Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berkenan memberikan berbagai keni’matan bahkan hidayah kepada kita.
Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, mari kita senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, menjalani perintah-perintah Allah sekuat kemampuan kita, dan menjauhi larangan-laranganNya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, pada kesempatan yang insya Allah diberkahi Allah ini akan kami kemukakan tentang Mumpung Syetan Lagi Dibelenggu.
Terdapat hadits dari Nabi saw, beliau bersabda,
إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ ، وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِين (رواه البخاري، رقم 3277 ومسلم، رقم 1079، وعند النسائي، رقم 2106) وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ.
"Jika telah masuk bulan Ramadan, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu jahanam ditutup, dan syetan-syetan diikat."
(HR. Bukhari, no. 2277, Muslim, no. 1079. Dalam riwayat Nasa'i, no. 2106, disebutkan, 'Dan syetan pembangkang diikat.')
Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya yang terkenal, Fat-hul Bari syarah Shahih Al-Bukhari menjelaskan,
وَقَالَ الْقُرْطُبِيّ بَعْدَ أَنْ رَجَّحَ حَمْله عَلَى ظَاهِرِهِ : فَإِنْ قِيلَ كَيْفَ نَرَى الشُّرُورَ وَالْمَعَاصِيَ وَاقِعَةً فِي رَمَضَان كَثِيرًا فَلَوْ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ لَمْ يَقَعْ ذَلِكَ ؟ فَالْجَوَابُ أَنَّهَا إِنَّمَا تَقِلُّ عَنْ الصَّائِمِينَ الصَّوْم الَّذِي حُوفِظَ عَلَى شُرُوطِهِ وَرُوعِيَتْ آدَابُهُ ، أَوْ الْمُصَفَّد بَعْض الشَّيَاطِينِ وَهُمْ الْمَرَدَةُ لَا كُلُّهُمْ كَمَا تَقَدَّمَ فِي بَعْضِ الرِّوَايَاتِ ، أَوْ الْمَقْصُودِ تَقْلِيل الشُّرُورِ فِيهِ وَهَذَا أَمْر مَحْسُوس فَإِنَّ وُقُوع ذَلِكَ فِيهِ أَقَلّ مِنْ غَيْرِهِ ، إِذْ لَا يَلْزَمُ مِنْ تَصْفِيد جَمِيعهمْ أَنْ لَا يَقَعُ شَرّ وَلَا مَعْصِيَة لِأَنَّ لِذَلِكَ أَسْبَابًا غَيْر الشَّيَاطِينِ كَالنُّفُوسِ الْخَبِيثَةِ وَالْعَادَات الْقَبِيحَة وَالشَّيَاطِينِ الْإِنْسِيَّة .فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 136)
Al-Qurthubi berkata, setelah menguatkan pembawaannya (terhadap hadits itu) pada makna zahirnya (yang nyata, sebenarnya, tidak dita’wil; atau tidak dialihkan maknanya): "Jika dikatakan, bagaimana kita masih dapat menyaksikan banyaknya keburukan dan kemaksiatan di bulan Ramadhan, seandainya syetan diikat, seharusnya hal itu tidak terjadi?" Maka jawabannya adalah, "Bahwa kemampuan syetan menggoda menjadi berkurang dalam menggoda orang-orang yang berpuasa apabila dia memperhatikan syarat-syarat dan adab-adabnya. Atau pemahaman lain bahwa yang diikat hanyalah syetan pembangkang, bukan semuanya sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat. Atau yang dimaksud adalah berkurangnya keburukan di bulan tersebut, dan ini adalah perkara yang dapat dirasakan, karena terjadinya keburukan menjadi berkurang di bulan ini. Disamping itu, kalaupun semua syetan diikat, hal itu bukan berarti tidak akan terjadi keburukan dan kemaksiatan, karena semua itu dapat terjadi karena sebab selain syetan, seperti hawa nafsu yang buruk, serta kebiasaan jahat atau karena syetan (dari jenis) manusia." (Fat-hul Bari oleh Ibnu Hajar, juz 6 halaman 136).
Syekh Abdul Aziz Alu Syaikh sebagaimana dalam muqaddimah Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah nomor 61 khusus Ramadhan menguatkan pendapat yang menurutnya lebih dekat pada kebenaran insya Allah: bahwa diikatnya syetan-syetan itu adalah sebenarnya, dan tidak mesti dari diikatnya seluruh syetan-syetan akan tidak terjadi kejahatan dan maksiat; karena terjadinya kejahatan dan maksiat itu ada pula sebab-sebab dari selain syetan, seperti hawa nafsu yang jahat dan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, dan syetan-syetan (dari jenis) manusia; maka maksud dari itu adalah bagaimanapun sesungguhnya bulan (Ramadhan) ini adalah kesempatan bagi orang yang diberi pertolongan oleh Allah dan dibuka hatinya untuk menerima ketaatan kepada-Nya, dan menjauhi dari maksiat-maksiat karena banyaknya sebab-sebab dan factor-faktor yang mendorongnya (untuk taat kepada Allah dan menjauhi maksiat). (lihat Makna Hadits Shufidatis Syayathien, http://nahimunkar.com/makna-hadits-shufidatis-syayathien/).
