalem dan sangat terkesan.

Ketika ia datang ke London, ia membawa kembali terjemahan Quran, dan dia berikan kepada saya. Dia tidak menjadi seorang Muslim, tetapi ia merasakan sesuatu dalam agama ini, dan pikir saya akan menemukan sesuatu di dalamnya juga. Dan ketika saya menerima kitab itu, semua pertanyaan dalam kepala saya mulai terjawab. Hal pertama yang ingin saya lakukan ketika itu adalah menjadi seorang Muslim.

Anda kemudian merasa sudah menjadi Muslim, padahal Anda waktu itu Anda belum bersyahadat....

Saya ketika itu sudah mulai membaca Al-Quran. Saya pergi ke Yerusalem. Di sana, saya duduk di masjid. Seorang pria bertanya pada saya apa yang saya inginkan. Saya bilang saya adalah seorang Muslim. Dia bertanya nama saya, dan saya jawab 'Stevens.' Dia bingung. Saya kemudian mencoba salat, namun (salat itu) tidak begitu berhasil.

Kembali di London, saya bertemu dengan seorang adik bernama Nafisa. Saya katakan padanya saya ingin memeluk Islam dan dia menunjukkan saya Masjid New Regent. Hal ini terjadi di tahun l977, sekitar 1 tahun setelah saya menerima Al-Quran.

Pada hari Jumat, setelah Salat Jumat, saya menemui imam dan mengucapkan dua kalimat Syahadah.

Apa kesimpulan Anda tentang Islam dan agama-agama lain ketika itu?

Seorang wanita Hindu berkata kepada saya, 'Anda tidak memahami Hindu. Kami percaya pada satu Tuhan, kami menggunakan benda-benda (berhala) hanya untuk berkonsentrasi.' Apa yang dia katakan bahwa untuk menggapai Tuhan, kita harus menciptakan asosiasi-asosiasi, dan mereka menggunakan berhala untuk tujuan ini. Tetapi Islam menghilangkan semua hambatan itu. Satu-satunya hal yang membedakan orang-orang Mukmin dari orang-orang kafir adalah salat. Ini adalah proses pemurnian.

Akhirnya saya ingin mengatakan bahwa segala sesuatu yang saya lakukan adalah untuk Allah dan saya harap Anda mendapatkan beberapa inspirasi dari pengalaman saya. Selain itu, saya ingin menekankan bahwa saya tidak punya kontak dengan Muslim, sebelum saya masuk Islam. Saya membaca Al-Quran dan menyadari tidak ada orang yang sempurna, hanya Islam yang sempurna, dan jika kita meniru perilaku Nabi Muhammad saw, kita akan sukses. (sa/backtoislam)

Jamaah Menurut Al-Qur'an

Jamaah Menurut Al-Qur'an


Oleh Saiful Islam Mubarak

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semangat remaja mengkaji Islam sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memecah belah umat. Dengan memperalat kata “jamaah” banyak remaja yang berani menuduh kafir kepada kedua orang tuanya sendiri karena tidak bergabung dengan kelompok mereka kendatipun kedua orang tuanya rajin shalat dan biasa melakukan ibadah lainnya. Siapa sebenarnya yang hidup berjamaah? Dan siapa sebenarnya orang yang mengaku berjamaah itu?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hidup berjamaa’ah menurut pandangan Islam merupakan syarat utama terpeliharanya aqidah, tegaknya syari’ah dan tersebarnya da’wah Islamiyah.

Islam sebagai aqidah tauhid senantiasa menghadapi banyak tantangan dari berbagai ajaran yang berihak kepada kekufuran dan kemusyrikan. Al Islam diturunkan untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada berhala dan dari tunduk kepada selain Allah.

Karena itu, tokoh-tokoh musyrikin yang menjadikan manusia sebagai hambanya tidak pernah merasa tenang mendengar tersebarnya ajaran tauhid terutama bila mereka berdekatan dengan kaum Muslimin. Sebab Islam menyadarkan ummat untuk tidak tunduk kepada manusia dan mengajak mereka untuk tunduk hanya kepada Allah. Sayid Quthub mengatakan:

Islam adalah proklamasi kemerdekaan secara umum ntuk membebaskan manusia dari penyembahan hamba kepada hamba menuju penyembahan kepada Zat Mahasatu dan Maha Esa.

Orang-orang yang senantiasa menyebarkan ajaran sesat tidak pernah tentang melihat orang yang membawa ajaran yang haq. Orang-orang yang memusuhi Islam berusaha untuk bersatu merusak aqidah Islamiyah meski ideologi mereka bebeda-berbeda.

Sekiranya umat Islam berjama’ah maka aqidah mereka akan terancam. Orang musyrikin dalam merusak aqidah Islamiyah menggunakan berbagai cara. Banyak sekali cara-cara yang mereka gunakan dan telah mencapai sebagaian sasaran, sementara umat Islam sendiri banyak yang tidak mmenyadarinya. Ketidak sadaran tersebut terjadi akibat tidak ada yang mengingatkan, sebab dia hidup menyendiri, atau tidak beramal jama’i.

Apa yang mesti dilakukan untuk memelihara aqidah ini? Tiada aturan untuk dijadikan pegangan yang lebih tepat dari pada aturan yang ada dalam al Qur’an. Untuk itu mari kita hayati firman Allah dari surat yang sangat pendek namun mengandung aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, yaitu surat al ‘Ashr.

Demi masa. Sesungguhnya manusia sungguh (tenggelam)) dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, dan (mereka semua) beramal shaleh, dan (mereka semua) saling menasihati dengan haq dan (mereka semua) saling menasihati dengan shabar.

Surat yang pendek ini mengandung banyak petunjuk yang mesti kita jadikan pegangan, diantaranya:

1. والعصر (demi masa) Mengingatkan tentang harga waktu. Sungguh banyak menusia yang terjebak dengan waktu, sehingga mereka lalai mereka tidak memanfaatkannya dengan hal yang bernilai ibadah, padahal mereka menyadari bahwa waktu yang telah dilalui itu tidak akan terulang lagi, dan kesempatan hidup semakin berkurang. Bagi orang yang menyadari akan harga waktu, tentu tiada satu kesempatan kecuali akan diisi dengan hal yang bermanfaat bagi kehidupan masa depan yang abadi.

2. إن الإنسان لفي خسر (sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian). Waktu adalah amanat, dan sedikit sekali manusia yang menyadarinya, karena itu kebanyakan manusia terancam dengan kerugian. Orang-orang yang kiehidupannya dipenuh dengan berbagai kesibukan namun tidak sempat dinikmanti hasilnya keculai hanya dengan angan-angan, mereka adalah termasuk oarng yang menderita letih dan penat menjadi pelayan bagi hawa nafsunya. Dan orang yang pemalas dan pengangguran adalah orang khiyanat kepada waktu dan mereka menderita dengan penganggurannya. Kedua golongan ini adalah orang yang merugi didunia dan terancam siksa di akhirat.

3. إلا الذين آمنوا (kecuali orang-orang yang beriman). Yang dimaksud dengan memanfaatkan waktu bukan berarti harus banyak bekerja untuk meraih keuntungan materi, sebab tanpa diingatkan oleh al Qur’an banyak sekali manusia yang sibuk kehidupannya dengan berbagai aktivitas untuk meraih keuntungan tersebut. Bahkan lebih dari sekedar meraih keuntungan materi, mereka juga sibuk dengan bekerja untuk mengurus orang lain.

Namun demikian, kegiatan mereka tidaklah akan dapat menyelamatkan dirinya apalagi menyelamatkan orang lain kecuali disertai dengan keikhlasan. Ikhlas sering diartikan dengan makna ridla tanpa pamrih, meski harus melakukan hal yang tidak sesuai dengan aturan Allah. Sungguh pemahaman seperti ini sangat jauh dari hakikat ikhlas yang sebenarnya. Ikhlas tidak akan tercapai tanpa dilandaskan kepada keimanan. Iman, tiada tuhan selain Allah. Iaman, tiada yang dituju selain Allah. Iman, tiada yang diharapkan selain ridha-Nya.

