visi
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).
Wednesday, May 15, 2013
Syubhat (kerancuan dan kesalahpahaman) tentang Khusyu’
Beberapa perbuatan yang dianggap oleh orang-orang bodoh termasuk bentuk khusyu’ padahal sama sekali bukan khusyu’, di antaranya:
1. Khusyu’ nifaq (khusyu’ munafik), yaitu anggota badan yang terlihat tunduk dan tenang padahal hatinya lalai dan jauh dari khusyu’.
Hudzaifah bin al-Yaman berkata radhiallahu’anhu: “Jauhilah khusyu’ munafik”. Seseorang bertanya kepada beliau: Apa itu khusyu’ munafik? Hudzaifah radhiallahu’anhu berkata: “(Yaitu) kamu melihat (anggota) badan yang (seolah-olah) khusyu’ padahal hatinya tidak khusyu’”.
Inilah makna ucapan ‘Umar bin al-Khattab radhiallahu’anhu, ketika beliau melihat seorang pemuda yang tertunduk kepalanya, beliau berkata: “Wahai pemuda, angkatlah kepalamu, karena sesungguhnya khusyu’ itu tidak lebih dari apa yang ada di dalam hati”.
Dalam atsar lain, Ummul mu’minin ‘Aisyah radhiallahu’anha melihat beberapa orang pemuda yang terlihat lemas ketika berjalan, ‘Aisyah radhiallahu’anha bertanya: “Siapakah mereka itu”? Orang-orang menjawab: Mereka adalah ahli ibadah. Maka `’Aisyah radhiallahu’anha berkata: “Dulunya ‘Umar bin al-Khattab radhiallahu’anhu kalau berjalan (langkahnya) cepat, kalau berbicara (suaranya) keras, kalau memukul (pukulannya) menyakitkan dan kalau dia memberi makan mengenyangkan, padahal beliau adalah ahli ibadah yang sejati”.
Imam Ibnu Rajab berkata: “Barangsiapa yang menampakkan (seolah-olah) khusyu’ (padahal) berbeda dengan apa yang ada di dalam hatinya maka itu tidak lain adalah kemunafikan di atas kemunafikan”.
2. Persangkaan sebagian dari orang-orang awam yang mengatakan bahwa ibadah yang khusyu’ adalah ibadah yang dikerjakan oleh seseorang tanpa ada bisikan, was-was dan godaan setan dalam hatinya.
Jelas ini merupakan persangkaan yang sangat keliru, karena tidak mungkin Iblis dan bala tentaranya pernah berhenti atau libur menggoda dan berusaha menghalangi manusia dari jalan kebaikan, apalagi kebaikan besar yang mendatangkan keridhaan Allah Ta’ala, yaitu beribadah dengan khusyu’. Dalam al-Qur-an, Allah Ta’ala menceritakan ucapan dan tekad Iblis untuk memalingkan manusia dari semua jalan kebaikan:
{قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ}
“Iblis berkata: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)” (QS al-A’raaf).
Dan dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Setan (Iblis) akan selalu duduk (menghalangi) manusia pada semua jalan (kebaikan yang akan ditempuhnya)”.
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Tidak ada satu jalan kebaikanpun kecuali Setan selalu menghadang untuk menghalangi orang yang ingin mengerjakannya”.
Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengabarkan dalam hadits yang shahih tentang adanya Setan yang tugasnya menggoda manusia dalam shalatnya, yaitu ketika ‘Utsman bin Abil ’Ash radhiallahu’anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Setan menghalangiku (menggodaku) dalam shalat dan mengacaukan bacaanku (dalam shalat). Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Itu adalah Setan yang bernama Khinzab, jika kamu merasakan (godaannya) maka berlindunglah kepada Allah darinya, dan hembuskanlah sedikit ludahmu ke (arah) kiri tiga kali”. ‘Utsman bin Abil ’Ash radhiallahu’anhu berkata: Lalu aku praktekkan petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tersebut, maka Allah menghilangkan (godaan) Setan itu dariku.
