visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Tuesday, January 18, 2011

Mencintai Dan Membenci Karena Allah Semata

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ - متفق عليه

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya" (Muttafaqun Alaih)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, diantara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :

1. Bahwa sebagai seorang muslim, kita diharuskan untuk lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya, dibandingkan dengan apapun yang ada di dunia ini. Hadits di atas bahkan menggambarkan bahwa kita harus lebih mencintai Allah dan Rasulullah SAW dibandingkan dengan cinta kita terhadap orangtua dan anak kandung kita sendiri. Karena pada hakekatnya, kita semua adalah hamba Allah SWT yang memiliki “tugas” untuk menyembah dan mentauhidkan-Nya. Adapun orang tua, istri, anak, maupun kerabat keluarga mereka semua adalah titipan dan amanah dari Allah SWT agar kita menjaga dan memelihara mereka dari (bahaya) api neraka, sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam QS. At-Tahrim : 6: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

2. Namun bukan berarti bahwa kita tidak boleh mencintai orangtua, anak, istri maupun kerabat keluarga, namun yang dimaksud adalah bahwa cinta kita kepada mereka haruslah dibawah cinta kita kepada Allah SWT. Kecintaan seorang hamba terhadap sesama hamba lah yang tidak boleh melebihi daripada cintanya kepada Sang Khalik yang telah menciptakan-Nya. Bahkan terhadap diri sendiripun demikian, harus dibawah cinta kepada Allah SWT. Diriwayatkan dari Abdullah bin Hisyam ra, beliau menuturkan; kami pernah bersama Nabi SAW yang saat itu beliau menggandeng tangan Umar bin Khattab, kemudian Umar berujar: "ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala-galanya selain diriku sendiri." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwa berada di Tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri." Maka Umar berujar; 'Sekarang demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku'. Maka Nabi SAW bersabda, "Sekarang (baru benar) wahai Umar." (HR. Bukhari)

3. Cinta terhadap pasangan hidup baik istri maupun suami pun harus demikian adanya. Kita harus meletakkan cinta kita kepada suami atau istri kita, dibawah cinta kita kepada Allah SWT. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Abdullah bin Abu Bakar RA baru saja melangsungkan pernikahan dengan Atikah binti Zaid, seorang wanita cantik rupawan dan berbudi luhur. Dia seorang wanita berakhlak mulia, berfikiran cemerlang dan berkedudukan tinggi. Sudah tentu Abdullah amat mencintai istri yang sangat sempurna menurut pandangan manusia. Pada suatu hari, ayahnya Abu Bakar RA lewat di rumah Abdullah untuk pergi bersama-sama untuk sholat berjamaah di masjid. Namun apabila beliau mendapati anaknya sedang bermesraan dengan Atikah dengan lembut dan romantis sekali, beliau membatalkan niatnya dan meneruskan perjalanan ke masjid. Setelah selesai menunaikan sholat Abu Bakar RA sekali lagi melalui jalan di rumah anaknya. Alangkah kesalnya Abu Bakar RA apabila beliau mendapati anaknya masih bersenda gurau dengan istrinya sebagaimana sebelum beliau menunaikan sholat di masjid. Kemudian Abu Bakar RA segera memanggil Abdullah, seterusnya bertanya : "Wahai Abdullah, adakah kamu sholat berjamaah?" Tanpa berhujjah panjang Abu Bakar berkata : "Wahai Abdullah, Atikah telah melalaikan kamu dari kehidupan dan pandangan hidup malah dia juga telah melupakan kamu dari sholat fardhu, ceraikanlah dia!"

Demikianlah perintah Abu Bakar kepada Abdullah. Suatu perintah ketika Abu bakar mendapati anaknya melalaikan hak Allah. Ketika beliau mendapati Abdullah mulai sibuk dengan istrinya yang cantik. Ketika beliau melihat Abdullah terpesona keindahan dunia sehingga menyebabkan semangat juangnya semakin luntur.Lalu bagaimana tanggapan Abdullah? Tanpa membuat dalih apatah lagi mencoba membunuh diri, Abdullah terus mengikuti perintah ayahandanya dan menceraikan istri yang cantik dan amat dicintainya. Subhanallah!!!... sebuah gambaran bagaimana kita harus mencintai Allah dan Rasul-Nya diatas cinta kita terhadap apapun di dunia ini. Sebagaimana Abdullah bin Abu Bakar yang kemudian menceraikan istrinya lantara “melalaikannya” dari mengingat Allah, atau dengan kata lain ia telah mencintai istrinya di atas cintanya kepada sang Khaliq. Walapun pada akhirnya, beliau merujuk kembali istri yang dicintainya namun sebuah pelajaran berharga telah beliau dapatkan dari ayahandanya yang bijaksana yaitu Abu Bakar As-Shiddiq ra, bahwa cinta kepada Allah SWT harus di atas segala-galanya….



4. Cinta adalah bagian dari keimanan kepada Allah SWT, yang akan memiliki konsekwensi dan dampak yang signifikan di masa yang akan datang. Oleh karenanya setiap muslim perlu berhati-hati dan selektif dalam memilih teman, sahabat, atau partner yang akan dicintainya. Dalam sebuah riwayat bahkan digambarkan mengenai seseorang kelak akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya :

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ السَّاعَةِ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟ قَالَ لَا شَيْءَ إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ، قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ (رواه البخاري)

Dari Anas ra bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi SAW tentang hari kiamat, "Kapankah terjadinya hari kiamat?". Beliau balik bertanya kepada orang itu; "Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya?". Orang tersebut menjawab; "Tidak ada, kecuali hanya aku mencintai Allah dan Rasul-Nya". Maka beliau bersabda: "Kamu kelak akan bersama orang yang kamu cintai". Anas berkata; "Kami belum pernah bergembira atas sesuatu seperti gembiranya kami dengan sabda Nabi SAW ini, yaitu: "Kamu akan bersama orang yang kamu cintai". Selanjutnya Anas berkata; "Maka aku mencintai Rasulullah SAW, Abu Bakr, 'Umar dan aku berharap dapat berkumpul bersama mereka disebabkan kecintaanku kepada mereka sekalipun aku tidak memiliki amal seperti amal mereka". (HR. Bukhari)

5. Diantara konsekwensi kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mencintai orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta membenci orang-orang yang membenci Allah dan Rasul-Nya. Tidak mungkin seorang muslim yang benar imannya, kemudian mencintai orang-orang yang membenci Allah dan Rasul-Nya. Orang-orang yang beriman yang memiliki iman yang haq kepada Allah, hanya akan mencintai orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT menegaskan:

لاَ تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ اْلإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ *

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujadilah : 22)

Ya Allah, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan kami memohon segala amal perbuatan yang dapat mendekatkan diri kami pada cinta-Mu…



Wallahu A’lam bis Shawab

By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag



No comments:

Post a Comment