Iman, tiada aturan yang benar secara mutlak selain aturan-Nya. Iman, tiada yang dapat menyelamatkan dirinya selain Allah, dan seterusnya. Ketika seseorang beramal baik, dan dia yakin bahwa Allah memerintahkan semua hamba untuk berbuat baik, namun dia lakukan perbuatan tersebut untuk mendapat nilai dari manusia, baik yang ada hubungannya dengan jabatan ataupun tidak, maka keimanannya tidaklah berfungsi bagi amalnya, karena ternodai dengan adanya harapan kepada selain-Nya, meski secara lahir perbuatannya sangat terpuji. Rasulullah SAW bersabda:

Dari Abi Hurairah RA, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: (a) Sesungguhny orang yang pertama divonis pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Dia dihadirkan kemudian diperlihatkan kepadanya berbagai keni’matan yang diterimanya, dan dia mengakuinya. (Allah) berfiman: apa yang kamu kerjakan dengan keni’matan ini? dia berkata: aku berperang karena Engkau hingga aku mati syahid.

Dia berfirman: kamu berbohong. Sebenarnya kamu berperang agar kamu dikatakan sebagai pahlawan, dan terbukti sudah dikatakan. Maka ditariklah dari wajahnya hingga dilemparkan kedalam neraka. (b) orang yang mencari ilmu dan mengajarkannya. Dia membaca al Qur’an. Dia dihadirkan dan diperlihatkan kepadannya berbagai keni’matan yang diterimanya, dan dia pun mengakuinya. Allah berfirman: apa yang kamu kerjakan dalam keni’matan ini? dia berkata: aku mencari ilmu dan mengajarkannya, dan aku juga membaca al Qur’an karena Engkau.

Dia berfirman: kamu berbohong. Sungguh kamu mencari ilmu agar dikatakan sebagai alim dan kamu membaca al Qur’an agar mendapat gelar sebagai qari. Dan kamu telah disebut (alim dan qari). Kemudian turunlah perintah Ilahi, maka wajahnya ditarik hingga dilemparkan kedaalam neraka. (c) dan ada pula orang yang telah mendapat keluasan harta dari Allah, dia mendapat berbagai maca kekayaan. Maka dia dipanggil dan diperlihatkan kepadanya keni’matannya, dia pun mengakuinya.

Allah berfirman: apa yang kamu lakukan dengan kekayaan ini? ia berkata: tiada kesempatan infaq yang Engkau perintahkan kecuali ku infakkan hartaku karena Engkau. Allah berfiman: telah berdusta kamu, sungguh kamu lakukan hal itu karen kamu ingin disebut sebagai dermawan, dan kamu sudah dikatakan sebagai dermawan. Kemudian turun perintah dan ditariklah wajahnya hingga dilemparkan kedalam neraka .

وعملوا الصالحات dan mereka beramal shaleh. Keimanan sangat mudah untuk diungkapkan, namun perlu disadari bahwa ungkapan lisan tidaklah punya arti tanpa dibuktikan dengan amal perbuatan sehari-hari. Beramal dapat dikatakan shaleh kalau disertai niat yang ikhlash. Sebab kesatuan lahir dengan batin dalam pelaksaan ibadah sangat menentukan hasil. Tidak sedikit orang yang sibuk dengan perbuatan yang baik menurut pandangan manusia namun perbuatan tersebut tidak dilakukan atas dasar perintah Allah, maka mereka tidak mendapat keuntungan selain keuntungan sejenak.

Dan ada juga orang yang qalbunya berisi keyakinan bahwa segala perbuatan mesti dilaksakan karena Allah namun dia sendiri tidak banyak berbuat, maka dia tidak akan mendapat apapun dari yang dia yakini. Kata الصالحات bentuk jamak yang menunjukkan banyaknya amal. Disamping iman dan semangat beramal, keshalehan amal juga sangat memerlukan ilmu. Agar semua amal tidak keluar dari amal shaleh maka sangat diperluakan ilmu yang luas dan pemahaman yang mendalam tentang agama Islam. Atau yang disebut fiqih.