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah. Persoalannya telah jelas. Di bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syetan-syetan dibelenggu. Orang yang berjalan secara wajar, tidak menyimpang, sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka insya Allah akan sampai ke pintu surga. Di sini sebenarnya hanya satu kata, pilih taat atau pilih membangkang terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa taat, maka masuk surga. Siapa membangkang maka masuk neraka. Itulah yang ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits:
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى صحيح البخاري: 6851
Hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Semua ummatku akan masuk surga kecuali orang yang membangkang. Mereka (para sahabat) bertanya, ya Rasulallah, siapakah yang membangkang? Beliau berkata: Siapa yang mentaati aku maka dia masuk surga dan siapa yang memaksiatiku maka sungguh dia telah membangkang. (HR Al-Bukhari)
Memaksiati artinya menolak untuk menerima dakwah atau tidak mau mengikuti perintah. Demikian penjelasan dalam syarah singkat Shahih Bukhari oleh Dr Musthafa Dieb al-Bigha.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah. Sedemikian tinggi nilai ketaatan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga jaminannya surga. Dan sebaliknya, sebegitu tragis dan bahayanya nilai pembangkangan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mencemplungkan ke neraka. Di Bulan Ramadhan, factor-faktor penyebab yang mendorong kepada ketaatan itu banyak, sedang factor-faktor penyebab yang menyeret untuk jadi pembangkang itu sedikit. Apalagi syetan-syetan telah dibelenggu. Selayaknya, kaum Muslimin taat kepada apa-apa yang telah dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni agama Islam ini. Dan tidak menyeleweng darinya, karena berbagai factor yang menguntungkan Ummat Islam di bulan Ramadhan ini.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, ketaatan bukanlah suatu hal yang abstrak ataupun samar. Ketaatan itu telah ada aturan yang jelas lagi tegas. Di antaranya penegasan langsung dari Allah Ta’ala:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا [الأحزاب/36]
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Qs Al-Ahzab/33: 36).
jama’ah Jum’ah rahimakumullah, ketika Al-Qur’an dan As-Sunnah menentukan satu perkara, maka tidak ada pilihan lain-lain lagi. Orang yang beriman hanyalah mentaatinya.
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (51) وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُو [النور/51، 52]
Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan[1046]. (QS An-Nur/ 24: 51-52).
[1046]. Yang dimaksud dengan takut kepada Allah ialah takut kepada Allah disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan takwa ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah. Itulah bentuk ketaatan orang mu’min. tidak menyelisihi apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya, yakni yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Di bulan Ramadhan, selayaknya Ummat Islam benar-benar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, karena banyaknya factor pendorong ketaatan, dan minimnya factor pendorong pembangkangan. Sehingga, di bulan Ramadhan ini secara disadari atau tidak, sebenarnya adalah ujian atau saringan. Apakah diri kita ini termasuk yang taat atau justru sebaliknya, yakni pembangkang, yang telah diancam oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas, yang disebut tidak mau masuk surga. Secara mudah, mari kita ambil contoh, mana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, lalu apakah kita benar-benar tunduk.
Ketika menghadapi kesulitan hidup atau suatu masalah, ke manakah kita larinya? Kepada Allah Ta’ala atau ke dukun? Atau bahkan kepada orang-orang mati dalam kubur yang dianggap saleh atau dekat dengan Allah? Padahal sudah ada ketentuan, larangan meminta kepada selain Allah Ta’ala yang berkaitan dengan hak Allah atau bukan kemampuan manusia. Seperti masalah nasib hidup, itu hanya boleh minta dan bergantung kepada Allah. Apabila kita meminta kepada dukun atau kuburan wali, kuburan keramat dan sebagainya, maka jelas itu membangkang dari ayat Allah:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ [يونس/106]
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ [يونس/107]
Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.
Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Yunus/ 10: 106-107).
Ayat itu telah jelas, tidak boleh meminta untuk diberi jalan keluar mengenai nasib hidup dan semacamnya kepada selain Allah, karena yang dapat menghilangkan segala mudharat hanyalah Dia. Bila kita meminta kepada isi kubur, itu sama dengan menyembahnya dan menyerahkan nasib kita kepadanya. Itulah pelanggaran yang besar. Dan apabila kita mengadukan nasib itu kepada dukun, maka jelas ada larangan yang tegas dalam beberapa hadis Nabi s.a.w :
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً.(رواه مسلم وأحمد).
“Orang yang mendatangi tukang ramal (paranormal) kemudian ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam”. (Hadist Riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad dari sebagian isteri Nabi [Hafshah]).
