visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Thursday, July 7, 2011

Lima Pentolan Thaghut


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah membahas tentang apa yang disebut dengan istilah thaghut di dalam tulisannya berjudul “Risalah Fi Makna At-Thaghut”. Tulisan tersebut sangat penting mengingat bahwa pesan abadi da’wah para Nabi dan para Rasul Allah ‘alaihimussalam ialah ajakan tauhid yang berisi keharusan untuk menghamba kepada Allah سبحانه و تعالى semata dan menjauhi thaghut.

Jadi, ada dua sisi dari perkara fundamental ini. Di satu sisi ada keharusan untuk memfokuskan ibadah (pengabdian/penghambaan) kepada Allah سبحانه و تعالى semata, dan di lain sisi ada keharusan untuk menjauhi dan mengingkari segala bentuk thaghut. Ada kewajiban ber-wala (menyerahkan kesetiaan/loyalitas) kepada Allah سبحانه و تعالى dan ada kewajiban untuk ber-baro (melepaskan diri/disasiosiasi) dari segala macam dan bentuk thaghut.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An-Nahl [16] : 36)

Dan tidak sah iman seorang muslim bila ia hanya sibuk menghamba kepada Allah سبحانه و تعالى namun ia tidak bersedia menjauhi dan mengingkari thaghut. Bagaimana mungkin seorang yang mengaku muslim dikatakan ber-tauhid bilamana di satu sisi ia beribadah kepada Allah سبحانه و تعالى namun di lain sisi ia mendekat bahkan bekerjasama dengan thaghut? Tidak sah imannya! Bukan tidak sempurna imannya, tetapi tidak sah.

Mengapa? Karena ibarat coin yang memiliki dua muka, tidak dapat dikatakan coin jika hanya terdiri dari satu muka saja. Demikian pula dengan iman tauhid seorang muslim. Tidak disebut tauhid jika hanya mengandung ibadah kepada Allah سبحانه و تعالى sedangkan menjauhi dan mengingkari thaghut tidak ada. Hadirnya tauhid di dalam diri seseorang ialah ketika ia beribadah kepada Allah سبحانه و تعالى dan ia menjauhi serta mengingkari berbagai jenis thaghut.

Masalahnya, dewasa ini banyak muslim yang tidak menjauhi dan mengingkari thaghut. Sebab bagaimana mereka dapat menjauhi dan mengingkari thaghut, sedangkan makna thaghut saja mereka tidak tahu? Di sinilah pentingnya kita mengkaji buku “Risalah Fi Makna At-Thaghut”. Karena di dalamnya kita dapatkan penjelasan cukup lengkap mengenai makna thaghut.

Sebagai mukaddimah penulis berkata:

“Sesungguhnya hal paling pertama yang Allah سبحانه و تعالى fardlukan atas anak Adam adalah kufur terhadap Thaghut dan Iman kepada Allah سبحانه و تعالى , dalilnya adalah firman-Nya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan ) sembahlah Allah سبحانه و تعالى (saja) dan jauhilah Thaghut itu,” (QS. An-Nahl [16] : 36). Dan adapun tatacara kufur terhadap Thaghut itu adalah engkau meyakini batilnya beribadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى , engkau meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka itu.”

Lalu apakah yang dimaksud dengan thaghut? Penulis melanjutkan:

Thaghut adalah umum mencakup segala sesuatu yang di sembah selain Allah, sedang dia itu rela dengan peribadatan tersebut, baik yang disembah, atau yang diikuti, atau yang ditaati dalam bukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, ini adalah Thaghut.”



