visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Sunday, August 31, 2014

Islam Tersebar Dengan Pedang

Sering kita mendengar orang yang anti Islam mengatakan: “Islam tersebar dengan pedang“. Mendengar atau membaca perkataan ini, seluruh umat Islam Indonesia akan bertanya: “Apakah nenek moyang saya dulu masuk islam karena pedang (diperangi dan dipaksa)?“. Dan akan melanjutkan perkataannya: “Sepertinya orang yang mengatakan itu tidak pernah belajar sejarah, atau mungkin pelajaran sejarahnya dapatnya hanya nilai merah“.

Islam tersebar dengan dakwah dan akhlak mulia

Islam tersebar dengan akhlak, muamalah yang baik dan dakwah dengan cara yang baik. Sebagai bukti akan hal itu masuk Islamnya orang-orang Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand, dll semuanya adalah tanpa adanya pedang yang terhunus.
Dan sekarang hal itu lebih tampak dengan jelas. Di saat alat-alat perang (yang dulu pedang dan sekarang adalah rudal cs) menjadi hal yang dibanggakan dunia barat, justru Islam menjadi agama yang paling cepat tersebarnya di Dunia, terutama dunia barat.
Apakah Islam tersebar dengan pedang di Amerika dan Eropa sekarang? Semuanya telah tahu jawabannya.

Peperangan yang pernah terjadi terhadap orang kafir

Orang-orang yang mengatakan bahwa Islam tersebar dengan pedang mengatakan: “Bahwa bukti Islam tersebar dengan pedang adalah peperangan yang terjadi antara umat Islam dan non muslim”. Jawaban dari perkataan ini, mungkin saya rinci pada poin-poin berikut ini :
  1. Islam adalah sebuah Negara; pada masa itu terjadi perang antara Negara, maka Islam sebagai Negara akan terlibat di dalam perang itu. Karena kemungkinan di masa itu, diperangi atau memerangi.
  2. Umat manusia di masa itu berada di dalam penindasan dan kekejaman pemimpin-pemimpin mereka (yang kafir). Dan Islam adalah agama yang berasaskan keadilan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Dan untuk menghilang kezaliman para pemimpin atas rakyat mereka, tiada cara lain kecuali dengan adanya peperangan.
  3. Apabila terjadi peperangan dan umat Islam memenangi peperangan tersebut, maka dengan sendirinya orang-orang kafir yang berada di wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan umat Islam. Apakah mereka dipaksa masuk Islam? Jelas-jelas tidak, tapi mereka masuk Islam dengan keridhaan hati mereka, dan menjadi bukti atas hal itu; mereka bergabung menjadi bagian dari pasukan kaum muslimin dan melanjutkan perjuangan dan jihad mereka.
  4. Bukti nyata bahwa orang-orang non muslim tidak dipaksa masuk Islam adalah keberadaan orang-orang kristen dan yahudi bahkan Majusi di negeri Islam. Dan mereka hidup dengan damai dan aman dibawah kekuasaan umat Islam, dari dulu sampai sekarang. Orang-orang Yahudi di Yaman, Iraq dll masih ada sampai sekarang ini, orang Nashara di Iraq, Suriah, Libanon, Mesir dll masih ada sampai sekarang ini. Apakah pernah mereka dipaksa masuk Islam?

Bukti yang pasti

Bukti dan inti jawaban dari semua itu adalah firman Allah taala:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Tidak paksaan dalam agama, telah jelas petunjuk dari kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256).

Penulis: Ust. Muhammad Sanusin, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id
facebooktwittergoogle_plusredditpinterestlinkedinmail

Ikhlas Menjadikan Seorang Terjaga dari Perbuatan Dosa

Diantara pelajaran yang dapat kita petik dari kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah, ikhlas merupakan sebab teragapainya berbagai macam kebaikan. Dengan ikhlas pula seorang hamba akan terjaga dari segala bentuk kekejian atau dosa.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala (setelah Allah menyebutkan kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha’ , tatkala Zulakha’ merayu Yusuf untuk melakukan tindakan asusila) :
كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Demikianlah Kami memalingkan Yusuf dari perbuatan munkar dan keji. Sesungguhnya, Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang ikhlas.” (QS. Yusuf: 24).

Dalam qira’ah lain (red. qira’ah Ibnu Katsir) disebutkan “al-mukhlishin“; huruf “laam” nya berharakat kasrah. Maknanya adalah orang-orang yang dipilih Allah dengan akhlak yang luhur. Karena mereka senantiasa mengingat negeri akhirat.

Kedua makna ini (red. ikhlas dan orang-orang yang dipilih Allah..) saling berkaitan erat, Allah ta’ala memilih mereka karena keikhlasan mereka dalam beribadah kepadaNya.

Oleh karena itu barangsiapa yang ikhlas, ia akan menjadi hamba-hamba pilihan Allah dan Allah akan menyelamatkan dia dari mara bahaya, Allah juga akan menjaga dia dari dosa dan perbuatan keji.(Lihat: Fawaaid mustanbatoh min qisshoti yusuf, hal: 38. Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah).