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُول فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ (رواه أحمد والحاكم).
“Orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal, kemudian membenarkan apa yang dikatakannya maka orang tersebut telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw”. (HR. Imam Ahmad dan al- Hakim dari Abu Hurairah).
مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا , أَوْ كَاهِنًا , فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّد.ٍ (رواه أحمد والترمذي وأبو داود وابن ماجة).
“Orang yang mendatangi dukun, kemudian membenarkan apa yang dikatakanya atau mendatangi wanita yang sedang haidh, atau menjima’ istrinya dari duburnya, maka sesungguhnya orang tersebut telah terlepas (kafir) dari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw”. (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
وَمِنْ طَرِيقِ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ , وَمَهْرِ الْبَغِيِّ , وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ. (متفق عليه).
“Bahwa Rasulullah saw melarang pemanfaatan harga (jual beli) anjing, mahar kedurhakaan (mahar perzinaan/pelacuran) dan memberi upah kepada dukun”. (HR. Bukhari dan Muslin dari Abu Mas’ud).
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah. Contoh lain, yang juga mengenai hal yang prinsip dalam Islam yakni aqidah keimanan, sudah ada ketegasan dari Allah Ta’ala. Misalnya masalah perayaan agama selain Islam, sama sekali Islam melarangnya untuk mengikuti, menghadirinya. Tetapi, apakah orang-orang yang mengaku dirinya Muslim dan berpuasa Ramadhan pula, mereka lebih taat kepada ayat atau kepada lain-lain? Padahal dalam ayat, Allah Ta’ala telah melarang. Contohnya, ayat:
وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
“…dan Dia (Allah) tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya..” [Az-Zumar:7]
Berdasarkan ayat itu, Ibn al-Qayyim sampai menyatakan bahwa mengucapkan selamat kepada orang-orang Kafir berkenaan dengan perayaan hari-hari besar keagamaan mereka haram dan posisinya demikian, karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan dan meridhai hal itu dilakukan mereka sekalipun dirinya sendiri tidak rela terhadap kekufuran itu, akan tetapi adalah HARAM bagi seorang Muslim meridhai syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat kepada orang lain berkenaan dengannya, karena Allah Ta’ala tidak meridhai hal itu,sebagaimana dalam firman-Nya,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.”[Az-Zumar:7] (lihat http://www.nahimunkar.com/fatwa-syeikh-%E2%80%98utsaimin-tentang-hukum-ucapan-happy-christmas-selamat-natal/).
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah. Ketika Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah jelas kita akui sebagai pedoman dalam berislam, sehingga resikonya adalah tunduk dan patuh, tidak ada pilihan yang lain-lain lagi; namun di bulan Ramadhan yang banyak factor pendukung ketaatan, dan hanya sedikit factor penyebab kebangkangan, ternyata kita masih membangkang, lantas sebenarnya kita menunggu apa lagi? Apakah masih ada hari-hari yang lebih baik lagi untuk bisa kita gunakan agar kita bisa taat kepada aturan Allah?
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah. Kapan lagi kalau bukan sekarang ketika Ramadhan ini kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk tunduk kepada-Nya? Mumpung syetan lagi dibelenggu, maka seharusnya kita gunakan sebaik-baiknya untuk kembali kepada aturan Allah Ta’ala dengan taat. Tidak membantahnya dengan pikiran-pikiran atau aneka kilah yang hanya mementingkan nafsu dan kesombongan.
Semoga peringatan ini menyadarkan kita bahwa kebenaran itu bukan banyaknya orang yang melakukannya, namun apakah sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di samping itu, kebenaran itu harus kita dahulukan ketimbang berbasa-basi kepada orang atau siapapun karena menjaga rasa risih dan sebagainya. Ketika kita tetap nekat bergabung dengan orang-orang kafir dalam upacara hari raya mereka bahkan duduk di barisan depan atau bahkan berpidato menyambut dan semacamnya, maka hanya akan menambah deretan pembangkangan kita terhadap Allah Ta’ala, walau diri kita mengaku Muslim. Demikian pula ketika kita ke dukun untuk menanyakan nasib kita, atau ke kubur-kubur keramat untuk mengadukan nasib kita. Itu semua hanyalah menambah pembangkangan kita, yang dalam hadits disebut enggan masuk surga. Oleh karena itu, Ramadhan saat yang diberkahi ini mari kiita gunakan benar-benar, untuk kembali kepada aturan Allah dengan mentaati-Nya, mumpung syetan lagi dibelenggu, dan janganlah justru kita menggantikannya.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hambanya yang taat dengan ikhlas, dan dijauhkan dari sikap membangkang terhadap Nabi-Nya yang kapanpun tidak akan menguntungkan. Dan semoga Allah memberkahi kita sehingga dapat menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan ikhlas lillahi Ta’ala. Aimen ya Mujiba saailin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ .
No comments:
Post a Comment