Oleh karenanya, thaghut-thaghut itu banyak sekali dan ada lima di antaranya yang merupakan thaghut utama alias pentolan thaghut:

1. Syaitan yang selalu mengajak untuk beribadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى

2. Pemerintah yang zalim yang merubah hukum-hukum Allah سبحانه و تعالى

3. Orang yang memutuskan hukum dengan sesuatu yang bukan diturunkan Allah سبحانه و تعالى

4. Orang yang mengklaim mengetahui hal yang Ghaib, padahal itu hak khusus Allah سبحانه و تعالى

5. Segala sesuatu yang disembah selain Allah سبحانه و تعالى , sedangkan dia rela dengan penyembahan tersebut.

Inilah lima pentolan thaghut. Setiap orang yang mengaku muslim wajib menjauhi dan mengingkari semua thaghut di atas. Jika tidak, berarti ia telah mengingkari ikrar keimanannya atau tauhid-nya. Dan sah-tidaknya iman seseorang bergantung kepada pengingkarannya kepada thaghut. Bila ia tidak mengingkari thaghut berarti imannya tidak sah. Walaupun ia rajin sholat, puasa di bulan Ramadhan, bersedekah dan berbagai amal kebaikan lainnya, namun bila ia mendekat apalagi bekerjasama dengan thaghut, berarti apa yang ia kerjakan tidak mendapat penilaian di sisi Allah سبحانه و تعالى .

Mengapa demikian? Karena orang yang tidak sah imannya alias tidak sah tauhidnya, berarti ia telah syirik. Sebab lawannya tauhid adalah syirik, mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى . Dan barangsiapa terlibat di dalam dosa syirik, semua kebaikan yang pernah ia lakukan di dunia akan terhapus dan tidak memperoleh penilaian apapun di sisi Allah سبحانه و تعالى . Wa na’udzubillaahi min dzaalika..!

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Sungguh, bila kamu berbuat syirik, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar [39] : 65)

Orang yang tidak diterima tauhidnya berarti ia tidak diterima imannya. Dan jika iman tidak diterima, berarti ia dinilai Allah سبحانه و تعالى sebagai seorang yang kafir. Dan orang kafir juga sama dengan orang yang syirik, yaitu amal-perbuatan mereka tidak mendapat penilaian apapun di sisi Allah سبحانه و تعالى .

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا

“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur [24] : 39)

Maka jelaslah betapa pentingnya setiap muslim mendalami makna kalimat tauhid yang diikrarkannya, terutama bagian pengingkaran akan thaghut. Sebab pada umumnya sudah cukup ramai pembahasan mengenai keharusan menghamba kepada Allah سبحانه و تعالى , namun pembahasan dan kajian mengenai kewajiban menjauhi dan mengingkari thaghut masih sangat jarang.

Kembali kepada kajian di dalam tulisan “Risalah Fi Makna At-Thaghut” jenis pentolan pertama dari thaghut ialah “Syaitan yang selalu mengajak untuk beribadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى “. Di dalam Al-Qur’an Allah سبحانه و تعالى berfirman:

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Bukankah Aku (Allah سبحانه و تعالى ) telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan, sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Yaasin [36] : 60)

Syaitan merupakan musuh yang nyata bagi manusia. Oleh karenanya tidak dibenarkan bagi muslim manapun untuk berkompromi dengan syaitan, apalagi berakrab-akrab dengannya. Sebab keakraban tidak mungkin muncul di antara dua fihak yang sebenarnya bermusuhan. Keakraban hanya mungkin muncul di antara dua fihak yang saling bersahabat.

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir [35] : 6)

Syaitan hanya mengajak manusia agar beribadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى . Jika manusia mau mengikuti ajakan mereka itu, maka ia bakal dijebloskan ke dalam neraka bersama para syaitan tersebut di akhirat kelak karena ia telah rela mengikuti ajakan syaitan agar menghamba kepada selain Allah سبحانه و تعالى . Syaitan tidak hanya mengganggu manusia awam, tetapi bahkan para Nabi-pun tidak luput dari upaya tipu daya mereka. Syaitan ada dua macam, yaitu syaitan dari kalangan jin dan syaitan dari kalangan manusia. Allah سبحانه و تعالى berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ

“Dan begitulah Kami jadikan bagi tiap nabi musuhnya berupa syaitan-syaitan dari jenis manusia dan dari jenis jin.” (QS. Al-An’am [6] : 112)

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

“yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Naas [114] : 5-6)