Bagaimana Agar Bisa Ikhlas ?

Bukan perkara mudah memang untuk meraih keikhlasan itu. Namun bukan berarti kemudian kita berpangku tangan tanpa kesungguhan untuk menggapainya. Sufyan Ats Tsauriy pernah mengatakan,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي لأنها تتقلب عليَّ
Tak ada sesuatu yang lebih susah aku obati daripada niatku. Karena niat senantiasa berubah-ubah.”

Kita semua tahu siapa Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah. Seorang alim besar dan ahli ibadah yang hidup di masa tabi’in, tiga generasi emas umat ini yang disebutkan dalam sabda Nabi shallallahua’laihiwasallam. Seorang alim sekelas beliau saja harus berjuang keras dan selalu berjuang untuk untuk bisa ikhlas. Lalu siapalah kita sehingga kita mengabaikan keikhlasan ?! Jadi untuk meraih keikhlasan dibutuhkan kesungguhan dan perjuangan yang besar.

Allah tidak akan membebani hambaNya di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam menggapai keikhlasan serambi memohon taufik dari Allah, maka ia akan menggapai keikhlasan tersebut. Dan betapa indahnya ibadah yang dilakukan karena ikhlas hanya mengharap wajah Allah; tanpa mengharap pujian atau penilaian dari seorang makhlukpun.


Syaikh Abu Umar Abdulaziz An-Nadwa mengatakan,
ومما يعين على تحقيق الإخلاص، أن يعلم المرء أن الضر والنفع بيد الله وحده، وأنه لا أحد غيره يملك شيئا من أمر الدنيا والآخرة إلا بإذنه، وأنه الغني بيده مفاتيح خزائن الملك كله، القوي الذي لا يغلب، العليم الذي لا يعزب عنه شيء في الأرض ولا في السماء، حينئذ فإن العبد يغفل عن رؤية ما سوى الله تعالى، فلا يرى غيره مستحقا للعباده، مالكا للنفع والضر.
“Diantara kiat yang akan membantu seseorang dalam menggapai keikhlasan adalah hendaknya ia menyadari bahwa hanya Allah saja yang mampu mendatangkan kemudharatan dan manfaat. Ia hendaknya juga menyadari bahwa tidak ada satu dzat pun yang menguasai urusan dunia dan akhirat melainkan Dia; kecuali dengan seizinNya (pent. Tentu saja bukan kekuasaan dalam arti yang sebenarnya). Dialah Tuhan yang maha kaya; di tanganNya segala perbendaharaan kerajaan semesta. Dialah Tuhan yang maha kuat; tak terkalahkan. Tuhan yang maha mengetahui; tidak ada sedikitpun perkara di bumi dan di langit yang terluput dari pengetahuanNya.
Jika ia menyadari akan hal ini, maka sungguh seorang hamba tak akan peduli dengan penilaian selain dari Allah ta’ala. Ia menyadari bahwa tidak ada seorangpun yang berhak dutujukan peribadatannya selain hanya kepada Allah. Sang Penguasa alam semesta. Yang mampu memberikan kemanfaatan dan kemudharatan..”
(Fawaaid mustanbatoh min qisshoti yusuf, hal: 38, Catatan kaki )

Penulis teringat sebuah nasehat dari seorang guru; Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzohullah. Saat beliau menjelaskan masalah ikhlas ini di masjid Nabawi. Beliau pernah mengatakan, “Apalah yang kita harapkan dari pujian manusia itu ? Seandainya pujian-pujian manusia kita kumpulkan menjadi sebuah buku yang berjilid-berjilid besar, niscaya hal itu tidak akan menambah berat timbangan kita di akhirat kelak. ”

Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan memurnikan peribadatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).

Ini pula menjadi bahan instropeksi diri. Di saat seorang hamba begitu mudah terjerumus ke dalam perbuatan dosa, terutama di saat ia sedang sendirian; tak ada seorangpun yang melihatnya. Yang sejatinya saat-saat seperti itulah keikhlasan seorang hamba teruji. Lantas ia terjerumus ke dalam perbuatan dosa, berarti keikhlasan dia selama ini masih perlu dipertanyakan, perlu diperbaiki. Karena kalau memang dia seorang yang ikhlas, maka Allah akan menjaga dia dari perbuatan keji, baik tatkala ramai di hadapan orang maupun sendirian. Itulah tanda daripada kejujuran ikhlas seorang hamba.

