visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Thursday, September 25, 2014

Rizqi dan Ikhtiar (Copas fm Facebook)

"Rizqi dan Ikhtiar"

Mungkin kau tak tahu di mana rizqimu. Tapi rizqimu tahu di mana engkau. Dari langit, laut, gunung, & lembah; Rabb memerintahkannya menujumu.

Allah berjanji menjamin rizqimu. Maka melalaikan ketaatan padaNya demi mengkhawatirkan apa yang sudah dijaminNya adalah kekeliruan berganda.

Tugas kita bukan mengkhawatiri rizqi atau bermuluk cita memiliki; melainkan menyiapkan jawaban "Dari Mana" & "Untuk Apa" atas tiap karunia.

Betapa banyak orang bercita menggenggam dunia; dia alpa bahwa hakikat rizqi bukanlah yang tertulis dalam angka; tapi apa yang dinikmatinya.

Betapa banyak orang bekerja membanting tulangnya, memeras keringatnya; demi angka simpanan gaji yang mungkin esok pagi ditinggalkannya mati.

Maka amat keliru jika bekerja dimaknai mentawakkalkan rizqi pada perbuatan kita. Bekerja itu bagian dari ibadah. Sedang rizqi itu urusanNya.

Kita bekerja tuk bersyukur, menegakkan taat & berbagi manfaat. Tapi rizqi tak selalu terletak di pekerjaan kita; Allah taruh sekehendakNya.

Bukankah Hajar berlari 7x bolak-balik dari Shafa ke Marwa; tapi Zam-zam justru terbit di kaki bayinya? Ikhtiar itu laku perbuatan. Rizqi itu kejutan.

Ia kejutan tuk disyukuri hamba bertaqwa; datang dari arah tak terduga. Tugasnya cuma menempuh jalan halal; Allah lah yang melimpahkan bekal.

Sekali lagi; yang terpenting di tiap kali kita meminta & Allah memberi karunia; jaga sikap saat menjemputnya & jawab soalanNya, "Buat apa?"

Betapa banyak yang merasa memiliki manisnya dunia; lupa bahwa semua hanya "hak pakai" yang halalnya akan dihisab & haramnya akan di'adzab.

Banyak yang mencampakkan keikhlasan 'amal demi tambahan harta, plus dibumbui kata tuk bantu sesama; lupa bahwa 'ibadah apapun semata atas pertolonganNya.

Dengan itu kita mohon "Ihdinash Shirathal Mustaqim"; petunjuk ke jalan orang nan diberi nikmat ikhlas di dunia & nikmat ridhaNya di akhirat.

Maka segala puji bagi Allah; hanya dengan nikmatNya-lah menjadi sempurna semua kebajikan. Sekian bincang rizqi; selamat beraktivitas para shalihin shalihat...

#I_LIKE_IT_SO_MUCH

Tuesday, September 23, 2014

Adzab Kehidupan Akhirat

Adzab Kehidupan Akhirat. (Tatsqif Dr. Ahzami Sami'un)

- Beriman kepada adzab akhirat adalah konsekuensi iman kepada Allah dan Hari Akhir.
- Karakter manusia adalah membutuhkan janji dan masa depan yang cerah, sebagaimana membutuhkan yang menghindarkannya dari adzab akhirat.

Al-Qur'an tentang adzab kehidupan akhirat :

(1) اشق و اشد
(Lebih berat dan lebih dahsyat)
Hukuman di dunia lebih ringan dari adzab akhirat agar manusia belajar, jg menyadari beratnya hukuman di Neraka.

(2) غراما
(Kebinasaan)
Kebinasaan bukan mati karena mati tidak merasakan adzab.
Q.S. Furqon: 65,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ ۖ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".
Al-Hasan mengatakan bahwa setiap sesuatu yg menimpa Ibn Adam tapi tidak terus menerus bukanlah adzab, karena adzab adalah yg tetap melekat terus menerus selama2nya.

(3) العذاب المهين
Satu hari di akhirat 1000 tahun di dunia.
Q.S. Al-Baqarah: 90,
بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَىٰ غَضَبٍ ۚ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ
Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.
Rasul Saw berdabda, "Para orang2 sombong dikumpulkan di yaumil akhir seperti semut, sehingga apapum yg menimpanya meski kecil dianggap besar, hingga masuk ke penjara.
الجزاء من جنس العمل
Balasan itu sejenis dengan amal.
Di neraka itu mereka meminum darah, keringatnya manusia. Sangat menghinakan.

(4) العذاب الاخزى
Sangat menghinakan, lebih menghinakan. Lebih menghinakan dari sebelumnya.
Q.S. Fushshilat:16,
فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا صَرْصَرًا فِي أَيَّامٍ نَحِسَاتٍ لِنُذِيقَهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَخْزَىٰ ۖ وَهُمْ لَا يُنْصَرُونَ
Maka Kami meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang sial, karena Kami hendak merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan dalam kehidupan dunia. Dan Sesungguhnya siksa akhirat lebih menghinakan sedang mereka tidak diberi pertolongan.
Az-Zamakhshari menjelaskan bahwa makna kata ini jauh lebih mendalam. Mencukupkan dgn kata ini saja bermakna bahwa hanya adzab saja yg terus terjadi.
Tanda2 cendekiawan adalah mereka sangat takut kepada adzab Allah. Lihat Q.S. Ali Imran: 190-192,
رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.
Ukuran kecendekiawan seseorang bukan banyaknya karya tulis, pengikut, meskipun itu penting.
Definisi syariat (مصطلح شرعي) ulama dalam Q.S. Al-Fathir,
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Kata ( الخشية ) bermakna (الخوف تعظيم), takut yg mendalam disertai pengagungan kepada Allah.

(5) العذاب اليم
(Adzab yang sangat sakit)
Q.S. Yunus: 4,
إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا ۖ وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا ۚ إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ ۚ وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ
Hanya kepada-Nya-lah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.
Di dunia merasa sakit maka di akhirat jauh lebih menyakitkan.

Hukuman Qishash tidak bisa diganti dgn hukuman penjara yg lebih ringan!

Semuanya membuat manusia tidak berani berbuat kejahatan maka selamatlah dari adzabnya.

Kenikmatan Kehidupan Akhirat

Kenikmatan Kehidupan Akhirat 
(Tatsqif Dr. Ahzami Sami'un Jazuli)

Allah Swt selalu membandingkan kenikmatan dunia dan ukhrawi di dalam Al Qur'an agar manusia mau berusaha mendapatkan kehidupan akhirat yang jauh lebih baik dan bersifat kekal daripada kenikmatan duniawi yang ada di depan mata, meskipun kehidupan akhirat itu belum pernah terlihat dan baru terealisasi kemudian.

1. Kenikmatan duniawi sangatlah sedikit dibandingkan kenikmatan akhirat.

Q.S. An-Nisa: 77,

 ۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.

Karena kecilnya kenikmatan dunia, maka Allah mencela siapapun yang meletakkan tujuan hidupnya untuk kenikmatan dunia yang fana.

Q.S. At-Taubah: 38,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.

Inilah juga rahasia mengapa ketika berbicara tentang kenikmatan Surga, Allah menggunakan kata 'na'im' sebagai jamak dari kenikmatan.

2. Kehidupan Akhirat Bersih dari Kotoran-kotoran Dunia

Khamr dunia memabukkan, namun akhirat tidak. Kenikmatan di dunia didahului dengan kesulitan, namun akhirat tidak.

Q.S. Muhammad:15,

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى ۖ وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ ۖ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?

Di dunia ada air, minum air jika haus, tapi bedanya air di akhirat tidak berubah. Airnya bersih.
Wanita-wanitanya suci dengan sebenar-benar kesucian. Di dunia tidak disucikan secara fisik dan mental.

Q.S. Ar-Rahman:56,

فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ

Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.

Hatinya juga bersih. Hati penghuni Surga tidak ada perselisihan, saling membenci, hati mereka satu. Di dunia, mohon ma'af, jika ada yang beristri lebih dari satu, maka di antara istrinya terkadang didapati hati yang tidak bersih, namun di Surga, hati-hati para isteri mereka satu, mereka mencintai suami mereka dengan penuh keikhlasan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari,

لااختلاف بينهم ولا تباغض قلوبهم قلب واحد يسبحون اللّه بكرة و عشيا

Tidak ada perselisihan di antara mereka (penghuni Surga) dan tidak ada kebencian. Hati mereka adalah satu, yakni selalu bertasbih di pagi dan sore hari.

3. Kenikmatan duniawi sangat semu sedangkan kenikmatan ukhrawi adalah abadi.

Kesenangan dunia, apapun namanya pasti akan hilang, bahkan terkadang kenikmatan di depan mata tidak bisa dinikmati, terasa pahit.
Kekuasaan juga tidak selamanya, kekuasaan yang terkadang diraih dengan menggelontorkan banya harta itu juga sementara, banyak yang menunggu penguasa jatuh agar ia dapat menggantikannya.

Q.S. An-Nahl:96,

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ ۖ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

:: Kesenangan dunia harus dijadikan alat untuk kesenangan akhirat, semoga kita menjadi penghuni surga.

Rasulullah Berlindung dari 7 Bentuk Kematian


Akhir-akhir ini hampir setiap hari saya mendapat kabar kematian secara mendadak. Semuanya meninggal karena sudah sampai ajal saja, bukan disebabkan oleh kecelakaan atau semacamnya.
Tanpa ada tanda-tanda penyakit, dalam kondisi sehat wal afiat, tiba-tiba meninggal. Ada yang lagi bekerja, ada yang lagi duduk-duduk dengan keluarga, ada yang lagi belanja di pasar, ada yang habis olah raga, ada yang lagi menunaikan hajatnya di kamar mandi, ada yang di kampus kuliah dan banyak yang sedang tidur, tidak bangun-bangun lagi. Di samping itu maut mendatangi siapa pun tanpa pandang umur.

Rasulullah mengatakan: "Mati secara mendadak itu ketenangan bagi seorang mukmin dan sentakan kemarahan bagi pendurhaka". (HR. Imam Ahmad)
Rasulullah berlindung dari mati mendadak, dan beliau menyukai sakit dulu sebelum mati. (HR. Imam Thabrany di Mu'jam Kabir)

Rasulullah berlindung dari 7 bentuk kematian: "Dari mati secara tiba-tiba, karena disengat binatang berbisa, karena dimangsa binatang buas, dari tenggelam, dari terbakar, dari terjatuh menimpa sesuatu atau ditimpa oleh sesuatu, dan mati ketika lari dari perperangan". (Mu'jam al Ausath Imam Ath Thabrany)

Rasulullah berlindung dari kematian secara mendadak karena dikhawatirkan dalam keadaan lalai, tidak siap menghadapi kematian dan tidak punya kesempatan untuk bertaubat.
Sementara ajal itu tidak bisa ditangguhkan walau sejenak, bila sudah datang waktunya.
"Sekali-kali Allah tidak akan menanguhkan kematian seorang jiwa bila sudah datang ajalnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan". (Al Munafiqun: 11)

Untuk itu tidak ada jalan lain selain selalu dalam keadaan waspada dan siap menerima kematian, kapan dan di mana pun.
Terakhir, Rasulullah juga bersabda: "Cukuplah kematian sebagai pelajaran".

Ya Allah, matikan kami dalam keadaan husnul khatimah.

(Zulfi Akmal)

Sunday, September 14, 2014

Seseorang akan Bersama Orang yang Dicintai dan diidolakannya

Seseorang akan Bersama Orang yang Dicintai dan diidolakannya


Hati-hati Mengidolakan Seseorang!!!

Karena Seseorang akan Bersama Orang yang Dicintai dan diidolakannya

بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:

Semakin banyaknya kaum muslim mengidolakan seorang yang sebenarnya tidak pantas untuk diidolakan, baik karena akidahnya yang buruk yang dipenuhi dengan syirik, ibadahnya yang buruk yang dipenuhi dengan bid’ah, pergaulannya yang buruk atau tingkahlakunya yang buruk.

Kalau bukan karena peran media massa-lah seorang yang sebenarnya buruk ini dan tidak pantas menjadi idola inilah akhirnya diidolakan orang banyak!!!

Tulisan singkat di bawah ini, ingin menjelaskan sedikit sebenarnya siapakah yang berhak diidolakan dan siapakah yang tidak pantas untuk diidolakan.

Kawan pembaca, ketauhilah, semoga Allah merahmati kita…


Sang Idola dan Panutan yang bebas dari segala keburukan dan kekejian

{قَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا } [الأحزاب: 21]

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” QS. Al Ahzab: 21.

Kenapa beliau idola tanpa cacat, jawabannya:

عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامِ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبِرِينِى بِخُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَتْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَا تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ (وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ)

Artinya: “Sa’ad bin Hisyam bin Amir berkata: “Aku pernah mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha, lalu aku bertanya: “ Wahai Ummul Mukminin, beritahukanlah kepadaku akan akhlaknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”, beliau menjawab: “Akhlak beliau adalah Al Quran, apakah kamu tidak membaca Al Quran, Firman Allah Azza wa Jalla: (وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ) dan sesungguhnya engkau di atas budi pekerti yang agung.” HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 4811.

Makna “Akhlak beliau Al Quran”

Berkata Ibnu Rajab rahimahullah:

تعني : أنَّه كان تأدَّب بآدابه ، وتخلَّق بأخلاقه ، فما مدحه القرآن ، كان فيه رضاه ، وما ذمه القرآنُ ، كان فيه سخطه

Artinya: “Maknanya adalah beliau senantiasa beradab dengan adabnya Al Quran dan berakhlak dengan akhlaknya, apa yang dipuji Al Quran maka di dalamnya terdapat kerelaan beliau dan apa saja yang dicela Al Quran maka di dalamnya terdepat kemurkaan beliau.” Lihat Kitab Jami’ Al Ulum Wa Al Hikam.

Indahnya mengidolakan Nabi dan orang-orang yang diridhai Allah Ta’ala.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ « وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ ». قَالَ حُبَّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ». قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحًا أَشَدَّ مِنْ قَوْلِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ». قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِأَعْمَالِهِمْ.

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita: “Pernah seorang lelaki datang menenmui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia bertanya: “Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat?”, beliau bersabda: “Apa yang kamu telah siapkan untuk hari kiamat”, orang tersebut menjawab: “Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya”, beliau bersabda: “Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai”, Anas berkata: “Kami tidak pernah gembira setelah masuk Islam lebih gembira disebabkan sabda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai, maka aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar, dan berharap aku bersama mereka meskipun aku tidak beramal seperti amalan mereka.” HR. Muslim.

قَالَ ثَابِتٌ فَكَانَ أَنَسٌ إِذَا حَدَّثَ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ اللَّهُمَّ فَإِنَّا نُحِبُّكَ وَنُحِبُّ رَسُولَكَ.


Tsabit (perawi hadits di atas) berkata: “Senantiasa Anas radhiyallahu ‘anhu jika meriwayatkan hadits ini, beliau berdoa: “Wahai Allah, sesungguhnya kami mencintai-Mu dan mencintai Rasul-Mu”. HR. Ahmad.

Kawanku…

Sangat indah…mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berarti akan bersama beliau di hari kiamat, tentunya di dalam surga.
Sangat indah…mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berarti akan bersama beliau di dalam surga meskipun pastinya tidak akan mampu beramal seperti amalan beliau.

Tapi ingat Kawanku…Hadits ini juga berlaku bagi yang;

>> mencintai orang yang buruk akidahnya; penuh dengan kekafiran, penuh dengan kesyirikan, penghinaan terhadap Allah Ta’ala, penghinaan terhadap nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan lainnya dari akidah yang buruk, maka dia akan bersamanya di hari kiamat…

>> mencintai orang yang buruk ibadahnya, ibadah senantiasa bid’ah, tidak memperhatikan kwalitas ibadah, tidak taat dalam ibadah, maka dia akan bersamanya di hari kiamat…

>> mencintai orang yang buruk interaksi sosialnya, sering menggangu orang lain, mecela orang lain, menzhalimi orang lain dan sebagainya dari interkasi social yang buruk, maka dia akan bersamanya di hari kiamat…

>> Mencintai orang yang perbuatan dan tingkah laku buruk dan keji, suka maksiat, suka pamer aurat, suka minum khamr dan barang memabukkan lainnya, suka mencuri, suka berzina, seks bebas dan sebagainya dari perbuatan keji dan buruk, maka dia akan bersanama di hari kiamat…

Mari perhatikan perkataan Al Mubarakfury rahimahullah:

 قوله المرء مع من أحب أي يحشر مع محبوبه ويكون رفيقا لمطلوبه قال تعالى ومن يطع الله والرسول فأولئك مع الذين أنعم الله عليهم الآية وظاهر الحديث العموم الشامل للصالح والطالح ويؤيده حديث المرء على دين خليله كما مر ففيه ترغيب وترهيب ووعد ووعيد

Artinya: “Sabda beliau “Seseorang bersama yang yang dia cintai”, maksudnya adalah dia akan dikumpulkan bersama orang yang dia cintai  dan akan menjadi teman untuk yang dicarinya, Allah berfirman: “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan bersama orang-orang yang yang dianugerahkan oleh Allah nikmat atas mereka”, dan secara lahir hadits , mencakup keumuman baik untuk mencintai orang shalih atau orang yang tidak shalih, dan yang menguatkan pendapat ini adalah hadits yang berbunyi: “Seseorang sesuai dengan agama temannya”, sebagaimana yang sudah disebutkan. Maka di dalam hadits ini, terdapat motivasi (untuk berteman dengan orang shalih-pent) dan peringatan keras (untuk tidak berteman dengan orang tidak shalih-pent), di dalam hadits ini terdapat janji yang baik (bagi yang berteman dengan orang shalih-pent) dan ancaman siksa (bagi yang berteman dengan orang tidak shalih-pent).” Lihat kitab Tuhfat Al Ahwadzi.