Orang yang mengajak untuk mempertahankan, melestarikan tradisi syirik seperti tumbal, ruwatan dan sesajen, dia adalah syaitan manusia yang mengajak ibadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى . Pemuka adat atau pemuka agama yang mengajak minta-minta kepada orang yang sudah mati adalah syaitan manusia dan dia adalah salah satu pentolan thaghut. Orang yang mengajak pada faham, ideologi dan sistem hidup non-tauhid (baca: syirik) produk manusia seperti pluralisme, sekularisme, liberalisme, kapitalisme, nasionalisme dan demokrasi sehingga menimbulkan keraguan akan kesempurnaan ajaran/sistem Islam, adalah syaitan yang mengajak ibadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى , dia berarti termasuk thaghut. Orang yang mengajak menegakkan hukum perundang-undangan buatan manusia sehingga meninggalkan hukum Allah سبحانه و تعالى , maka dia adalah syaitan yang mengajak beribadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى. Sedangkan Allah سبحانه و تعالى berfirman:

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Bukankah Aku (Allah سبحانه و تعالى ) telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu." (QS. Yasin [36] : 60)

Makna beriman kepada Allah سبحانه و تعالى adalah bahwa engkau meyakini bahwa Allah سبحانه و تعالى merupakan satu-satunya ilah yang berhak untuk di ibadati, tidak yang lainnya, engkau memurnikan segala macam ibadah hanya kepada-Nya dan engkau menafikan, mengingkari, menjauhi segala macam yang di sembah selain-Nya.

Engkau mencintai al-muwahhidun (ahli Tauhid) dan loyal kepadanya, serta engkau membenci pelaku-pelaku syirik dan memusuhinya. Inilah agama Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam di mana orang yang benci akannya adalah orang yang telah memperbodoh dirinya sendiri. Inilah suri tauladan yang telah Allah سبحانه و تعالى kabarkan di dalam firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُإِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَمِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُالْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah [60] : 4)

Orang yang berbaik-sangka kepada Allah سبحانه و تعالى pasti yakin hanya dienullah Al-Islam sajalah yang bisa mengatasi berbagai masalah kehidpan di dunia. Bukanlah berbaik-sangka kepada Allah سبحانه و تعالى jika muslim masih ragu Islam dapat mengatasi segala urusan di dunia sehingga dia masih menyisakan keprcayaan kepada berbagai faham non-Tauhid (baca: syirik) produk manusia seperti demokrasi, nasionalisme, sekularisme dan sejenisnya untuk mengatasi berbagai persoalan pelik di dunia. Mari kita jujur, konsekuen dan tidak sepotong-sepotong dalam berbaik-sangka kepada Allah سبحانه و تعالى .

Saudaraku, marilah kita berbaik-sangka kepada Allah سبحانه و تعالى beserta hamba-hambaNya yang istiqomah, dan marilah kita berburuk sangka kepada thaghut (syaitan) beserta para pembelanya. Sebab Allah سبحانه و تعالى menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang mau dan istiqomah bersikap demikian:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا

“Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al-Baqarah [2] : 256)

Thaghut-thaghut itu banyak sekali dan ada lima di antaranya yang merupakan thaghut utama alias pentolan thaghut:

1. Syaitan yang selalu mengajak untuk beribadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى

2. Pemerintah yang zalim yang merubah hukum-hukum Allah سبحانه و تعالى

3. Orang yang memutuskan hukum dengan sesuatu yang bukan diturunkan Allah سبحانه و تعالى

4. Orang yang mengklaim mengetahui hal yang Ghaib, padahal itu hak khusus Allah سبحانه و تعالى

5. Segala sesuatu yang disembah selain Allah سبحانه و تعالى , sedangkan dia rela dengan penyembahan tersebut

Inilah lima pentolan thaghut. Setiap orang yang mengaku muslim wajib menjauhi dan mengingkari semua thaghut di atas. Jika tidak, berarti ia telah mengingkari ikrar keimanannya atau tauhid-nya. Dan sah-tidaknya iman seseorang bergantung kepada pengingkarannya kepada thaghut. Bila ia tidak mengingkari thaghut berarti imannya tidak sah. Walaupun ia rajin sholat, puasa di bulan Ramadhan, bersedekah dan berbagai amal kebaikan lainnya, namun bila ia mendekat apalagi bekerjasama dengan thaghut, berarti apa yang ia kerjakan tidak mendapat penilaian di sisi Allah سبحانه و تعالى . Mengapa demikian? Karena orang yang tidak sah imannya alias tidak sah tauhidnya, berarti ia telah syirik. Sebab lawannya tauhid adalah syirik, mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى . Dan barangsiapa terlibat di dalam dosa syirik, semua kebaikan yang pernah ia lakukan di dunia akan terhapus dan tidak memperoleh penilaian apapun di sisi Allah سبحانه و تعالى . Wa na’udzubillaahi min dzaalika..!

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Sungguh, bila kamu berbuat syirik, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar [39] : 65)

Pada tulisan sebelumnya berjudul “Lima Pentolan Thaghut (1)” kami telah membahas pentolan thaghut yang pertama yaitu “syaitan yang selalu mengajak untuk beribadah kepada selain Allah سبحانه و تعالى”.

Maka pada tulisan kali ini kita akan membahas pentolan thaghut yang kedua, yaitu “Pemerintah yang zalim yang merubah hukum-hukum Allah سبحانه و تعالى”. Sesungguhnya poin kedua ini sudah pernah kami singgung dalam tulisan kami di Suara Langit beberapa waktu yang lalu dengan judul “Kewajiban Mengingkari Thaghut Penguasa Zalim”. Namun kami ingin menjelaskan beberapa hal tambahan.

Pentolan thaghut jenis kedua ini merupakan fihak yang memiliki otoritas kepemimpinan atas suatu masyarakat namun enggan untuk memberlakukan hukum Allah سبحانه و تعالى sebagai pemutus perkara, baik dalam urusan kecil maupun urusan besar. Inilah yang disebut dengan thaghut berupa pemerintah yang zalim. Zalim dalam arti “tidak menempatkan sesuatu (dalam hal ini hukum Allah سبحانه و تعالى ) pada tempatnya”. Sedangkan syarat awal sebuah pemerintah dikatakan adil ialah “menempatkan sesuatu (dalam hal ini hukum Allah سبحانه و تعالى ) pada tempatnya”.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah [5] : 45)

Pemerintah yang adil wajib meletakkan hukum Allah سبحانه و تعالى atau hukum Al-Qur’an atau hukum Islam pada tempat tertinggi dimana segala hukum, perundang-undangan dan peraturan lainnya merupakan “breakdown” dari hukum Allah سبحانه و تعالى tersebut. Jika suatu pemerintah meletakkan hukum selain hukum Allah سبحانه و تعالى pada posisi yang tertinggi, seperti misalnya hukum produk manusia, maka itu berarti ia telah mengajak masyarakat untuk berhukum kepada hukum thaghut padahal Allah سبحانه و تعالى memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengingkari thaghut. Demikian perintah Allah سبحانه و تعالى .

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa [4] : 60)

Kisah pertentangan antara para Nabiyullah ‘alaihimussalam dengan jenis pentolan thaghut kedua inilah yang banyak mengisi lembaran sejarah umat manusia dan diabadikan di dalam lembaran mushaf Al-Qur’anul Karim. Kisah pertentangan antara Nabiyullah Nuh ‘alahissalam dengan para thaghut pemuka kafir kaumnya:

فَقَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya, “Kami tidak melihat kamu (wahai Nuh) melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. (QS. Hud [11] : 27)

Tentu kita semua juga sangat kenal dengan kisah pertentangan antara Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam dengan thaghut raja Babilonia bernama Namrud:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Apakah kamu tidak memperhatikan (Namrud) orang yang mendebat Ibrahim tentang Rabbnya (Allah) karena Allah سبحانه و تعالى telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, “Rabbku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata, “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah [2] : 258)

Demikian pula pertentangan antara Nabiyullah Musa ‘alaihissalam dengan thaghut raja Mesir bernama Fir’aun. Bahkan thaghut yang satu ini sedemikian melampaui batas dalam kesombongan kekuasaannya sehingga memandang dirinya sebagai seorang supra-human (di atas rata-rata manusia) lalu berkata di hadapan rakyat Mesir yang dipimpinnya:

فَكَذَّبَ وَعَصَى ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى فَحَشَرَ فَنَادَى فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى

Tetapi Firaun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata, "Akulah rabb-mu yang paling tinggi”. (QS. An-Nazi’at [79] : 21-24)

Dan di dalam Al-Qur’an jelas-jelas Allah سبحانه و تعالى menggambarkan betapa khawatirnya thaghut Fir’aun terhadap gerakan yang dipimpin oleh Nabiyullah Musa ‘alahissalam. Fir’aun sangat khawatir bila dien (agama/sistem/jalan hidup/falsafah hidup) rumusannya diganti oleh dien baru yang diusung oleh Nabiyullah Musa ‘alahissalam. Padahal dien yang diusung oleh Musa ‘alahissalam justeru merupakan dienullah (agama yang benar) Al-Islam yang semestinya Fir’aun-pun tunduk kepadanya bila ia punya good-will alias keinginan mewujudkan pemerintahan yang adil. Tapi semata-mata karena ia memandang dirinya sebagai salah seorang “founding-fathers” (pendiri utama) kerajaan digdaya Mesir, maka rakyat wajib mentaati segala titah-perintahnya, termasuk menerima bulat-bulat agama, sistem, jalan hidup atau falsafah hidup rumusan thagut Fir’aun. Inilah hakekat thaghut. Ia menginginkan manusia banyak menghamba kepada dirinya bukan kepada Rabb alam semesta, Allah سبحانه و تعالى .

وَقَالَ فِرْعَوْنُ ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُأَنْ يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَنْ يُظْهِرَ فِي الأرْضِ الْفَسَادَ

Dan berkata Firaun (kepada pembesar-pembesarnya), “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Rabbnya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar dienmu (agamamu/pedoman hidupmu/falsafah hidupmu/sistem hidupmu) atau menimbulkan kerusakan di muka bumi”. (QS. Ghafir [40] : 26)

Thaghut zaman dulu sama dengan thaghut zaman kapanpun, termasuk di era modern penuh fitnah ini. Tuduhan para thaghut-pun sama sepanjang zaman terhadap para Nabi dan pewaris ajaran para Nabi yaitu penda’wah di jalan Allah سبحانه و تعالى , pejuang dienullah serta pejuang kalimat tauhid. Para thaghut senantiasa menuduh para Nabi dan para du’at di jalan Allah سبحانه و تعالى sebagai fihak yang mengancam kestabilan nasional dengan niat mengganti ajaran nenek moyang/founding fathers yang dianggap sudah mapan dan final, padahal sesat dan menyesatkan. Dan para thaghut juga biasa menuduh para Nabi dan para du’at di jalan Allah سبحانه و تعالى sebagai pembuat kerusakan di muka bumi, ekstrimis bahkan teroris. Ini merupakan lagu klasik nyanyian para thaghut dan jajaran pembela para thaghut sepanjang masa.

Demikian pula pertentangan antara Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم dengan thaghut pemuka kota Mekkah yaitu Abu Lahab dan Abu Jahal. Sedemikian rupa Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم menghadapi penganiayaan dari thaghut musyrikin Quraisy Mekkah sehingga Allah سبحانه و تعالى seringkali menghibur beliau dengan ayat-ayat seperti ini:

قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ

“Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.” (QS. Al-An’aam [6] : 33-34)

Demikianlah, pertentangan sepanjang masa antara para pembela ajaran tauhid dengan pembela ajaran syirik mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى . Para thaghut pemerintahan zalim senantiasa menjadi pembela utama ajaran syirik karena mereka tidak ingin masyarakat menikmati kebebasan hakiki dengan hanya bergantung kepada Allah سبحانه و تعالى . Mereka ingin masyarakat bergantung dan merasa butuh kepada diri para thaghut dan ajaran, sistem hidup, falsafah hidup rumusan para thaghut itu. Mereka sangat keras menghalangi masyarakat dari tunduk hanya kepada ajaran dan dien yang datang dari Allah سبحانه و تعالى . Lalu dengan kecanggihan retorika mereka mengelabui ummat Islam dengan mengatakan bahwa para thaghut itu juga tetap memberikan tempat terhormat kepada agama Allah سبحانه و تعالى padahal sebenarnya yang mereka lakukan adalah upaya pengkerdilan peranan Islam dalam kehidupan ummat Islam. Sebab Allah سبحانه و تعالى tidak menyuruh kita untuk menerima ajaranNya sepotong-sepotong. Allah سبحانه و تعالى menyuruh kaum beriman untuk terima Islam sebagai suatu totalitas, bukan secara parsial atau sektoral.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2] : 208)