Fiqih Islam tidak terbatas kepada fiqih hukum. Akan tetapi sesuai dengan sifat Islam yang sangat luas maka fiqihnya pun sangat luas, meliputi semua aspek kehidupan sehar-hari yang sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat luas. Karena luasnya ajaran Islam, tidak mungkin dapat difahami hanya dengan membaca buku atau mengkaji literature yang ada meski dari berbagai sumber dengan berbagai bahasa, tanpa melakukan pelatihan dalam praktek kehidupan nyata, akan tetapi harus pergi untuk tafaqquh fiddin.

Amal ‘ibadah dalam Islam meliputi semua aspek kehidupan. Yaitu meliputi kehiduupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Orang yang rajin melaksanakan ibadah ritual, namunn tidak pernah berjuang membina keluarga yang merupakan tempat bertolak untuk membina ummat, maka dia tidak termasuk ahli ‘ibadah. Pembinaan keluarga sangat memerlukan bantuan orang diluar keluarga, apalagi membina masyarakat luas, tidak mungkin dapat berlangsung dengan berkesinambungan dan meliputi berbagai aspek kehidupan bila tidak dilkukakn bersama-sama dengan orang lain.

Fakta telah berbicara, bahwa seseorang yang sibuk membina umat dan lupa terhadap keluarganya, maka hasil perjalanannya ternodai oleh kelakuan keluarganya sendiri. Dan untuk membina keluarga sangat diperlukan kedalaman ilmu keluasan waktu. Apabila pembinaan keluarga hanya berlandaskan kepada pengetahuan sendiri yang sangat terbatas ini, maka tidak dapat diharapkan akan mencapai sasaran. Karena bagaimanapun luasnya wawasan seseorang masih sangat jauh untuk memenhui tuntutan yang dihadapinya dari keluarga apalagi bila dibandingkan dengan tuntutan mansyarakat luas.

6 . وتواصوا بالحق dan mereka saling memberi nasihat dengan haq. Orang yang beriman selalu menyadari akan kelemahan dirinya. Sehingga dia selalu merasa perlu bantuan orang lain. Keparluan tersebut tidak terbatas kepada urusan yang terlihat, akan tetapi juga meliputi hal-hal lain yang tidak terlihat. Bahkan boleh jadi, dalam mengatur urusan yang tidak terlihat sangat diperlukan bantuan orang lian, melebihi dari pada urusan yang terlihat.

Sebab banyak sekali kekurangan diri kita yang tidak kita ketahui, justru orang lainlah yang dapat mengetahuinya. Sehingga tanpa bantuan orang lain kita terkadang merasa tenang meski menghadapi bahaya. Artinya kita sangat memerlukan orang lain untuk mengetahui kesalahan kita dihadappan Allah. Tanpa adanya kesadaran akan pentingnya nasihat orang lain, boleh jadi seseorang akan menolak untuk dinasihati. Hal ini terjadi karena tidak terbiasa saling menasihati antara satu dengan lainnya.

Dan saling menasihati tidak akan berlangsung tanpa hidup berjama’ah. Nasihat tidak akan mencapai sasaran berupa keselamatan dari ancaman rugi tanpa diasarkan kepada haq. Menurut ulama tafsir, seperti yang dikutip Aththabari , yang dimaksud dengan haq disini adalah al Qur’an:

Saling menasihati dengan haq artinaya masing-masing memberi nasihat kepada yang sesamanya dengan menegaskan kewajiban beramal berdasar apa yang Allah turunkan dalam kitab-Nya, dan menjauhi apa yang dilarrang-Nya. Qotadah dan al Hasan berkata: al haq adalah kitabullah.

Al Qur’an sebagai wahyu Allah tidak akan dapat dipahami tanpa bantuan para ahli. Dan keahlian seseorang dalam berbagai disiiplin ilmu betapapun luas dan mendalamnya menurut pandangan manusia adalah sangat sempit dan dangkal bila dibandingkan dengan ilmu yang diperlukan untuk memahami kitabullah. Karena itu agar keahlian masing-masing dapat dipadukan maka sangat diperlukan kerja sama dalam memahami dan mengamalkan kitabullah.

Dan hal ini tidak akan terlaksana kecuali dalam hidup berjama’ah. Jadi, hidup berjamaah tidak akan berarti tanpa AlQuran dan AlQuran tidak akan dapat dipahami dengan luas dan mendalam dan diamalkan semua petunjuknya tanpa hidup berjamaah.