Kawanku …
Jangan sampai hari kiamat kita seperti apa yang disebutkan di dalam ayat di bawah ini akibat MENJADIKAN IDOLA YANG TIDAK PANTAS UNTUK DIIDOLAKAN, BAIK KARENA KEKAFIRANNYA, KESYIRIKANNYA, KEBID’AHANNYA DAN MAKSIATNYA!!!.

{يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا (66) وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا (67)} [الأحزاب: 66، 67]

Artinya: “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: Alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. Dan mereka berkata: "Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” QS. Al Ahzab: 66-67.

*) Ditulis oleh Ahmad Zainuddin, 6 Rabi’ul Awwal 1433H Dammam KSA

Friday, September 12, 2014

Invasi Pemikiran Terhadap Kaum Muslimin


Invasi/serangan pemikiran atau dalam bahasa Arab dinamakan ghazwul fikri dan dalam basaha Inggris disebut sebagai brain washing, thought control, menticide adalah istilah yang menunjuk kepada suatu program yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur oleh musuh-musuh Islam untuk melakukan pendangkalan pemikira  dan cuci otak kepada kaum muslimin, dengan tujuan agar kaum muslimin tundu  dan mengikuti cara hidup mereka sehingga melanggengkan kepentingan mereka untuk menjajah (baca : mengeksploitasi) sumberdaya milik kaum muslimin.

Invasi pemikiran (atau ghazwul fikri selanjutnya disingkat GF) dilakukan oleh para musuh Islam dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa dibandingkan dengan melakukan peperangan militer/fisik, maka GF memiliki kelebihan- kelebihan sebagai berikut :
ASPEK PERANG FISIK GHAZWUL FIKRI
  • Biaya sangat mahal
  • · Jangkauan Terbatas di front
  • · Obyek merasakan
  • · Dampaknya objek mengadakan perlawanan
  • Penggunaan persenjataan, senjata berat
  • · Murah dan dikembalikan
  • · Sampai ke rumah – rumah objek
  • · Sama sekali tidak merasa
  • · Slogan, teori, iklan

Sejarah GF sudah ada setua umur manusia, makhluk yang pertama kali melakukannya
adalah Iblis la’natullah ketika berkata kepada Adam as : “Sesungguhnya Allah melarang
kalian memakan buah ini supaya kalian berdua tidak menjadi malaikat dan tidak dapat
hidup abadi” (QS 7/20).

Dalam perkataannya ini Iblis tidak menyatakan bahwa Allah tidak melarang kalian …
karena itu akan bertentangan dengan informasi yang telah diterima oleh Adam as, tetapi
Iblis mengemas dan menyimpangkan makna perintah Allah SWT sesuai dengan
keinginannya, yaitu dengan menambahkan alasan pelarangan Allah yang dibuatnya
sendiri dan ia tahu bahwa Adam as tidak punya pengetahuan tentang sebab tersebut.
Demikianlah para murid-murid Iblis dimasa kini selalu berusaha melakukan GF dengan
menyimpangkan fakta dan informasi yang ada sesuai dengan maksud jahatnya, tapi
dengan cara yang sangat halus dan licin, sehingga hanya orang-orang yang dirahmati
Allah SWT yang mampu mengetahuinya.

SIAPA YANG MELAKUKAN ?
Allah SWT memperingatkan kita di dalam al-Qur’an bahwa para musuh Islam akan
selalu mengintai dan memerangi ummat Islam kapan dan dimanapun, sehingga kita
diperintahkan untuk selalu waspada dan mempersiapkan diri (QS 8/60). Ummat Islam
bukan agressor dan tidak pernah memulai menyakiti dan memerangi kelompok lain,
tetapi sejarah (baik di dalam maupun diluar negeri) selalu membuktikan bahwa
merekalah yang selalu memulai memerangi dan membantai kaum muslimin (Lihat kasus
Palestina, Afghanistan, Bosnia, Kosovo, Kashmir, Rohingya, Moro, Pattani, Chechnya,
Ambon, Poso).
Kelompok-kelompok yang memusuhi Islam dan kaum muslimin yang harus selalu
diwaspadai tersebut adalah :
Orang-orang Kafir (QS 2/120), yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
termasuk kafir harbi (yang memerangi kaum muslimin) dan bukan Yahudi dan
Nasrani yang termasuk kafir dzimmi (yang berdamai dengan kaum muslimin).
Musyrik (QS 2/105), yaitu agama Hindhu, Budha dsb yang memusuhi kaum
muslimin dan bukan yang berdamai dengan kaum muslimin.
Munafiq (QS 2/8-10), yaitu kelompok yang mengaku sebagai kaum muslimin tapi mau menerima hukum Allah dan Rasul-Nya.
Diantara sifat-sifat mereka adalah :
  • · Mereka melakukan shalat dengan malas dan berinfaq dengan merasa berat (QS:9/54).
  • · Mereka sedikit sekali berdzikir kepada Allah SWT (QS 4/142).
  • · Mereka melakukan kerusakan dimuka bumi, tetapi jika diperingatkan maka mereka menjawab bahwa mereka sedang membangun (QS 2/12).
  • · Mereka senang berteman dan mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka (QS 4/139,144).
  • · Mereka sering mempermainkan dan mengolok-olok hukum-hukum Allah SWT bersama-sama orang-orang kafir (hukum Islam ketinggalan jaman, kuno, kejam, dsb) (QS 4/140).
  • · Tidak mau berjihad di jalan Allah SWT (QS 9/44-45)
  • · Mereka memerintahkan maksiat dan kemunkaran dan mencegah orang untuk beribadah dan berbuat amal baik (QS 9/67).
Dan terhadap kaum munafiq ini, kaum muslimin diperintahkan untuk jauh lebih berhati-hati dan harus selalu waspada terutama saat menerima informasi dari mereka (QS 49/6).


MENGAPA MEREKA MELAKUKAN GF ?
· Alasan Ekonomis :
1. Potensi sumber daya alam kaum muslimin dan negara-negara Islam yang
demikian besar dan melimpah menyebabkan para musuh Islam berlomba-lomba
untuk menguasainya, jika dahulu penjajahan yang dilakukan berbentuk
penjajahan fisik, maka saat ini setelah gerakan kemerdekaan di negara terjajah,
maka harus dicari cara lain untuk melanggengkan kepentingan mereka, yaitu
dengan penjajahan pemikiran.
2. Politik, bahwa setiap negara maju akan selalu berusaha untuk memiliki supremasi
politik yang diakui oleh negara-negara lain yang disebut sebagai hegemoni
politik. Oleh sebab itulah maka mereka berusaha untuk menjadikan setiap negara
lain sebagai satelitnya dan mau mengakui kekuasaan politik negara tersebut
dengan segala konsekuensinya.
3. Geografis negeri Islam, kondisi geografis negara-negara Islam demikian strategis
jika diplot dalam peta geografis negara-negara di dunia baik luasnya, potensi
alamnya, letaknya dalam konstelasi negara-negara dunia, dsb. Sebagai contoh
posisi negara-negara seperti Indonesia, Mesir, Palestina, negara-negara Teluk, dsb.
· Alasan Ideologis.
Alasan yang lain yang menyebabkan para musuh Islam melakukan GF kepada kaum
muslimin adalah karena kebencian dan kedengkian mereka akan kebenaran dan
ketinggian Islam (QS 2/109).


