Pembahasan berikut adalah risalah ringkas dari Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengenai amar ma’ruf nahi munkar. Berikut penjelasan beliau rahimahullah:
Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Mereka bisa menjadi umat terbaik jika mereka memenuhi syarat (yang disebutkan dalam ayat di atas). Siapa saja yang tidak memenuhi syarat di atas, maka dia bukanlah umat terbaik.”
Para salaf mengatakan, telah disepakati bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu wajib bagi insan. Namun wajibnya adalah fardhu kifayah, hal ini sebagaimana jihad dan mempelajari ilmu tertentu serta yang lainnya. Yang dimaksud fardhu kifayah adalah jika sebagian telah memenuhi kewajiban ini, maka yang lain gugur kewajibannya. Walaupun pahalanya akan diraih oleh orang yang mengerjakannya, begitu pula oleh orang yang asalnya mampu namun saat itu tidak bisa untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar yang diwajibkan. Jika ada orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar, wajib bagi yang lain untuk membantunya hingga maksudnya yang Allah dan Rasulnya perintahkan tercapai. Allah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan melampaui batas.” (QS. Al Maidah: 2)
Setiap rasul yang Allah utus dan setiap kitab yang Allah turunkan, semuanya mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Yang dimaksud ma’ruf adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi oleh Allah.
Yang dimaksud munkar adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dibenci dan dimurkai oleh Allah.
Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar adalah sebab datangnya hukuman dunia sebelum hukuman di akhirat. Janganlah menyangka bahwa hukuman meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya menimpa orang yang zholim dan pelaku maksiat, namun boleh jadi juga menimpa manusia secara keseluruhan.
Orang yang melakukan amar ma’ruf hendaklah orang yang faqih (paham) terhadap yang diperintahkan dan faqih (paham) terhadap yang dilarang. Begitu pula hendaklah dia halim (santun) terhadap yang diperintahkan, begitu pula terhadap yang dilarang. Hendaklah orang tersebut orang yang ‘alim terhadap apa yang ia perintahkan dan larang. Ketika dia melakukan amar ma’ruf nahi munkar, hendaklah ia bersikap lemah lembut terhadap apa yang ia perintahkan dan ia larang. Lalu ia harus halim dan bersabar setelah ia beramar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana Allah berfirman dalam kisah Luqman,
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)
Ketahuilah bahwa orang yang memerintahkan pada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar termasuk mujahid di jalan Allah. Jika dirinya disakiti atau hartanya dizholimi, hendaklah ia bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah. Sebagaimana hal inilah yang harus dilakukan seorang mujahid pada jiwa dan hartanya. Hendaklah ia melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam rangka ibadah dan taat kepada Allah serta mengharap keselamatan dari siksa Allah, juga ingin menjadikan orang lain baik. Janganlah ia melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk tujuan mencari kedudukan mulia atau kekuasaan. Janganlah ia melakukannya karena bermusuhan atau benci di hatinya pada orang yang diajak amar ma’ruf nahi munkar. Janganlah ia melakukannya dengan tujuan-tujuan semacam ini.
Kadang memerintahkan pada yang kebaikan itu dengan cara yang baik dan tidak membawa dampak jelek. Kadang pula mencegah kemungkaran dilakukan dengan baik tanpa membawa dampak jelek. Sebaliknya jika menghilangkan kemungkaran malah dengan cara yang mungkar pula (bukan dengan cara yang baik), maka itu sama saja seseorang ingin mensucikan khomr (yang najis kata sebagian ulama, pen), dengan air kencing (yang najis pula, pen). Siapa yang melarang kemungkaran namun malah dengan yang mungkar, maka itu hanya membawa banyak kerusakan daripada mendapatkan keuntungan. Kadang kerugian itu sedikit atau banyak. Wallahu a’lam.
***
Diterjemahkan dari risalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, penjelasan firman Allah: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnaas dalam Al Majmu’atul ‘Aliyyah min Kutub wa Rosail wa Fatawa Syaikhul Islam Ibni Taimiyah, Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama,, Muharram, 1422, hal. 62-65.
King Khalid Airport, Riyadh, KSA, 17th Shafar 1432 H (21/1/2011)
Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
No comments:
Post a Comment