visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Thursday, December 15, 2011

MENEMUKAN AHLUL QURAN DI KAMPUNG

Pagi itu suasana hujan masih mengguyur sebuah desa kecil yang terletak di tepi pantai, adzan shubuh yang berkumandang langsam seakan menambah nyenyaknya penghuni itu untuk melanjutkan mimpi indahnya. Sesekali bunyi guntur tidak mengusik sedikitpun istirahat meraka . Pagi itu begitu dingin, halaman becek, dan sebagian lahan tergenang air yang menjadi tempat pesta kodok kintel yang berkingkong di sana sini. Di tengah gelap gulita itu ada nenek tua membawa senter berjalan tertatih tatih sambil membawa tongkat untuk menyangga badannya yang mulai rapuh. Setelah lima langkah si nenek beristirahat untuk meredakan nafasnya yang terengah-engah, terkadang batuk sambil memegang dadanya. Ia menatap ke depan dengan wajah sumringah&cerah, matanya bersinar, mushala masih 30 meter lagi. Si Nenek butuh tiga kali istirahat untuk menuju mushalla itu. Alhamdulillah akhirnya sampai juga beliau di mushalla. Dimulailah sholat sunnat, rukun demi rukun dia nikmati betul, dia yakin bahwa setiap gemertak tulang ada balasan pahala , ada hujjah, ada harapan, semoga Allah meridhoinya.

Mbah makmurah, adalah sosok nenek di suatu desa terpencil di Jawa timur yang memberikan saya inspirasi yang tinggi, betapa mahabbah dan kecintaan kepada Rabb lahir dari keluguan dan keikhlasan beliau. Mungkin kegigihan itu jarang terdapat pada santri maupun aktifis dai.

Suatu saat saya sowan ( ziyarah ) kepada beliau di rumahnya bada ashar. Saat itu beliau lagi khusyu’ membaca al Quran. Uniknya beliau membaca tidak pakai kaca mata, usia beliau hampir seratus tahun, namun beliau masih mampu membaca al Quran dengan mata telanjang.

Mbah, Si Mbah.. Panjenengan tasih saget maos Al Quran tha ?

Mbah , Anda masih mampu membaca al Quran ya ? tanyaku

Iyo Le… Alhamdulillah umurku wis dowo , muga muga sanguku akeh, sak iki aku mung iso moco sak juz sedino, sewulan khatam

Iya Nak, Alhamdulillah saya diberi umur panjang , semoga bekal (akheratku) banyak, sekarang saya cuma bisa membaca satu juz satu hari dan sebulan khatam.

Istiqamah nggih Mbah ?

Bisa istiqamah ya Mbah ?

Al hamdulillah, bahkan Si Mbah ndunga tetep iso moco quran masio lara, tapi ora apal,

Si Mbah berdoa kepada Allah meskipun dalam keadaaan sakit tetap bisa membaca Al Quran, tapi tidak hafal .

Subhanallah ! cermati karamah yang diberikan Allah, bila si Mbah dalam keadaaan sakit dan tidak mampu lagi untuk duduk, beliau betul betul bisa melihat tulisan ayat-ayat Al Quran di atap rumahnya.. dan ini terjadi tidak cuma sekali. Surat at taubah dan Surat yasin dapat beliau lihat bagai In Focus di atap kamarnya, seakan murajaah (mengulang) hafalan seperti seorang hafidz. Begitu seterusnya beliau habiskan masa hidupnya untuk sholat dan membaca al Quran.

Saya terkadang merasa iri dan malu kepada Si Mbah, membaca satu juz sehari adalah standar minimal kaum muslimin. Bagi ahlul Quran (Penghafal Alquran) standar minimal adalah lima juz, sebagaimana perkataan ulama Quran ; ‘ man qara`a khamsa la yansa.’

“ Barang siapa membaca lima juz (satu hari) maka ia tidak akan lupa.”

Sebagai aktifis perlu kita muhasabah agar kita tidak ghurur (tertipu) yang terkadang syetan membisikkkan ke hati kita bahwa kita adalah aktifis Islam, paling alim, sudah lama di pesantren, dan jadi ahlul jannah .

Tapi kalau kita bermuhasabah dengan muqaranah (perbandingan) dengan si mbah Makmurah ,

Adakah kita istiqamah membaca al Quran satu juz sehari secara istiqmah ? sholat shubuh tepat waktu ?

Si Mbah di kampung tidak mengenyam pesantren, hanya ngaji di mushalla tapi tidak banyak melihat maksiat, sedangkan kita dai kota , hampir tiap detik pemandangan haram menjadi santapan kita. Si Mbah tidak kenal internet , tidak punya akun Facebook (tidak banyak melihat yang haram), makanya hatinya bening. Saat saat kritis yang terbayang adalah ayat ayat al Quran di mata beliau, al Quran betul betul mbalung sumsum (mendarah daging) pada diri beliau.

Sedangkan kita dalam sholat pun terkadang terbayang zina maksiat , bahkan ide ide kotor bisa melintas di hati di saat sujud kepada Allah, sem oga Allah mengampuni kita semua.

Dari sinilah Ikhwan fillah, sensitifitas hati kita perlu dijaga, sekecil maksiat apapun harus kita tanggulangi dengan baik, bila hati sudah tidak punya rasa sensitif , maka itulah gejala hati kita sudah sakit. Selayaknya bagi seorang hafidz maupun kaum muslimin berkaca, bila sudah tidak mampu lagi membaca Al Quran minimal satu lembar dalam sehari, maka berhati hati dan sadarlah, bahwa ada masalah di hati tersebut, perjumpaan dengan al Quran adalah melatih perjumpaan dengan Allah, mencintai Al Quran adalan ukuran mencintai Allah, maka saat hati mulai tidak tergugah dan ketagihan membaca al Quran, selayaknya kita segera bertemu dengan ustadz atau ulama untuk memastikan bahwa hati kita ada penyakit, dan segera melakukan terapi.

Semoga Allah memberi kekuatan kita untuk menjadi Ahlullah wa khaashatuh , amin.



No comments:

Post a Comment