Oleh karena itu, upaya Setan untuk selalu menggoda manusia dalam ibadah mereka agar mereka jauh dari sifat khusyu’ tentu besar sekali, karena semakin besar pahala dan keutamaan suatu amal kebaikan, maka semakin besar pula usaha Setan untuk menghalangi manusia darinya.
Maka jika ada orang yang menyangka bahwa ketika dia beribadah tidak diganggu oleh Setan, maka ini ini justru menimbulkan kecurigaan dan pertanyaan; apakah memang hatinya sedemikian parah kerusakannya sehingga Setan tidak merasa perlu untuk menggodanya? Karena kalau imannya benar dan hatinya khusyu’ maka bagaimana mungkin Setan akan membiarkannya dan tidak berusaha merusak kekhusyu’annya?
Bahkan boleh jadi semua ini justru merupakan bukti nyata kuatnya kedudukan dan tipu daya setan bersarang dalam diri mereka. Karena bagaimana mungkin setan akan membiarkan manusia merasakan ketenangan iman dan tidak membisikkan was-was dalam hatinya?
Imam Ibnul Qayyim membuat perumpaan hal ini dengan seorang pencuri yang ingin mengambil harta orang lain; manakah yang akan selalu diintai dan didatangi oleh pencuri tersebut: rumah yang berisi harta dan perhiasan yang melimpah atau rumah yang kosong melompong bahkan telah rusak?
Jawabnya: jelas rumah pertama yang akan ditujunya, karena rumah itulah yang bisa dicuri harta bendanya. Adapun rumah yang kedua, maka akan “aman” dari gangguannya karena tidak ada hartanya, bahkan mungkin rumah tersebut merupakan lokasi yang strategis untuk dijadikan tempat tinggal dan sarangnya.
Demikianlah keadaan hati manusia, hati yang dipenuhi tauhid, keimanan yang kokoh dan selalu khusyu’ kepada Allah Ta’ala, akan selalu diintai dan digoda setan untuk dicuri keimanannya dan dirusak kekhusyu’annya, sebagaiamana rumah yang berisi harta akan selalu diintai dan didatangi pencuri.
Oleh karena itu, dalam sebuah hadits shahih, ketika salah seorang sahabat radhiallahu’anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membisikkan (dalam) diriku dengan sesuatu (yang buruk dari godaan setan), yang sungguh jika aku jatuh dari langit (ke bumi) lebih aku sukai dari pada mengucapkan/melakukan keburukan tersebut. Maka beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar, segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan menjadi was-was (bisikan dalam jiwa)”.
Dalam riwayat lain yang semakna, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Itulah (tanda) kemurnian iman”.
Dalam memahami hadits yang mulia ini ada dua pendapat dari para ulama:
1. Penolakan dan kebencian orang tersebut terhadap keburukan yang dibisikkan oleh setan itulah tanda kemurnian iman dalam hatinya
2. Adanya godaan dan bisikkan setan dalam jiwa manusia itulah tanda kemurnian iman, karena setan ingin merusak iman orang tersebut dengan godaannya.
Adapun hati yang rusak dan jauh dari sifat khusyu’ ketika beribadah kepada Allah Ta’ala, maka hati yang gelap ini terkesan “tenang” dan “aman” dari godaan setan, karena hati ini telah dikuasai oleh setan, dan tidak mungkin “pencuri akan mengganggu dan merampok di sarangnya sendiri”.
Inilah makna ucapan sahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu, ketika ada yang mengatakan kepada beliau: Sesungguhnya orang-orang Yahudi menyangka bahwa mereka tidak diganggu bisikan-bisikan (setan) dalam shalat mereka. Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu menjawab: “Apa yang dapat dikerjakan oleh setan pada hati yang telah hancur berantakan?”. (Dikutip dari 'Muslim.or.id)
Semoga Manfaat
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment