visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Tuesday, August 23, 2011

Tafakur di Malam Itikaf



August 23, 2011

Oleh: KH Abdullah Gymnastiar

Di akhir-akhir bulan Ramadhan ini, hamba-hamba Allah SWT mulai terlihat peningkatan ibadahnya dengan sungguh-sungguh. Terutama mereka yang berada di mesjid-mesjid untuk itikaf, khususnya juga di mesjidil Haram, Tanah Suci Mekah, saat penulis menyampaikan materi ini. Hari demi hari ini mereka ingin menyempurnakan Ramadhan.

Dengan itikaf kita bisa memperbaharui membersihkan hati, meningkatkan amal ibadah, dan juga bertafakur atas perjalanan hidup kita. Kita mesti menafakuri bulan suci Ramadhan yang sudah hampir habis, lalu mengevaluasi diri: Apakah yang sudah berubah pada diri kita? Apakah ibadahnya semakin baik, Apakah Ramadhan ini kita lebih mengakrabkan diri kepada Allah melalui Kitabullah? Semakin banyakkah bacaan Al Quran kita? Tentunya tidak hanya sekadar membacanya, tapi juga berusaha memahami dan mengamalkannya. Walaupun benar Al Quran memang untuk dibaca dan dihapal, lebih sempurna lagi hal itu dijadikan sebagai jalan untuk diamalkan.

Mengapa kita enggan berakrab-akrab dengan Al Quran? Padahal Al Quran adalah bersumber langsung dari Allah SWT Pencipta alam semesta raya. Al Quran diturunkan untuk kesuksesan diri kita. Paling penting pula adalah serius dalam mengamalkannya agar Allah bisa memandu jalan hidup kita melalui Al Quran. Mengapa kita masih saja meremehkan Ramadhan, dengan sikap kita yang masih jauh dari menghormati jamuan Allah ini. Apabila meremehkan Ramadhan, sama halnya dengan meremehkan jamuan Allah; sangat sombong, sangat tidak beradab. Allah menyiapkan semua kebaikan untuk kita melalui jamuan Ramadhan, namun kita tidak peduli dengan jamuan tersebut, berarti kita takabur.

Apakah Ramadhan lebih sibuk dengan ke sana ke sini hanya untuk urusan duniawi? Malah ibadah kita menjadi terlalaikan? Apalagi di malam hari, apakah kita lebih memilih menghargai jamuan Allah ibadah di malam hening yang lebih berkah? Atau kita hanya nikmat tertidur pulas saja. Lupa kepada Allah, menganggap enteng keberkahan malam sepertiga terakhir, mengabaikan nikmatnya bermunajat kepada Allah SWT. Padahal Allah terus-menerus memperhatikan kita.

Kita lihat artis-artis memperindahan nyanyiannya hanya ingin dinilai oleh orang yang bakal meninggal. Tidakkah kita mau memperbagus ibadah-ibadah kita yang akan dinilai oleh Allah Yang Maha Hidup. Padahal Allah yang lebih menyukai keindahan-keindahan. Tidak ada yang lebih berhak atas keindahan ini kecuali Allah yang menciptakan keindahan. Orang yang menyanyi saja dihayati hingga bisa sampai menangis? Mengapa dalam pembacaan Al Quran kita tidak sampai menggetarkan jiwa. Bacalah dengan nikmat yang indah agar bisa lebih menghujam ke dalam hati, lebih-lebih di malam hari.

Tafakuri pula bagaimana kecintaaan kita kepada rumah Allah. Apakah makin dekat saja di bulan Ramadhan ini dengan rumah Allah? Apakah di hati kita tersimpan kerinduan kepada rumah Allah? Jika tidak, bagaimana kita masih mempunyai hati yang kering seperti ini. Bagaimana mungkin di Ramadhan kita tidak semakin mencintai rumah Allah, padahal mesjid adalah tempat yang paling berkah, paling disukai Allah. Sedangkan kita malah lebih banyak berputar-putar di tempat-tempat belanja.

Mau ke mana hidup ini? Padahal kebahagiaan miliki Allah, ketenangan, kecukupan, semuanya milik Allah. Bagaimana mungkin kita menyia-nyiakan semua karunia ini hanya karena kesenangan nafsu duniawi. Tidakkah kita selama sebelas bulan habis dalam kesenangan duniawi, sedangkan yang satu bulan, bahkan yang 10 hari terakhir di Ramadhan, tidakkah diri kita lebih mengistimewakan dalam memperlakukan jamuan Allah ini. Agar kita tidak termasuk orang yang menganggap remeh jamuan Allah, merendahkan keagungan Allah, tidak membutuhkan rahmat Allah, dan tidak peduli dengan ampunan Allah.

Mudah-mudahan kita lebih banyak waktu untuk bertafakur. Sebelum adanya kita, dunia dari dulu di sini. Tidak ke mana-mana. Kita berkarya di dunia adalah amal shalih kita. Namun, apabila kita terus menerus disibukkan dengan urusan duniawi kita, sehingga melalaikan jamuan ramadhan ini, jangan salahkan siapa-siapa atas kezaliman diri sendiri kita, yang bisa merusak kehidupan dunia akhirat kita, akibatnya untuk diri dan keluarga. Karena kita tidak peduli dengan keselamatannya.



No comments:

Post a Comment