Dan di zaman yang penuh fitnah ini, betapa kita butuhnya kita akan ikhlas.
Semoga Allah menjadikan seluruh amalan kita baik. Dan menjadi seluruhnya ikhlas karena Allah.
Derman, Sumbermulyo, 19 Agustus 2014

Penulis: Ahmad Anshori
Muraja’ah: Ustadz. Sa’id Yai, Lc. MA.
Artikel Muslim.Or.Id

Jika Kubur Dijadikan Tuhan

Apakah ada kubur yang dijadikan tuhan? Begitu mungkin pertanyaan yang muncul dari pembaca ketika membaca judul artikel ini. Karena setiap orang tahu, bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah Ta’ala. Sedangkan menyembah selain Allah merupakan dosa besar yang paling besar. Semoga pertanyaan ini segera sirna setelah menela’ah apa yang akan kami sampaikan di bawah ini.

Isyarat Nabi ‘alaihi ash-sholatu was salam

Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah mengisyaratkan tentang penyembahan terhadap kubur itu di dalam banyak hadits-hadits yang shahih. Antara lain hadits di bawah ini,
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Dari ‘Atho’ bin Yasar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa: “Wahai Allah janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala (tuhan yang disembah), besar murka Allah terhadap orang-orang yang menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid”. (HR. Malik, di dalam kitab Al-Muwaththo’, no: 376)
Hadits ini mursal (termasuk lemah), namun dikuatkan oleh hadits-hadits yang lain sehingga menjadi shahih. Oleh Karena itu Syaikh Al-Albani menshahihkannya di dalam kitab Tahdzirus Sajid, hlm: 18, 19. Di antara hadits yang menguatakan adalah hadits di bawah ini,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا لَعَنَ اللَّهُ قَوْمًا اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (beliau pernah berdoa): “Wahai Allah janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala (tuhan yang disembah), Allah melaknat orang-orang yang menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid” (HR. Ahmad, di dalam kitab Musnad, juz: 2, hlm: 246)
Syaikh Dr. Sholih bin Fauzab bin Abdullah Al-Fauzan –ulama anggota Majlis Fatwa Saudi- berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir akan terjadi di kalangan umatnya apa yang telah terjadi pada orang-orang Yahudi dan Nashoro terhadap kubur-kubur Nabi-Nabi mereka, yaitu yang berupa ghuluw (sikap melewati batas) terhadap kubur-kubur itu sehingga kubur-kubur itu menjadi berhala-berhala. Maka beliau memohon kepada Rabbnya agar tidak menjadikan kubur beliau demikian itu. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan sebab kemurkaan dan laknat Allah menimpa orang-orang Yahudi dan Nashoro, yaitu apa yang telah mereka lakukan terhadap kubur-kubur Nabi-Nabi mereka, sehingga mereka merubahnya menjadi berhala-berhala yang disembah. Maka mereka terjerumus di dalam syirik yang besar yang bertentangan dengan tauhid”. (Al-Mulakhkhos Fii Syarh Kitab At-Tauhid, hlm: 144-145)

Musyrikin Arab Menyembah Kubur

Allah Ta’ala mencela perbuatan orang-orang jahiliyah yang menyembah kepada selain Allah di dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an. Antara lain di dalam firman-Nya,
أَفَرَءَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى {19} وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ اْلأُخْرَى {20
Beritahukan kepadaku (hai orang-orang musyrik) tentang Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manah yang ketiga, yang lain itu?” (QS. An-Najm (53): 19-20)
Makna ayat ini –sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Qurthubi-, “Beritahukan kepadaku (hai orang-orang musyrik) tentang berhala-berhala ini, apakah dapat memberikan manfaat atau madhorot, sehingga menjadi sekutu-sekutu Alloh Ta’ala?” (Fathul Majid, hlm: 118, penerbit: Dar Ibni Hazm)
Ketiga nama ini adalah tuhan-tuhan yang disembah oleh orang-orang Arab jahiliyah.
Al-Lata adalah batu putih berukir yang padanya terdapat rumah, memiliki tirai-tirai, dan ada penjaganya. Di sekitarnya terdapat lokasi tanah yang diagungkan oleh penduduk kota Thoif. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surat An-Najm, ayat: 19-20)
Ada juga yang mengatakan bahwa Lata adalah kubur laki-laki yang dahulu dianggap sebagai orang sholih. Imam Bukhori meriwayatkan,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ اللَّاتَ وَالْعُزَّى كَانَ اللَّاتُ رَجُلًا يَلُتُّ سَوِيقَ الْحَاجِّ
Dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta’ala: “tentang Al-Lata dan Al-Uzza”, (QS. An-Najm (53): 19), beliau mengatakan: “Latta dahulu adalah seorang laki-laki yang membuat adonan tepung untuk orang yang berhaji”. (HR. Bukhori, no: 4859)
Sa’id bin Manshur meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan: “(Latta) dahulu adalah seorang laki-laki yang menjual tepung dan mentega di dekat sebuah batu besar, dan membuat adonan di atas batu besar itu. Ketika laki-laki itu mati, suku Tsaqif menyembah batu besar itu karena menagungkan terhadap penjual tepung itu (yakni Latta)”. (Fathul Majid, hlm: 117)
Sa’id bin Manshur juga meriwayatkan bahwa Mujahid mengatakan: “(Latta) dahulu adalah seorang laki-laki yang membuat adonan tepung untuk mereka (orang-orang jahiliyah), tatkala dia telah mati, mereka (orang-orang jahiliyah) semedi (tirakatan) pada kuburnya”.
Pada riwayat lain disebutkan: “Lalu dia (Latta) memberi makan orang-orang yang lewat. Tatkala dia telah mati, mereka menyembahnya. Mereka mengatakan: “Itu adalah Latta”. (Fathul Majid, hlm: 222)
Dari keterangan di atas, ada dua pendapat tentang wujud Latta. Sebagian mengatakan itu adalah sebuah batu, yang lain mengatakan itu wujudnya kubur. Namun pada hakekatnya kedua pendapat itu tidak berlawanan. Oleh karena itulah Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh berkata: “Tidak ada kontradiksi antara dua pendapat itu, karena mereka menyembah batu dan kubur tersebut sebagai perbuatan ibadah dan pengangungan (kepada Latta, orang yang mereka anggap sholih-pen). Dan karena semisal ini, dibangun peninggalan-peninggalan (petilasan-petilasan) dan kubah-kubah di atas kubur-kubur, dan dijadikan sebagai berhala-berhala. Dan padanya terdapat keterangan bahwa orang-orang jahiliyah dahulu menyembah orang-orang sholih, patung-patung, dan berhala-berhala”. (Fathul Majid, hlm: 117)

Kenyataan Di Zaman Ini

Barangsiapa mengamati keadaan orang-orang yang mengagungkan kubur orang-orang yang dianggap sebagai wali di zaman ini, akan mendapati berbagai bentuk kemusyrikan pada mereka, dengan ringkas sebagai berikut,
  1. Anggapan mereka bahwa wali di kuburnya memiliki tindakan/kekuasaan di alam ini. Seperti: memberi manfaat, menimpakan musibah, menyembuhkan penyakit, melapangkan kesusahan, memenuhi permintaan dan hajat, dan semacamnya yang termasuk syirik rububiyah.
  2. Perbuatan memohon pertolongan, kesembuhan, perlindungan, keberkahan, menyembelih binatang untuknya, berthowaf (mengelilinginya), berhaji (ziarah) kepanya, dan semacamnya yang termasuk syirik uluhiyah.
  3. Anggapan bahwa wali di kuburnya sebagai An-Nafi Adh-Dhoor (Yang mendatangkan manfaat dan Yang menolak musibah), Al-Wahhab (Yang Maha memberi), Ar-Rozzaq (Yang memberi rizqi), dan semacamnya yang termasuk syirik asma’ was sifat. (Diringkas secara bebas dari “Kuburan Agung”, hlm: 42-43, karya Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi, penerbit: Darul Haq, Jakarta)
Orang-orang yang mengagungkan kubur itu melewati beberapa jenjang sampai mereka menyembahnya. Jenjang-jenjang itu antara lain sebagai berikut: Taqdis (mengkultuskan) orang yang di kubur; Menjadikan penghuni kubur sebagai wasilah (perantara) kepada Alloh; Meyakini keberkahan kubur; Istighotsah dan memohon hajat; Menjadikan kubur sebagai berhala (tuhan yang disembah); Dan menjadikan kubur sebagai tempat yang diziarahi. (Diringkas dari “Kuburan Agung”, hlm: 35-37)
Di sini kami nukilkan sebagian kenyataan pada umat ini yang menunjukkan jauhnya sebagian orang yang mengaku beragama Islam dari ajaran Islam.
  1. Di Ma’an, Yordania, ada kuburan khusus yang dianggap menyembuhkan penyakit wanita!
  2. Di Thontho, Mesir, ada kuburan khusus yang dianggap menyembuhkan kemandulan, penyakit anak-anak, dan rematik!
  3. Pada waktu negeri Syam diserbu bangsa Tartar, para penyembah kubur keluar meminta tolong kepada kuburan!
  4. Ketika pasukan Rusia menyerbu kota Bukhoro, manusia berhamburan beristighotsah (meminta dihilangkan musibah) kepada kuburan Syah Naqsaband!
  5. Di Fayyum, Mesir, para penyembah kubur mengklaim bahwa yang meneylamatkan kota dari kehancuran selama perang dunia kedua adalah wali Ar-Rubi, berkat pertolongannya arah bom dipindahkan ke laut Yusuf! (Diringkas dari “Kuburan Agung”, hlm: 32-33)
  6. Di Pulau Jawa khususnya, banyak orang yang meminta berkah ke kuburan para wali songo!
Selain itu, masih banyak di berbagai tempat orang-orang mengagungkan kubur-kubur secara berlebihan, dan mengangkat kubur-kubur itu sebagai sekutu-sekutu bagi Allah. Maha Suci Allah dari kemusyrikan mereka. Semoga Allah memberikan bimbinganNya kita dan kaum muslimin menuju apa yang Dia cintai dan ridhoi. Aamiin.