BIDANG-BIDANG YANG DISERANG
1. Pendidikan :
Pendidikan adalah aspek penting yang menentukan maju atau mundurnya suatu bangsa,
oleh sebab itu bidang pendidikan merupakan target utama dari GF. GF yang dilakukan
dibidang pendidikan diantaranya adalah dengan membuat sedikitnya porsi pendidikan
agama di sekolah-sekolah umum (hanya 2 jam sepekan), hal ini berdampak fatal pada
fondasi agama yang dimiliki oleh para siswa, dengan lemahnya basis agama mereka
maka terjadilah tawuran, seks bebas pelajar yang meningkatkan AIDS, penyalahgunaan
Narkoba, vandalisme, dsb. Ini adalah dampak jangka pendek, yang lebih berbahaya lagi
adalah dampak jangka panjangnya yaitu terhadap kualitas pemahaman agama para calon pemimpin bangsa dimasa depan. GF lainnya dibidang ini adalah pada teknis belajarnya
yang campur baur antara pria dan wanita yang jelas tidak sesuai dan banyak
menimbulkan pelanggaran terhadap syari’at.
2. Sejarah :
Sejarah yang diajarkan perlu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan semangat Islam.
Materi tentang sejarah dunia & ilmu pengetahuan telah di GF habis-habisan sehingga
hampir tidak ditemui sama sekali pemaparan tentang sejarah para ilmuwan Islam dan
sumbangannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan, melainkan semata-mata ilmuwan
kafir yang pada akhirnya membuat generasi muda menjadi silau dengan tokoh-tokoh
kafir dan minder terhadap sejarahnya sendiri. Ketika berbicara tentang sejarah Islam, di
benak mereka hanya terbayang sejarah peperangan dengan pedang dan darah
sebagaimana yang selalu digambarkan dalam kacamata Barat. Hal ini lebih diperparah
lagi dengan sejarah nasional dan penamaan perguruan tinggi, gedung-gedung,
perlambangan, penghargaan dan pusat ilmu lainnya dengan bahasa Hindhu Sansekerta,
sehingga semakin hilanglah mutiara kegemilangan Islam di hati para generasi muda.
3. Ekonomi :
GF yang terjadi dibidang ekonomi adalah konsekuensi dari motto ekonomi yaitu :
Mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya, ketika
motto ini ditelan habis-habisan tanpa dilakukan filterisasi lagi, maka tidak lagi
memperhatikan halal atau haram, yang penting adalah bagaimana supaya untung sebesar-
besarnya. Hal lain yang perlu dicermati dalam sistem ekonomi kapitalisme yaitu
monopoli, riba dan pemihakan elit kepada para konglomerat. Mengenai monopoli sudah
tak perlu dibahas lagi, cukup jika dikatakan bahwa di AS sendiri telah diberlakukan UU
anti-trust (bagaimana di Indonesia?). Tentang riba dan haramnya bunga-bank rasanya
bukan pada tempatnya jika dibahas disini, cukup dikatakan bahwa munculnya dan
berkembangnya bank tanpa bunga (bagi hasil), fatwa MUI, fatwa Universitas al-Azhar
Mesir, kesepakatan para ulama Islam dunia (lihat Lampiran-lampiran pada buku
Qardhawi, Bank Tanpa Bunga, Usamah Press, Jakarta) membuktikan bahaya bunga bank
dan haramnya dalam Islam. Tentang keberpihakan kepada para konglomerat, semoga
dengan perkembangan era reformasi saat ini dapat diperbaiki.
4. Ilmu Alam & Sosial :
Pada bidang ilmu-ilmu Alam, GF terbesar yang dilakukan adalah dengan dilakukannya
sekularisasi antara ilmu pengetahuan dengan ilmu agama (lihat bab II, pasal bahaya aliran
sekularisme). Bahaya lainnya adalah penisbatan teori-teori ilmu pengetahuan kepada para
ilmuwan tanpa mengembalikannya kepada Sang Pemberi dan Pemilik Ilmu, sehingga
mengakibatkan kekaguman dan pujian hanya berhenti pada diri para ilmuwan tersebut
saja dan tidak bermuara kepada Allah SWT. Hal lain adalah berkembangnya berbagai
teori-teori sesat yang sebenarnya belum diterima secara ilmiah, tetapi disebarkan secara
besar-besaran oleh kelompok-kelompok tertentu untuk menimbulkan keraguan pada
agama, seperti teori tentang asal-usul makhluk hidup (the origins of species) dari Darwin
(yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari penemuan Herbert Spencer), yang sebenarnya masih ada the missing link yang belum dapat menghubungkan antara manusia
dan kera, tapi sudah “diindoktrinasikan” kemana-mana (lihat bantahan tuntas terhadap
teori ini dalam Bucaille Maurice, Asal Usul Manusia, Mizan, Bandung). Atau teori Libido
Seksual-nya Freud, yang menyatakan bahwa jika manusia tidak dibebaskan sebebas-
bebasnya keinginan seksualnya akan mengakibatkan terjadinya gangguan kejiwaan, teori
ini sudah dibantah secara ilmiah dan pencetusnya sendiri (Freud) yang terus
menggembar-gemborkan kebebasan seksual, ternyata mati karena menderita penyakit
kejiwaan (psikopath).
5. Bahasa :
GF dibidang bahasa adalah dengan tidak diajarkannya bahasa al-Qur’an di sekolah- sekolah, karena menganggapnya tidak perlu. Hal yang nampaknya remeh ini sebenarnya sangat besar akibatnya dan menjadi bencana bagi kaum muslimin Indonesia secara umum. Dengan tidak memahami bahasa al-Qur’an maka mayoritas kaum muslimin
menjadi tidak mengerti apa kandungan al-Qur’an (QS 2/78), sehingga al-Qur’an menjadi
sekedar bacaan tanpa arti (QS yang pada akhirnya hanya dinikmati iramanya seperti
layaknya lagu-lagu dan nyanyian belaka, yang pada puncaknya adalah dengan
ditinggalkannya al-Qur’an (QS 25/30-31). Dampak yang lain dari kebodohan terhadap
bahasa al-Qur’an ini adalah bahwa kaum muslimin menjadi terputus hubungannya
dengan perbendaharaan ilmu-ilmu keislaman yang telah disusun dan dibukukan selama
hampir 1000 tahun oleh para pakar dan ilmuwan Islam terdahulu, yang jumlahnya
mencapai jutaan judul buku mencakup bidang-bidang aqidah, tafsir, hadits, fiqih, sirah,
tarikh, ulumul qur’an, tazkiyyah, dsb.
6. Hukum :
GF pada aspek hukum adalah penggunaan acuan hukum warisan kolonial yang masih
terus dipertahankan sebagai hukum yang berlaku, dan reduksi dan penghapusan hukum
Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasa takut dan alergi terhadap segala yang berbau syari’at
Islam merupakan keberhasilan GF dibidang ini. Penggambaran potong tangan bagi
pencuri dan rajam bagi pezina selalu ditonjolkan saat pembicaraan-pembicaraan tentang
kemungkinan adopsi terhadap beberapa hukum Islam. Mereka melupakan bahwa hukum
Islam berpihak (melindungi) korban kejahatan, sehingga hukuman keras dijatuhkan
kepada pelaku kejahatan agar perbuatannya tidak terulang dan orang lainpun takut untuk
berbuat yang sama. Sebaliknya bahwa hukum di Barat berpihak (melindungi) pelaku
kejahatan, sehingga dengan hukuman tersebut memungkinkannya untuk mengulang lagi
kejahatannya karena ringannya hukuman tersebut. Laporan menunjukkan bahwa tingkat
perkosaan yang terjadi di Kanada selama sehari sama dengan kejahatan yang sama di
Kuwait selama 12 tahun, dan bahkan pooling yang dilakukan di masyarakat AS
menunjukkan bahwa 1 dari 3 masyarakat AS menyetujui dijatuhkannya hukuman mati
untuk pemerkosa (lihat Qardhawi, Y., Islam Peradaban Masa Depan, al-Kautsar, Jakarta).
7. Pengiriman pelajar dan mahasiswa ke Luar Negeri :
GF dibidang ini terjadi dalam 2 aspek, brain drain dan brain washing. Brain drain adalah pelarian para intelektual dari negara-negara Islam ke negara-negara maju karena insentif yang lebih besar dan fasilitas hidup yang lebih mewah bagi para pekerja disana. Hal ini menyebabkan lambatnya pembangunan di negara-negara Islam dan semakin cepatnya kemajuan di negara-negara Barat. Data penelitian tahun 1996 menyebutkan bahwa
perbandingan SDM bergelar doktor (S3) di Indonesia baru 60 per sejuta penduduk, di AS
dan Eropa antara 2500-3000 orang per sejuta, dan di Israel mencapai 16.000 persejuta
penduduk ! Sementara brain washing (cuci otak) dialami oleh para intelektual yang
sebagian besar berangkat ke negara-negara Barat tanpa dibekali dengan dasar-dasar
keislaman yang cukup, sehingga mereka pulang dengan membawa pola pikir dan perilaku
yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan bahkan secara sadar atau tidak ikut andil
dalam membantu melanggengkan kepentingan Barat di negara mereka.
8. Media massa :
Berbicara mengenai GF yang terjadi dalam media massa, maka dapat dipilah pada aspek-
aspek sebagai berikut :
Ø Aspek kehadirannya :
Terjadinya perubahan penjadwalan kegiatan sehari-hari dalam keluarga muslim. Sebagai
contoh adalah TV, waktu selepas maghrib yang biasanya digunakan anak-anak untuk
mengaji dan belajar agama berubah dengan menonton acara-acara yang kebanyakan
merusak dan tidak bermanfaat. Sementara bagi para remaja dan orangtua, dibandingkan
datang ke pengajian dan majlis-majlis ta’lim, kebanyakan lebih senang menghabiskan
waktunya dengan menonton TV. Sebenarnya TV dapat menjadi sarana dakwah yang
luarbiasa (sesuai dengan teori komunikasi yang menyatakan bahwa media audio-visual
memiliki pengaruh yang tertinggi dalam membentuk kepribadian baik pada tingkat
individu maupun masyarakat), asal dikemas dan dirancang agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ø Aspek Isinya :
Berbicara mengenai isi yang ditampilkan oleh media massa yang merupakan produk GF
diantaranya adalah mengenai penokohan/orang-orang yang diidolakan. Media massa yang ada tidak berusaha untuk ikut mendidik bangsa dan masyarakat dengan menokohkan para ulama dan ilmuwan serta orang-orang yang dapat mendorong membangun bangsa agar dapat mencapai kemajuan IMTAK dan IPTEK sebagaimana yang digembar-gemborkan, sebaliknya justru tokoh yang terus-menerus diekspos dan ditampilkan adalah para selebriti yang menjalankan gaya hidup borjuis, menghambur- hamburkan uang (tabdzir) jauh dari memiliki IPTEK apalagi dari nilai-nilai agama. Hal ini jelas demikian besar dampaknya kepada generasi muda dalam memilih dan menentukan gaya hidup serta cita-citanya dan tentunya pada kualitas bangsa dan negara. Produk lain dari GF yang menonjol dalam media TV misalnya, adalah porsi film-fil yang Islami yang hampir-hampir boleh dikatakan tidak ada, 90% film yang diputar adalah bergaya Barat, sisanya adalah film nasional (yang juga bergaya Barat), film-film Mandarin dan film-film India.