7. وتواصوا بالصبر saling menasihati dengan kesabaran. Sungguh banyak orang yang memiliki semangat beramal yang disertai dengan ilmu dan keyakinan namun gagal tidak mencapi tujuan akibat terputus ditengah jalan. Kegagalan tersebut sering terjadi akibat tidak mampu bertahan mengahadapi tantangan, baik tantangan internal ataupun eksternal.

Dan tantangan dari dalam lebih sering membuat orang gagal dalam perjuangan, baik tantangan yang manis ataupun yang pahit. Tawashau bishshabr merupakan langkah yang paling tepat yang mesti ditempuh untuk terpeliharanya amal dan kesinambungannya kerja.

Perintah shabar sering ditujukan kepada orang yang sedang menderita sakit atau terkena mushibah yang tidak diharapkan terjadi, dan hal itu sangat penting, namun lebih penting lagi shabar tersebut bagi orang sehat atau sedang sibuk dengan berbgai aktifitas, agar dia dapat memanfaatkan kesehatannya sesuai fungsinya dan tidak menyipang dalam bergerak akibat terjebak oleh dorongan hawa nafsu dan rayuan setan.

Artinya, shabar sangat diperlukan dalam segala kondisi dan setiap saat, dan penitngnya sahabar ini sering terlupakan kcuali sewaktu menderita sakit atau sejenisnya yang merupakan kejadian yang pahit dan tidak diinginkan. Sehubungan dengan ayat diatas Ibnu Katsir mengatakan: Mereka saling memberi nasihat dengan shabar atas berbagai mushibah dan ketetapan Ilahi serta tabah dalam menghadapi tantangan yang datang dari orang-orang yang diperintah berbuat baik dan dilarang berbuat jahat.

Dari beberapa kalimat diatas, dapat dipahami, bahwa semua manusia akan menderita kerugian kecuali yang penuh perhatian kepada harga waktu, menyadari akan sangat terbatasnya kesempatan dan penuh perhatian kepada usia hidup yang tidak lam lagi akan berakhir. Kendatipun mereka selalu mengisi kehidupan dengan berbagai kegiatan yang dipandang bermanfaat, mereka tetap akan terancam dengan menderita kerugian bila tidak diisi qalbunya dengan keimanan.

Keimanan tidak dapat diakui tanpa disertai dengan amal. Sebanyak apapun amal seseoranng tidak akan dapat menyelamatkan hidupnya bila amal tersebut tidak berbentuk amal shaleh. Amal shaleh yang dilakukannya tidak terbatas kepada ‘ibadah ritual akan tetapi meliputi semua amal. Kendatipun seseorang mencurahkan segala usahanya agar semua amalnya tidak keluar dari amal shaleh, dia tetap mesti sadar bahwa kemampuan untuk menilai dirinya sangat terbatas.

Boleh jadi, menurut pandangan kita, kita sedang berada dalam jalur yang telah ditetapkan Allah, karena sedang beramal kebaikan. Padahal menurut pandangan orang lain, disamping kita sedang melaksanakan suatu amal yang baik namun, tanpa disadari, kitapun sedang melanggar beberapa aturan-Nya. Atau kita sedang berusaha menghindar dari bahaya, tanpa disadari kita sedang mendekati bahaya lain. Hal ini akan sering terjadi bila kita hidup sendirian, sehingga tidak ada yang mengingatkan, dimana sebenarnya kita berada.

Maka saling menasihati dalam haq selalu diperlukan setiap saat oleh semua insan. Perjalanan seorang muslim senantiasa mengahadapi tantangan dari berbagai pihak dengan menggunakan berbagai cara. Bila hal ini kurang diwaspadai, dia akan terperosok kejurang kehancuran tanpa dia sadari.

Bahkan boleh jadi dia menganggap dirinya sedang beruntung padahal sedang berada dalam ujung tombak atau dalam pintu kehancuran yang abadi. Sekiranya tidak segera diingatkan saudaranya dia tidak akan dapat selamat dari ancaman itu. Dan nasihat akan sulit disampaikan kecuali kepada orang yang sudah terbiasa saling menasihati atara satu dengan lainya. Wallahu'alam,