Penulis: Ustadz Muslim Atsari
Artikel Muslim.Or.Id

Jangan Remehkan Ucapan Anda

Mengajak manusia ke jalan Allah ta’aala merupakan aktifitas yang sangat mulia. Allah ta’aala menyebutnya sebagai ”ucapan yang paling baik”. Namun tidak banyak muslim yang mau dan sanggup melakukannya. Pada umumnya seorang muslim dihalangi oleh seribu satu alasan untuk tidak melakukannya. Ada alasan yang sangat umum yaitu ”nanti si non-muslim tersinggung”. Itulah sebabnya Allah ta’aala membekali kita dengan firmanNya: ”…dan berdebatlah (beradu argumenlah) dengan mereka dengan cara yang baik.”(QS AnNahl ayat 125) Artinya, Allah ta’aala Maha Tahu bahwa sangat mungkin ajakan kita tersebut mendatangkan penolakan dari obyek da’wah. Tapi itu bukan alasan untuk tidak berda’wah..!

Seorang muslim tatkala menyampaikan da’wah Islam harulah memiliki optimisme dan harapan hanya kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Ia harus selalu mengingat bahwa kewajibannya hanyalah menyampaikan. Adapun soal obyek da’wahnya mau menerima atau tidak, maka ini bukan urusan si muslim. Soal seseorang memperoleh hidayah atau tetap sesat sepenuhnya terserah Allah subhaanahu wa ta’aala.
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
” Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS AnNahl ayat 125)
Hal lain yang juga harus selalu diingat oleh seorang muslim yang mengajak orang lain agar ikut jalan Allah ta’aala ialah: ”Jangan remehkan ucapan Anda.” Siapa tahu, justru melalui lisan Anda seseorang memperoleh hidayah. Anda tidak akan pernah tahu apakah ucapan Anda mendatangkan taufiq dan hidayah Allah ta’aala sebelum Anda mencobanya..!

Ada seorang kawan saya yang sewaktu lulus SMA pergi untuk kuliah ke luar negeri. Saat ia pertama kali tiba di London kemampuan berbahasa Inggrisnya masih belum lancar. Waktu itu sedang bulan Ramadhan. Hari-hari pertama tiba di Inggris ia ikut sebuah bus Tour Wisata keliling kota London. Saat datang waktu makan siang bus itu berhenti di sebuah restoran dan semua turis turun untuk makan siang. Termasuk kawan saya orang Indonesia muslim tersebut.

Semua penumpang bus wisata makan di restoran tersebut kecuali kawan saya karena ia sedang puasa. Maka ketika melihat ia tidak makan si Guide (penunjuk jalan) seorang berkebangsaan Inggris mendekatinya dan bertanya: ”Why aren’t you eating?” (Mengapa kamu tidak ikut makan?).
Dengan bahasa Inggris yang terbatas iapun menjawab: ”I am Muslim. This is Ramadhan. I am fasting.” (Saya seorang muslim. Ini bulan Ramadhan. Saya sedang puasa)

Tiba-tiba dengan nada mengejek si penunjuk jalan itupun berkata: ”Oh, rupanya Anda datang dari sebuah negera muslim. Negara yang miskin sehingga kamu tidak sanggup makan…”
Lalu kawan kitapun menjadi marah dan tersinggung. Tapi bagaimana caranya mengungkapkan kemarahan dalam suatu bahasa yang belum dikuasai? Akhirnya ia hanya bisa berkata: ”Wait, one year… I will explain to you the beauty of Islam…” (tunggulah satu tahun, nanti aku jelaskan padamu indahnya ajaran Islam). Maksudnya ia ingin diberi kesempatan belajar bahasa Inggris dahulu selama setahun, baru nanti ia akan jelaskan secara panjang lebar apa itu sebenarnya ajaran Islam nan indah ini.

Sesudah satu tahun kawan saya inipun memenuhi janjinya. Ia datangi si penunjuk jalan untuk menjelaskan Islam kepadanya. Namun apa yang terjadi? Begitu mereka berjumpa satu sama lain, tiba-tiba si guide orang Inggris ini menyapa kawan kita orang Indonesia ini dengan ucapan: ”Assalaamu’alaikum, brother…!”
Maka kawan saya ini terkejut dan bertanya: ”Anda sudah masuk Islam?”
”Iya benar, saya sudah masuk Islam, ” kata si orang Inggris.
”Waduh, saya baru saja mau menjelaskan kepada Anda apa itu Islam, ” kata kawan saya.
”Anda terlambat, saudaraku…” kata si Inggris.
Maka si orang Indonesiapun bertanya: ”Bagaimana ceritanya Anda sampai memeluk Islam?”
”Saya masuk Islam sejak Anda mengatakan ’I will explain to you the beauty of Islam’… Maka sayapun bertanya-tanya apa memang di dalam Islam ada keindahan? Saya selama ini hanya tahunya Islam itu identik dengan terorisme dan segala yang hitam dan jelek.. Maka karena saya penasaran sayapun belajar Islam. Dan alhamdulillah, saya mendapat hidayah dari Allah ta’aala…”

Subhanallah...! Maka, saudaraku, bersegeralah. Ajaklah teman kerja Anda, tetangga Anda atau barangkali saudara Anda yang non-muslim ke dalam rahmat Allah ta’aala… Jangan remehkan ucapan Anda. Siapa tahu lewat lisan Anda Allah ta’aala akan limpahkan hidayah iman-Islam kepada seseorang…..

 http://www.eramuslim.com/suara-langit/undangan-surga/jangan-remehkan-ucapan-anda-2.htm

Friday, August 29, 2014

Macam-macam Hari

Al-Khalil bin Ahmad (wafat 170 H) berkata, Hari-hariku ada 4 macam:

1. Hari dimana aku bertemu orang yang lebih tau dariku, maka aku pun belajar darinya. Itu adalah hari faedah dan ghanimahku.

2. Hari dimana aku bertemu orang yang aku lebih tau daripada dia, maka aku pun mengajarinya. Itu adalah hari aku mengharapkan pahala.

3. Hari dimana aku bertemu dengan orang yang sepertiku. Maka aku pun bertukar pikiran dengannya. Itu adalah hari pembelajaranku.

4. Hari dimana aku bertemu orang yang aku lebih tau daripada dia, tapi dia merasa lebih tau daripada aku. Maka, aku pun diam saja dan menjadikan itu sebagai hari rehatku.

[dari kitab Jami' Bayan al-'ilmi wa fadhlih, ibnu Abdil Bar]

# MUKMIN WAJIB PD #


Apapun statusnya ... Orang beriman wajib percaya diri ...

Allah subhaanahu wa ta’aala menggambarkan orang-orang beriman sebagai orang-orang yang paling tinggi derajatnya. Oleh karenanya, mereka tidak dibenarkan memelihara sikap lemah mental atau bersedih hati.

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)

Wednesday, August 27, 2014

Menjadi Manusia Merdeka

17 Agustus adalah tanggal yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Hari lahirnya bangsa Indonesia, hari merdeka, hari dimana bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Bangsa Indonesia telah berjuang ratusan tahun untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah. Banyak yang telah dikorbankan, berupa  harta, nyawa, dan lainnya.

Kapankah  seorang manusia dinyatakan merdeka?

Sesungguhnya setiap orang,  setiap saat bertempur dengan  penjajah. Musuh bebuyutan manusia. Pertempuran tidak akan pernah berhenti sampai manusia meniupkan nafasnya yang terakhir di dunia. Musuh itu adalah setan dan hawa nafsu. Manusia diserang dari segala penjuru dan arah. Manusia yang merdeka adalah yang dapat melepaskan dirinya dari belenggu hawa nafsu dan penjajahan setan atas dirinya. Ia tak lagi menjadi budak setan dan hawa nafsu. Ia telah sanggup memerintah dan mengontrol dirinya. Ia tak lagi dijajah.

Itulah kemerdekaan yang sesungguhnya, kemerdekaan jiwa dari belenggu hawa nafsu, kemerdekaan hati dan akal pikiran dari pengaruh setan. Untuk menjadi manusia merdeka bukanlah perkara mudah. Ia butuh perjuangan yang panjang dan terus menerus. Perlu banyak hal yang dikorbankan. Ia menuntut adanya semangat yang terus hidup dan tidak pernah padam.

Mari kita telusuri keadaan diri kita saat ini dan selama ini, apakah kita telah menjadi manusia merdeka dari belenggu hawa nafsu dan bisikan setan? Ataukah kita memang  memilih menjadi terjajah? Kita lebih memilih tertawan oleh bujuk rayu setan dan hawa nafsu?

Sesungguhnya kita diciptakan hanya untuk mengabdi pada Allah. Untuk menjadi hamba Allah. Maka, membebaskan diri dari jajahan setan dan pengaruh hawa nafsu adalah suatu cita-cita yang harus kita capai. Tanpa itu, kita belum bisa menjadi seorang hamba yang total dalam pengabdian pada Pencipta kita.

Kenapa kita harus merdeka dari belenggu nafsu dan setan ? Karena setan dan hawa nafsu tidak pernah punya maksud yang baik pada manusia.  Hawa nafsu dan setan  selalu dan setiap saat menyuruh jajahan nya untuk melakukan perbuatan jahat dan buruk. Tidak ada kebaikan sedikitpun ketika jiwa dan diri kita dijajah oleh hawa nafsu dan setan. Orang-orang yang terjajah akan gelap melihat cahaya terang kebenaran, akan sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah. Ia akan selalu diarahkan pada segala hal yang akan menyengsarakan dan membahayakan dirinya di dunia dan akhirat.