Siapakah yg Layak Diberi Amanah ?

Oleh : Abu Abdillah Arief B. bin Usman Rozali


Betapa menyedihkan, tatkala sifat amanah ini telah hilang dari sebagian kaum Muslimin, apalagi yang sudah “mengaji”.


Ketahuilah, wahai para pembaca budiman,

Sebagai seorang yang benar-benar mengaku beriman kepada Allah dan mengaku mengikuti manhaj Salaf yang sempurna dan mulia ini, maka, perhatikanlah baik-baik!

Karena tidak jarang kita mendapatkan khabar tentang si Fulan yang tidak menepati janjinya … berpura-pura lupa … Si Fulan sangat menggampangkan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya … Bahkan … Si Fulan telah menipu rekan bisnisnya … Si Fulan berbohong dan tidak amanah kepada atasannya … Si Fulan menipu ustadznya yang berbisnis dengannya … Sungguh mengherankan, sekaligus memalukan! Wallahul Musta’an, wa laa haula wa laa quwwata illa billah.


Maka dengan tulisan ini, semoga menjadi penggugah, agar kita menetapi amanah yang telah dipercayakan. Baik berkaitan dengan harta benda, sehingga menjaganya sepenuh hati. Atau masalah tanggung jawab pekerjaan, sehingga menunaikan tugas dengan baik dan meningkatkan etos kerja. Atau sekedar sebuah janji yang diberikan, sehingga harus dipenuhi. Dengan menetapi amanah, kita dapat membangun keindahan dalam bermuamalah. (Redaksi).

____________________________________________


Amanah adalah sifat mulia. Sehingga amat disayangkan jika kaum Muslimin kehilangan sifat mulia ini. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada setiap muslim untuk menunaikan amanah, menjelaskan akibat buruk mengabaikan dan melalaikan amanah. Penyebab utama seseorang terjerumus ke dalam kemaksiatan ini adalah karena kejahilan (kebodohan).[1]


Kebodohan seorang muslim terhadap pentingnya masalah amanah, telah membuatnya meninggalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sangat agung ini, sekaligus telah bermaksiat. Dan bahkan dapat menjadi dosa besar, jika seseorang yang telah mengetahui hukumnya, tetapi justru menyia-nyiakan amanah.


Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, kita senantiasa berusaha keras dan sungguh-sungguh membebaskan diri dari kejahilan, yakni dengan menuntut ilmu syar’i secara umum, dan memahami urgensi amanah ini secara khusus, lalu mengamalkannya. Serta tetap terus memohon dan berdoa kepada Allah Subhanahun wa Ta'ala agar kita senantisa diberi taufiq, hidayah, dan segala kemudahan dalam menuntut ilmu syar’i, memahaminya, serta merealisasikan syariat Islam yang sempurna dan mulia ini dalam keseharian.


MAKNA AMANAH

Al Imam Ibnu al Atsir rahimahullah berkata, amanah bisa bermakna ketaatan, ibadah, titipan, kepercayaan, dan jaminan keamanan [2]. Begitu juga al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah membawakan beberapa perkataan dari sahabat dan tabi’in tentang makna amanah ini. Ketika menafsirkan surat al Ahzab ayat 72, al Hafizh Ibnu Katsir membawakan beberapa perkataan sahabat dan tabi'in tentang makna amanah dengan menyatakan, makna amanah adalah ketaatan, kewajiban-kewajiban, (perintah-perintah) agama, dan batasan-batasan hukum.[3]

Asy Syaikh al Mubarakfuri rahimahullah berkata,"(Amanah) adalah segala sesuatu yang mewajibkan engkau untuk menunaikannya” [4]. Adapun menurut asy Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman -hafizhahullah-amanah adalah, kepercayaan orang berupa barang-barang titipan, dan perintah Allah berupa shalat, puasa, zakat dan semisalnya, menjaga kemaluan dari hal-hal haram, dan menjaga seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan dosa. [5]


Sedangkan asy Syaikh Salim bin ‘Id al Hilali -hafizhahullah- menjelaskan, amanah adalah sebuah perintah menyeluruh dan mencakup segala hal berkaitan dengan perkara-perkara, yang dengannya, seseorang terbebani untuk menunaikannya, atau ia dipercaya dengannya. Sehingga amanah ini mencakup seluruh hak-hak Allah atas seseorang, seperti perintah-perintahNya yang wajib. Juga meliputi hak-hak orang lain, seperti barang-barang titipan (yang harus ditunaikan dan disampaikan kepada si pemiliknya, Pen). Sehingga, sudah semestinya seseorang yang dibebani amanah, ia menunaikannya dengan sebaik-baiknya dengan menyampaikan kepada pemiliknya. Ia tidak boleh menyembunyikan, mengingkari, atau bahkan menggunakannya tanpa izin yang syar’i.[6]


Asy Syaikh Husain bin Abdul Aziz Alu asy Syaikh -hafizhahullah- juga menjelaskan : “Para ulama telah berkata, hal-hal yang termasuk amanah sangatlah banyak. Kaidah dan dasar hukumnya adalah segala sesuatu yang seseorang terbebani dengannya, dan hak-hak yang telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ia memelihara dan menunaikannya, baik berkaitan dengan agama, jiwa manusia, akal, harta, dan kehormatan harga diri". [7]


DI ANTARA DALIL-DALIL AL QUR`AN YANG MENJELASKAN TENTANG AMANAH

1. Surat an Nisaa/4 ayat 58 :
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…"

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah di dalam Tafsir al Qur’an al ‘Azhim (2/338-339) berkata : Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengabarkan bahwa sesungguhnya Ia memerintahkan (kepada kita) untuk menunaikan amanah kepada pemiliknya. Dalam sebuah hadits dari al Hasan, dari Samurah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْـتَمَنَكَ، وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
"Tunaikanlah amanah kepada orang yang engkau dipercaya (untuk menunaikan amanah kepadanya), dan jangan khianati orang yang telah mengkhianatimu". [Diriwayatkan oleh al Imam Ahmad dan Ahlus Sunan].[8]

Ini mencakup seluruh jenis amanah yang wajib ditunaikan oleh seseorang yang dibebani dengannya. Baik (amanah itu) berupa hak-hak Allah atas hambanya, seperti (menunaikan) shalat, zakat, kaffarat, nadzar, puasa, dan lain-lainnya yang ia terbebani dengannya dan tidak terlihat oleh hamba-hamba Allah lainnya. Ataupun berupa hak-hak sesama manusia, seperti barang-barang titipan, dan yang semisalnya, yang mereka saling mempercayai satu orang dengan yang lainnya tanpa ada bukti atasnya. Maka, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkannya untuk menunaikannya. Barangsiapa yang tidak menunaikannya, akan diambil darinya pada hari Kiamat kelak.[9]


2. Surat al Anfal/8 ayat 27 :


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui."