Begitu seorang muslim rela pemberlakuan ajaran Islam secara parsial atau sektoral berarti ia telah mengikuti langkah-langkah syaitan. Dan itulah keadaan yang dialami kaum muslimin dewasa ini di bawah dominasi Sistem Dajjal yang tidak saja hegemonik di masyarakat barat kafir tetapi juga di negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim. Para thaghut tidak keberatan bila ummat Islam menjalankan Islam dalam urusan pribadi, tapi jangan sekali-kali coba-coba menginginkan Islam diberlakukan pada tataran kehidupan publik. Untuk urusan publik sudah ada ajaran, sistem hidup, falsafah hidup yang dirumuskan para thaghut tersebut. Ajaran tersebut sudah final dan karenanya tidak boleh diutak-atik lagi sebab itu berarti sebuah upaya menimbulkan makar dan instabilitas nasional.

Oleh karenanya seorang muwahhid (ahli tauhid) sejati sangat sadar bahwa suatu pemerintahan hanya layak dipandang adil jika pemimpinnya dengan jujur dan konsekuen meninggikan hukum Allah سبحانه و تعالى di atas segenap hukum lainnya. Ia akan terus berjuang sehingga cita-cita menjadikan Al-Qur’anu Dustuurunaa (Al-Qur’an Konstitusi kami) menjadi kenyataan. Sedetikpun ia tidak rela menyaksikan hukum Allah سبحانه و تعالى Rabb langit dan bumi di setarakan dengan hukum thaghut, apalagi diletakkan di bawahnya. Bahwa sekarang hal itu belum menjadi kenyataan adalah suatu fakta yang tidak bisa dipungkiri. Tetapi itu bukan berarti sang muwahhid rela akan situasi abnormal tersebut. Yang pasti ia tidak ingin menjadi seperti orang-orang yang digambarkan Allah سبحانه و تعالى di dalam ayat di bawah ini. Yaitu kalangan orang-orang munafiq yang secara formal disebut muslim namun hakikatnya telah menjadi perpanjangan tangan dan kaki kaum kuffar:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafiq menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS. An-Nisa [4] : 61)

Dewasa ini kita hidup di era badai fitnah. Badai fitnah telah menyelimuti segenap aspek kehidupan ummat Islam. Sehingga tatkala muncul wacana memeprjuangkan pemberlakuan hukum Allah سبحانه و تعالى dari kalangan pejuang Islam, maka kaum kafir tinggal duduk santai. Karena cukup sudah kaum munafiq yang berjuang “membela” kaum kafir tadi dengan menghalangi wacana tersebut berkembang lebih jauh. Sungguh, kita wajib waspada jangan-jangan ini semua pertanda kalau keluarnya puncak fitnah sekaligus puncak thaghut pemerintahan zalim, yaitu Ad-Dajjal sudah tidak lama lagi. Sistem Dajjal yang secara global sedang hegemonik dewasa ini sangat terlihat keseragaman nilai-nilai global yang ingin diberlakukannya, yaitu memastikan manusia menghamba kepada sebagian manusia lainnya yang berperan sebagai para thaghut pemerintah zalim dengan menghalangi berlakunya hukum Allah سبحانه و تعالى dan memastikan berlakunya hukum jahiliyah produk manusia, apapun nama hukumnya. Sehingga Allah سبحانه و تعالى menantang mereka dengan pertanyaan berikut:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah [5] : 50)

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan kaum yang yakin akan keadilan dan kebenaran hukumMu, bukan hukum yang selainnya. Aamiin ya Rabb.





No comments:

Post a Comment