Firman Allah, “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Dan sungguh, ia (setan itu) telah menyesatkan sebagian besar diantara kamu. Maka, apakah kamu tidak mengerti?  ( Yasin  [36] : 60-62)

Allah telah menjanjikan sorga bagi hamba-Nya yang menolak keinginan nafsunya, sebagaimana firman-Nya, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya. Maka sungguh, sorgalah tempat tinggal(nya). (an-Nazi`at [79] : 40-41)

Di ayat lain Allah menyebutkan bahwa orang yang beruntung itu ialah yang   mensucikan jiwanya dengan ketaatan pada perintah Allah. Firman Allah, “Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya. Maka Dia mengilhamkan  kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”  (asy-Syams [91] : 7-10)

Syaikh Muhammad `Ali ash-Shobuni dalam kitab tafsirnya, Sofwat at-Tafasir, menjelaskan maksud ayat di atas, “Sungguh menang dan beruntunglah orang yang mensucikan dirinya dengan ketaatan pada Allah, dan membersihkannya dari kotoran maksiat dan dosa. Dan sungguh merugi orang yang telah menghinakan dirinya dengan kekufuran dan kemaksiatan, memasukannya ke lembah kebinasaan, karena barangsiapa yang mematuhi kehendak hawa nafsunya, bermaksiat pada Tuhannya, maka ia telah keluar dari golongan orang-orang yang berakal, dan masuk pada golongan orang-orang bodoh.”

Menjadi manusia merdeka dari belenggu hawa nafsu dan setan  membutuhkan pertolongan dari Allah. Karena musuh yang kita hadapi tidak bisa kita lihat. Ia bersembunyi dari kita. Ia lebih kuat. Namun sangat lemah dan tidak berdaya di hadapan orang-orang yang beriman, di hadapan orang-orang yang telah menjadikan Allah sebagai pelindungnya.

Sehingga, setiap saat kita selalu butuh bimbingan dan perlindungan dari Allah agar menjaga kita dari pengaruh,  bujuk rayu, dan kejahatan  hawa nafsu dan setan. Wallahul musta`an wa a`lam.

Salam dari Kairo,

10 Jalan Pengampunan Dosa

Setiap manusia pasti melakukan kesalahan. Karena itu, yang perlu dibangun dalam diri setiap muslim, bukan hanya sikap hati-hati menjauhi dosa saja, tapi juga menumbuhkan sikap yang benar tentang apa dan bagaimana yang harus dilakukan ketika dosa itu terlanjur diperbuat. Setidaknya ada 10 jalan dalam Islam, yang bisa mengurangi azab atas dosa yang dilakukan:
1. Taubat
Al-Quran banyak menyebutkan bahwa taubat berfungsi sebagai pengecualian dari ancaman azab yang akan diberikan kepada pelakunya. Seperti disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 160, “Kecuali mereka yang telah bertobat…” juga dalam surat Maryam : 160, Thoha : 82. Taubat yang dimaksud di sini tentu taubat nasuha, yakni taubat yang dilakukan dengan ikhlash dan benar. Taubat yang menjadi penyesalan sekaligus menjadi titik akhir seseorang untuk tidak mengulangi dosa di masa selanjutnya.
2. Istighfar
Allah berjanji akan mengampuni kesalahan-kealahan hambanya selama ia melakukan istighfar dengan sungguh-sungguh. “Dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun (istighfar).” (QS. Al-Anfal : 33). Rasulullah saw. besabda, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sekiranya kalian belum pernah berbuat dosa, maka niscaya Allah akan membinasakankamu kemudian menggantikan kamu dengan kaum yang lain, yang mereka itu berbuat dosa lantas mereka memohon ampun kepada-Nya dan Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim)
3. Amal-amal kebaikan
Amal-amal kebaikan yang dilakukan soerang muslim bisa dilipatgandakan pahalanya oleh Allah menjadi sepuluh kali lipat atau lebih. Karena itu, amal baik juga bisa menjadi salah atu jalan pengampunan bagi kita, khususnya dosa-dosa kecil. Allah swt, berfirman : “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan perbuatan buruk.” (QS. Hud : 114)
Rasulullah saw bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk itu dengan perbuatan yang baik karena ia bisa menghapusnya (HR. Turmudzi)
4. Musibah-musibah di dunia
Musibah yang menimpa seorang m uslim, apapun bentuknya, akan menjadi penebus dosanya. Itu akan terjadi bila orang yang tertimba musibah sabar atas musibah. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya setiap musibah yang menimpa seorang muslim menjadi penebus (kafarat) atas dosanya. Bahkan sampai terpeleset kakinya, luka di jemarinya, aapun duri yang menusuknya.” (HR. Muslim) Artinya, musibah datang dari Allah swt adalah bentuk tebusan atas dosa hamba-Nya, hingga dosa itu dihapus oleh Allah swt.
5. Siksa kubur
Azab kubur adalah perkara yang harus diyakini kebenarannya. Ia juga merupakan salah satu jalan pengampunan yang bisa mengurangi azab yang akan ditipakan Allah kepada hamba-hamba-Nya atas dosa yang dilakukannya. Ada dua macam adzab kubur. Pertama, yang dirasakan seseorang selamanya sampai hari kiamat datang. Ini akan diberikan kepada orang-orang kafir (lihat QS. Al-Mu’min : 45-46). Kedua, azab kubur yang waktunya terbatas dan sealah itu berhenti. Yang kedua ini diberikan atas orang yang melakukan dosa-dosa ringan, sesuai dengan tingkat kesalahannya sehingga ia menjadi pengurangatau penebus akan azab yang akan menimpa di akhirat nanti.
6. Do’a dan permohonan ampun dari orang mukmin ang diminta kepada Allah, untuk diberikan kepada pelaku dosa dan kealahan, baik ang masih hidup maupun yang sudah meninggal
Do’a adalah saripati ibadah. Do’a adalah senjatanya orang beriman. Do’a adalah salah satu jalan pengampunan dari dosa-dosa dan kesalahan. Allah swt. berfirman : “Danorang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdo’a : “Ya Tuhan kami beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…” (QS. Al-Hasyr : 10)
7. Apa yang dihadiahkan seorang muslim yang masih hidup kepada saudaranya yang sudah meninggal, berupa pahala shadaqah dan haji
Para ulama sepakat bahwa seseorang yang telah meninggal masih dapat memperoleh manfaat dari orang yang masih hidup karena dua hal. Pertama, karena sesuatu yang sumbernya dari si mayit sendiri ketika hidup, seperti amal jariyah. Kedua, pahala kebaikan yang diperuntukkan orang yang masih hidup kepada si mayit seperti shadaqah dan haji. Pahala dari amal-amal ibadah fisik seperti puasa sunnah, shalat sunnah, membaca Qur`an, dzikir dan sebagainya, menurut Imam Ahmad dan Abu Hanifah bisa sampai kepada si mayit bila memang diniatkan oleh yang masih hidup untuk si mayit. Sementara mnenurut Imam Syafi’i dan Imam Malik, hal itu tidak bisa dihadiahkan kepada si mayit dan pahalanya tidak akan sampai.
8. Penyelesaian hak sesama manusia di akhirat, setelah mereka menyeberangi shirot (jembatan di atas neraka)
Jalan pengampunan yang lain adalah penyeleaian segala hak dan kezaliman yang terkait antara satu orang muslim dengan saudaranya. Masing-masing saling mengambil hak satu sama lain. Rasulullah saw bersabda, “Apabila orang-orang mukmin itu telah selamat melewati neraka, maka mereka akan ditahan di suatu jembatan antara mereka dan surga. Maka disitulah mereka saling melakukan penuntutan dan pemenuhan atas segala tanggungan sesama mereka selama di dunia. Maka kalau semuanya sudah bebas dari hak-hak saudaranya serta bersih dari dosa-dosa dan kezaliman sesama mereka. Barulah mereka diperkenankan untuk masuk ke dalam surga …” (HR. Bukhori)
9. Syafaat dari mereka yang berhak memberi syafaat
Di antara jalan pengampunan yang lain adalah syafaat yang diberikan oleh orang lain yang mendapat izin dari Allah. Syafaat ini akan dapat meringankan dan membebaskanorang-orang yang seharusnya mendapat siksaan di akhirat. Orang yang diperkenankan memberi syafaat, pertama adalah Rasulullah saw. Selain itu adalah kaum muslimin yang telah mendapat izin dari Allah untuk memberi syafaat. Bahkan dalam hadits yang cukup panjang disebutkan bahwa Allah swt akan memberi syafaat kepada hamba-hamba-Nya. “… Maka para malaikat telah memberi syafaat, para nabi sudah memberi syafaat, dan orang-orang beriman pun memberi syafaat. Tidak ada lagi kecuali Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kemudian setelah itu Allah mengambil sekali genggaman-Nya itu dari neraka orang-orang yang belum pernah membuat kebaikan sekalipun….” (HR. Muslim)
10. Ampunan dan pemaafan Allah SWT diluar syafaat-Nya
Ini adalah jalan pengampunan terakhir, yang bisa mengurangi maupun menghilangkan sama sekali azab yang seharusnya diterima seseorang yang telah melakukan dosa. Allah swt berfirman, “…. dan Dia (Allah) mengampuni segala dosa, selain syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya…” (QS.An-Nisa : 48 dan 116)
Jalan pengampunan ini disediakan oleh Allah swt. Tinggal kini bagaimana kita yang membutuhkan pengampunan itu. Dan sebelum pertanyaan itu kita jawab, renungkanlah firman Allah swt berikut ini: “Dan bersegeralah kamu pada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang bertaqwa….” (QS. Ali Imran : 133) (na/wq)

 http://www.eramuslim.com/oase-iman/10-jalan-pengampunan-dosa.htm