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata,"… Dan khianat, mencakup seluruh perbuatan dosa, baik yang kecil maupun yang besar, baik (dosanya) terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. 'Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas, (tentang firmanNya) وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ , amanah adalah seluruh perbuatan yang telah Allah bebankan kepada hamba-hambaNya (agar mereka menunaikannya, Pen), yaitu (berupa) kewajiban-kewajiban. Dan maksud "janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat” adalah, janganlah kamu menggugurkannya. Dalam sebuah riwayat, ‘Ibnu Abbas menjelaskan maksud firmanNya: لاَ تَخُونُواْ اللهَ وَالرَّسُولَ , (janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul), dengan cara meninggalkan sunnah Nabi dan melakukan maksiat kepada Nabi" [10]


3. Surat al Ahzab/33 ayat 72 :

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh".

Al Hafizh Ibnu Katsir t , setelah membawakan beberapa perkataan dari shahabat dan tabi’in tentang makna amanah ini, beliau berkata: “Seluruh perkataan ini, tidak ada pertentangan sesamanya. Bahkan seluruhnya bermakna sama dan kembali kepada satu makna, (yaitu) pembebanan, penerimaan perintah-perintah dan larangan-larangan dengan syarat-syaratnya. Dan hal ini, jika seseorang menunaikannya, maka ia akan diberi pahala. Namun, jika ia menyia-nyiakannya, maka ia pun akan disiksa. Akhirnya, manusialah yang menerima amanah ini, padahal ia lemah, bodoh, lagi berbuat zhalim. Kecuali orang yang diberi taufiq oleh Allah, dan Allah-lah tempat memohon pertolongan”.[11]


4. Surat al Mu’minun/23 ayat 8, atau surat al Ma’arij/70 ayat 32:

"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya".

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir al Qur’an al ‘Azhim (8/227) berkata: "Maksudnya, apabila mereka dipercaya (dalam suatu urusan), mereka tidak berkhianat. Dan apabila mereka mengadakan perjanjian, mereka tidak menyelisihinya. Demikianlah sifat orang-orang yang beriman. Dan kebalikan dari ini, adalah sifat orang-orang munafik. Sebagaimana diterangkan dalam hadits shahih, tanda orang munafiq ada tiga: apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia menyelisihi janjinya, dan apabila diberi amanah (kepercayaan) ia berkhianat. Dalam sebuah riwayat, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia menyelisihi janjinya, dan apabila bertengkar ia berbuat curang.[12]


5. Surat al Baqarah/2 ayat 283:

"…Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah Tuhannya…".

DI ANTARA DALIL-DALIL AS SUNNAH YANG BERKAITAN DENGAN AMANAH DAN KETERANGAN WAJIBNYA MENUNAIKAN AMANAH, SERTA AKIBAT BURUK MENYIA-NYIAKAN DAN MELALAIKANNYA

1. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, yang menjelaskan wajibnya menunaikan amanah kepada pemiliknya, ia berkata:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَدِّ الأَمَانَـةَ إِلَى مَنِ ائْـتَمَنَكَ، وَلاَ تَـخُنْ مَنْ خَانَكَ .
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang engkau dipercaya (untuk menunaikan amanah kepadanya), dan jangan khianati orang yang telah mengkhianatimu". [13]

Berkaitan dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits ini, asy Syaikh al Mubarakfuri rahimahullah berkata : "Perintah (di dalam hadits ini) menunjukkan wajibnya hal tersebut” [14]. Yakni, seseorang wajib menunaikan amanah. Sehingga Imam adz Dzahabi rahimahullah telah mengkategorikan perbuatan khianat ini ke dalam perbuatan dosa besar. Beliau berkata,"Khianat sangat buruk dalam segala hal, sebagiannya lebih buruk dari sebagian yang lainnya. Tidaklah orang yang mengkhianatimu dengan sedikit uang, seperti orang yang mengkhianatimu pada keluargamu, hartamu, dan ia pun melakukan dosa-dosa besar (lainnya)”.[15]


2. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, yang menjelaskan salah satu tanda hari Kiamat adalah apabila amanah telah disia-siakan, ia berkata:


بَيْنَمَا النَّـبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ القَوْمَ، جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ، فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَمَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ، فَقَالَ بَعْضُ القَوْمِ: سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ لَمْ يَسْمَعْ، حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيْـثَهُ، قَالَ: أَيْنَ -أُرَاهُ- السَّائِلُ عَنِ السَّاعَةِ؟ ، قَالَ: هَا أَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: فَإِذَا ضُـيِّعَتِ الأَمَانَـةُ، فَانْـتَظِرِ السَّاعَةَ ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ، فَانْـتَظِرِ السَّاعَةَ .
"Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berada dalam sebuah majelis (dan) berbicara dengan sekelompok orang, datanglah kepadanya seorang sahabat (dari sebuah perkampungan) dan berkata, “Kapankah hari kiamat?”. Namun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetap melanjutkan pembicaraannya, maka sebagian orang ada yang berkata, “Ia (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ) mendengar ucapannya, namun ia tidak menyukainya”. Dan sebagian yang lain berkata: “Bahkan beliau tidak mendengarnya,” hingga akhirnya Rasulullah selesai dari pembicaraannya, dan beliau pun bersabda, “Mana orang yang (tadi) bertanya?” Orang itu berkata,"Inilah saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda,"Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari kiamat!” Orang itu kembali bertanya,"Bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu?" Rasulullah bersabda,"Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat!" [16]

3. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anha , yang menerangkan khianat adalah salah satu tanda-tanda orang munafik, ia berkata:


عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: آيـَةُ المُـنَافِقِ ثَلاَثٌ، إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ؛ وَإِذَا وَعَدَ أَخْـلَفَ؛ وَإِذَا اؤْتُـمِنَ خَانَ .
"Dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga : apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia menyelisihi janjinya, dan apabila diberi amanah (kepercayaan) ia berkhianat” [17].

4. Hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, yang menjelaskan amanah dan menepati janji merupakan salah satu sifat orang beriman, ia berkata:


مَا خَطَبَنَا نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِلاَّ قَالَ: لاَ إِيْـمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَـةَ لَهُ، وَلاَ دِيْـنَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَـهُ .
"Tidaklah Nabiyullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami, melainkan beliau bersabda: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki (sifat) amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janjinya”. [18]

Berkaitan dengan hadits ini, asy Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman -hafizhahullah- berkata, “Maksud sabda beliau (لاَ إِيْـمَانَ), dikatakan oleh as Sindi, ada yang mengatakan bahwa maksud dari kedua penafian (peniadaan) dalam hadits ini adalah nafyul kamal (peniadaan kesempurnaan iman dan agama). Ada yang mengatakan pula, maksudnya adalah, sama sekali tidak beriman orang yang menganggap halal meninggalkan amanah, dan sama sekali tidak beragama seseorang yang menganggap halal melanggar janjinya. Dan maksud dari sabda beliau (لاَ دِيْـنَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَـهُ) adalah, barangsiapa yang mengadakan sebuah perjanjian dengan orang lain, lalu ia sendiri yang melanggar dan tidak menepati janjinya tanpa ada ‘udzur (alasan) yang syar’i, maka agamanya kurang. Adapun jika dengan ‘udzur (alasan yang syar’i) -seperti seorang Imam (pemimpin) yang membatalkan perjanjian dengan seorang harbi (orang kafir yang diperangi), jika ia melihat ada kemaslahatan padanya-, maka hal ini boleh. Wallahu Ta’ala a’lam”.[19]


5. Hadits Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash Radhiyallahu 'anhuma , yang menerangkan salah satu tanda hari kiamat adalah datangnya sebuah zaman, yang pada saat itu, orang yang amanah (jujur) dianggap pengkhianat, dan pengkhianat dianggap orang yang amanah (jujur). Dia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ اللهَ يُـبْغِضُ الفُحْشَ وَالتَّـفَحُّشَ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِـيَدِهِ، لاَ تَـقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يُـخَوَّنَ الأَمِـيْنُ وَيُؤْتَـمَنَ الخَائِنُ، حَتَّى يَظْهَرَ الفُحْشُ وَالتَّـفَحُّشُ وَقَطِـيْعَةُ الأَرْحَامِ وَسُوْءُ الجِوَارِ... .
"Sesungguhnya Allah membenci (sifat) keji dan kekejian. Dan demi (Dzat) yang jiwa Muhammad berada di tangannya, tidak akan terjadi hari kiamat sampai orang yang amanah (jujur) dianggap pengkhianat, dan seorang pengkhianat dipercaya, sampai muncul (sifat) keji dan kekejian, pemutusan hubungan silaturahim (kerabat), dan buruk dalam bertetangga…".[20]

SIAPAKAH YANG LAYAK DIBERI AMANAH?

Judul di atas memberikan pemahaman, tidak semua orang bisa diberi amanah kepercayan. Maksudnya, ada orang yang memiliki sifat-sifat tertentu, yang dengannya ia sebagai orang yang paling tepat dan paling berhak untuk dibebani amanah atau kepercayaan.

Asy Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad al Badr -hafizhahullah- menjelaskan permasalahan ini dan berkata:


Dasar untuk memilih seorang pegawai atau pekerja adalah ia seorang yang kuat dan amanah (terpercaya). Karena dengan kekuatannya, ia mampu melakukan pekerjaan dengan baik. Dan dengan sifat amanahnya, ia akan menempatkan pada tempatnya semua perkara yang berkaitan dengan tugasnya. Dengan kekuatannya pula, ia sanggup menunaikan kewajiban yang telah dibebani atasnya.


Allah telah mengkhabarkan tentang salah satu dari kedua anak perempuan seorang penduduk Madyan, ia berkata kepada ayahnya tatkala Nabi Musa Alaihissallam mengambilkan minum untuk hewan ternak kedua wanita tersebut:


"… Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". [al Qashash/28 : 26].


Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah mengkhabarkan tentang ‘Ifrit dari golongan jin, yang memperlihatkan kesanggupannya kepada Nabi Sulaiman Alaihissallam untuk membawa singgasana Balqis:


"…Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya". [an Naml/27 : 39].


Maknanya, ia memiliki kemampuan untuk membawa dan mendatangkannya, sekaligus menjaga apa yang terdapat di dalamnya.


Allah juga mengkhabarkan tentang Nabi Yusuf Alaihissallam , tatkala ia berkata kepada sang raja:


"… Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan". [Yusuf/12 : 55].


Kemudian, lawan dari sifat kuat dan amanah adalah lemah dan khianat. Sehingga, inipun menjadi dasar atas diri seseorang untuk tidak dipilih dan dibebani kepercayaan atau pekerjaan. Bahkan, mengharuskan untuk menjauhkannya dari kepercayaan atau pekerjaan.


Tatkala Umar bin al Khaththab Radhiyallahu 'anhu menjadikan Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu sebagai gubernur di Kufah, dan kemudian orang-orang dungu di Kufah mencelanya dan membicarakan buruk padanya, maka Umar Radhiyallahu 'anhu melihat adanya kemaslahatan untuk menghentikan (Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu) dari jabatan tersebut untuk menghindari fitnah. Selain itu juga, agar tidak ada orang yang berani berbuat macam-macam padanya. Kendatipun demikian, Umar Radhiyallahu 'anhu, menjelang wafatnya memilih enam orang sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam agar salah satu dari mereka dijadikan sebagai khalifah sepeninggalnya. Salah satu dari mereka adalah Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu. Hal ini, karena Umar Radhiyallahu 'anhu khawatir timbul prasangka, bahwa penghentiannya atas Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu 'anhu -dari jabatan Gubernur- disebabkan ketidakmampuannya dalam memimpin sebuah wilayah. Dan Umar Radhiyallahu 'anhu ingin menghilangkan anggapan itu dengan berkata:


فَإِنْ أَصَابَتْ الإِمْـرَةُ سَعْداً فَهُوَ ذَاكَ، وَإِلاَّ فَلْـيَسْـتَعِنْ بِهِ أَيُّـكُمْ مَا أُمِّـرَ، فَإِنِّي لَمْ أَعْـزِلْهُ عَنْ عَجْـزٍ وَلاَ خِيَانَةٍ
"Jika kekuasaan ini terjatuh pada Sa’ad, maka itu memang haknya. Dan jika tidak, maka hendaknya salah seorang dari kalian meminta bantuannya, kerena sesungguhnya aku tidak menghentikannya dengan sebab kelemahan dan pengkhianatan". [Diriwayatkan al Bukhari, 3700].

Dan terdapat di dalam Shahih Muslim (1825) dari Abu Dzar z , ia berkata:


قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَلاَ تَسْـتَـعْمِلُنِي؟ قَالَ: فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِيْ، ثُمَّ قَالَ: يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّـكَ ضَـعِيْفٌ، وَإِنَّـهَا أَمَانَـةٌ، وَإِنَّـهَا يَوْمَ القِـيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَـقِّهَا، وَأَدَّى الَّذِي عَلَـيْهِ فِيْهَا .
"Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)?” Lalu Rasulullah memukulkan tangannya di bahuku, dan bersabda,"Wahai, Abu Dzar. Sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, dan ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya)".

Terdapat pula di dalam Shahih Muslim, 1826, dari Abu Dzar, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنِّي أَرَاكَ ضَـعِـيْفاً، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِـنَـفْسِيْ، لاَ تَـأَمَّـرَنَّ عَلَى اثْـنَـيْنِ، وَلاَ تَوَلَّـيَنَّ مَالَ يَـتِـيْمٍ .
"Wahai, Abu Dzar. Sesungguhnya aku memandangmu orang yang lemah, sedangkan aku mencintai untukmu seperti aku mencintai untuk diriku. Janganlah kamu menjadi pemimpin (walaupun terhadap) dua orang (saja), dan janganlah kamu mengatur harta (anak) yatim".[21]

Mudah-mudahan Allah l senantiasa menjadikan kita sebagai orang-orang yang jujur, amanah, dan menjauhkan kita semua dari kelemahan, kedustaan, dan khianat. Hanya Allah sajalah Maha Pemberi taufiq. Wallahu a’lam bish shawab.


Maraji’ & Mashadir:

1. Al Qur`an dan Terjemahnya, Cetakan Mujamma’ Malik Fahd, Saudi Arabia.
2. Shahih al Bukhari, tahqiq Musthafa Dib al Bugha, Daar Ibni Katsir, al Yamamah, Beirut, Cet. III, Th. 1407 H/1987 M.
3. Shahih Muslim, tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Daar Ihya at Turats, Beirut.
4. Sunan Abi Daud, tahqiq Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Daar al Fikr.
5. Jami’ at Tirmidzi, tahqiq Ahmad Muhammad Syakir dkk, Daar Ihya at Turats, Beirut.
6. Musnad al Imam Ahmad, Mu’assasah Qurthubah, Mesir.
7. An Nihayah Fi Gharib al Hadits wa al Atsar karya Ibnu al Atsir (544-606 H), tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, Daar al Ma’rifah, Beirut-Libanon, Cet. I, Th 1422 H/ 2001 M.
8. Al Kaba-ir, karya adz Dzahabi (673-748 H), tahqiq Abu ‘Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman, Maktabah al Furqan, ‘Ajman, Uni Emirat Arab, Cet. II, Th. 1424 H/ 2003 M.
9. Ighatsatul Lahfaan fi Mashayid asy Syaithan, karya Ibnul (691-751 H), takhrij Muhammad Nashiruddin al Albani (1332-1420 H), tahqiq Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al Halabi al Atsari, Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cet. I, Th. 1424 H.
10. Fawa-id al Fawa-id, Syamsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyah (751 H), tartib dan takhrij Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al Halabi al Atsari, Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cet. V, Th. 1422 H.
11. Zaadul Ma’ad, karya Ibnul Qayyim, tahqiq Syu’aib Al Arna’uth dan Abdul Qadir Al Arna’uth, Mu’assasah ar Risalah, Beirut, Libanon, cet III, th 1423 H/2002 M.
12. Tafsir Ibnu Katsir (Tasir Al Qur’an Al ‘Azhim), karya Ibnu Katsir (700-774 H), tahqiq Sami bin Muhammad as Salamah, Daar ath Thayibah, Riyadh, Cet. I, Th. 1422 H/ 2002 M.
13. Jami’ al Ulum wa al Hikam fi Syarhi Khamsina Haditsan min Jawami’ al Kalim, karya Ibnu Rajab al Hanbali (736-795 H), tahqiq Syu’aib Al Arna-uth dan Ibrahim Bajis, Mu’assasah ar Risalah, Beirut, Libanon, Cet. VII, Th. 1422 H/ 2001 M.
14. Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at Tirmidzi, karya al Mubarakfuri (1283-1353 H), Daar al Kutub al Ilmiah, Beirut.
15. Shahih Sunan Abi Daud, karya al Albani (1332-1420 H), Maktabah Al Ma’arif, Riyadh.
16. Shahih Sunan at Tirmidzi, karya al Albani (1332-1420 H), Maktabah al Ma’arif, Riyadh.
17. Shahih al Jami’ ash Shaghir, karya al Albani (1332-1420 H), Al Maktab al Islami.
18. As Silsilah as Shahihah, karya al Albani (1332-1420 H), Maktabah al Ma’arif, Riyadh.
19. Irwa-ul Ghalil fi Takhriji Ahaditsi Manar as Sabil, karya al Albani (1332-1420 H), al Maktab al Islami, Beirut, Cet. II, Th. 1405 H/ 1985 M.
20. Shahih at Targhib wa at Tarhib, karya al Albani (1332-1420 H), Maktabah al Ma’arif, Riyadh, Cet. I, Th. 1421 H/ 2000 M.
21. Kaifa yu-addi al Muwazhzhaf al Amanah, Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad al Badr, ad Daar al Haditsah, Mesir, Cet. I. Th. 1425 H/ 2004 M.
22. Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadh ash Shalihin, Salim bin ‘Id al Hilali, Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cet. VI, Th. 1422 H.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

________
Footnote
[1]. Fawa-id al Fawa-id, hlm. 193-195, dan 215-231.
[2]. An Nihayah fi Gharib al Hadits wa al Atsar (1/80).
[3]. Tafsir al Qur’an al ‘Azhim (6/488-489).
[4]. Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ at Tirmidzi (4/400).
[5]. Lihat ta’liq (komentar) beliau dalam kitab al Kabair, hlm. 282.
[6]. Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadh ash Shalihin (1/288).
[7]. Dari khuthbah Jum’at yang beliau sampaikan di Masjid Nabawi, al Madinah an Nabawiyah, KSA, pada tanggal 13 Rabi’ul Awwal 1426 H, yang bertema ‘Izhamu Qadril Amanah (Agungnya Kedudukan Amanah).
[8]. Berkaitan dengan hadits yang dibawakan oleh al Hafizh Ibnu Katsir t di dalam kitab tafsirnya (2/339) ini, pentahqiq Sami bin Muhammad as Salamah berkata: “Saya tidak mendapatkan hadits ini diriwayatkan dari jalan Samurah Radhiyallahu 'anhu, akan tetapi hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Imam Ahmad di dalam Musnadnya (3/414), dari seseorang, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam .
2. At Tirmidzi di dalam Sunannya nomor (1264), dan Abu Dawud di dalam Sunannya nomor (3535), dari jalan Thalq bin Ghannam, dari Syarik dan Qais, dari Abu Hushain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Dan at Tirmidzi berkata,"Hadits hasan Gharib”. Dan Abu Hatim berkata,"Hadits munkar, tidak ada yang meriwayatkan hadits ini melainkan Thalq saja”. (Lihat al ‘Ilal (1/375). Lebih lanjut lihat catatan kaki pentahqiq kitab tafsir Ibnu Katsir tersebut.
[9]. Lihat pula risalah Kaifa yu-addi al Muwazhzhaf al Amanah, hlm. 4-5.
[10]. Tafsir al Qur’an al ‘Azhim (4/41).
[11]. Tafsir al Qur’an al ‘Azhim (6/489).
[12]. Muttafaq ‘alaih, lihat takhrij ringkasnya pada footnote nomor 17.
[13]. HR Abu Dawud (3/290 no. 3535), at Tirmidzi (3/564 no. 1264), dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh asy Syaikh al Albani -rahimahullah- di dalam Shahih Sunan Abi Dawud, Shahih Sunan at Tirmidzi, Shahih al Jami’ (240), as Silsilah ash Shahihah (1/783 no. 423-424), dan Irwa-ul Ghalil (5/381 no. 1544).
[14]. Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ at Tirmidzi (4/400).
[15]. al Kabair, hlm. 282.
[16]. HR al Bukhari (1/33 no. 59) dan (5/2382 no. 6131), Ahmad (2/361 no. 8714), dan lain-lain.
[17]. HR al Bukhari (1/21 no. 33, 2/952 no. 2536, 3/1010 no. 2598, 5/2262 no. 5744), Muslim (1/78 no. 59), dan lain-lain.
[18]. HR Ahmad (3/135, 154, 210, 251), dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh asy Syaikh al Albani t di dalam Shahih al Jami’ (7179), Shahih at Targhib wa at Tarhib (3/156 no. 3004), dan lain-lain. Lihat pula takhrij asy Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman -hafizhahullah- terhadap hadits ini dalam kitab al Kabair, hlm. 280-282.
[19]. Lihat ta’liq (komentar) beliau terhadap hadits ini dalam kitab al Kabair, hlm. 282.
[20]. HR Ahmad (2/199 no. 6872), dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh asy Syaikh al Albani t di dalam as Silsilah ash Shahihah (5/360).
[21]. Lihat risalah beliau yang berjudul Kaifa yu-addi al Muwazhzhaf al Amanah, hlm. 13-15.



Sumber:
http://almanhaj.or.id

Buku Rujukan:
1. Menghidupkan sunnah-sunnah yang terlupakan
2. Syarah Riyadhush Shalihin

Mencoblos dalam PEMILU = MEMBERIKAN AMANAH KEPEMIMPINAN



Sbg rakyat tentunya amat bersyukur kalo tidak dibebani utk mencoblos pemimpin melalui Pilkada krn bbrp hal sbb :

- "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (AN NISAA 58)

- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (BUKHARI – 6015)

Karena mencoblos via pilkada itu sama dengan Memberikan Amanah Kepemimpinan ... tentunya tugas ini menjadi amat berat krn :

Pada umumnya rakyat tidak mengenal calon pemimpinnya ... atau tidak memiliki akses yg dapat dipercaya utk mencari tahu profile calon pemimpinnya ... atau tidak memiliki kepedulian utk tahu calon pemimpinnya ...

Shg pada umumnya rakyat memilih dgn ketidak yakinan apakah calon tsb layak atau tidak ... padahal status hukumnya sdh jelas sbgmn firman Alloh tsb diatas ...

YA Robb ... Lindungilah kami dari berbuat sesuatu yg kami tidak meyakini kebenarannya .... krn sesungguhnya Engkau akan meminta pertanggungan jawab kpd kami atas segala pilihan hidup kami ketika di dunia ini ... aamiin

Friday, September 5, 2014

Ghozwul Fikri

PENGERTIAN GHOZWUL FIKRI
Ghozwul fikri menurut bahasa terdiri dari dua suku kata yaitu”ghozwah”dan’fikr”.
Ghozwah berarti serangan,fikr berarti pemikiran.Secara istilah ghozwul fikri berarti penyerangan dengan berbagia cara terhadap pemikiran ummat islam guna merubah apa yang ada di dalam nya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-halyang benar karena telah bercampur aduk dengan hal-hal- yang tidak islam .
SASARAN GHOZWUL FIKRI
  1. Berusaha memasukkan yang sudah kosong keislamannya ke dalam agama kafir.
Firman Allah SWT:
“........Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup........”(QS Al-Baqarah:217)
  1. Menjauhkan umat islam dari agamanya.
Firman Allah SWT:
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.”(QS Al-Israa’:73)
“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Maidah:49)
  1. Agar umat islam mengikuti agama kafir.
Firman Allah SWT:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al-Baqarah:120)
METODE GHOZWUL FIKRI
Membatasi supaya islam tidak tersebar luas,dengan cara:
  • Tasykik(pendangkalan)
  • Tasywih(pencemaran/pelecehan)
  • Tadhlil(penyesatan)
  • Taghrib(pembaratan/westernisasi)
Menyerang islam dari dalam,melalui:
  • Penyebaran paham sekulerisme.
Yaitu paham yang berusaha memisahkan antara agama dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
  • Penyebaran paham nasionalisme.
Nasionalisme membunuh ruh ukhwuah islamiyah yang merupakan azas kekuatan umat islam.Sabda Rasulullah SAW:
“Bukan dari golongan ku orang orang yang mengajak atas dasar ashobiyah dan bukan golongan ku orang yang berperang atas dasar ashobiyah dan bukan dari golonganku orang yang mati karena ashobiyah”
  • Pengrusakan akhlak umat islam terutama para pemudanya.
SARANA GHOZWUL FIKRI
Yaitu media massa,berupa media cetak maupun media elektronik.
HASIL-HASIL GHOZWUL FIKRI
1) Umat islam menyimpang dari ajaran Al-qur’an dan As-Sunnah.
2) Minder dan rendah diri.
3) Ikut-ikutan
4) Terpecah-pecahnya umat islam.
Sumber:catatan penulis selama mengikuti MUSTADA I(Masa Ukhuwah Islamiyah Dan Tadabbur Alam I)LDK AL-IZZAH IAIN SU.

 http://akharil.blogspot.com/2009/10/ghozwul-fikri.html