visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Tuesday, June 22, 2010

Menangislah Karena Allah

Menangislah Karena Allah


oleh Saiful Islam

Allah menghendaki kehidupan manusia senantiasa mengalami berbagai perubahan antara senang dan sedih, suka dan duka, sehat dan sakit. Sebagaimana biasa mengalami lapang dan sempit, harap dan takut, tertawa dan menangis. Semua ini adalah aturan Allah yang sangat bermanfaat bagi setiap mukmin demi meningkatkan ketakwaan.

Dan akan menjadi bencana bagi yang tidak beriman, karena dia tidak sadar bahwa

semua itu adalah bekal yang sangat bermanfaat bagi peningkatan derajat dalam kehidupan. Karena itu, dalam menyikapi semua kondisi yang dihadapi ini manusia tidak terlepas dari salah satu diantara dua nilai, yaitu positif dan negatif atau benar dan salah, baik menurut pandangan manusia atau pun pandangan Yang Maha Kuasa.

Seseorang dapat meningkatkan keimanannya dengan menjalin ukhuwwh Islamiyah yang sering dihiasi dengan senyuman dan juga dapat meningkatkan taqarrub kepada Rabbnya dengan sering menangis karena menyadari akan kelalaian dalam melaksanakan kewajiban dimasa lalu, dan menangis karena takut akan kekeliruan dalam memahami dan salah mengamalkan ajaran Ilahi yang mesti ditaatinya demi keselamatan dan kemaslahatan dimasa mendatang.

Manangis adalah akhlaq para nabi dan kebiasaan para shalihin. Namun tentu bukan sekedar menangis, melainkan menangis yang membuktikan penghambaan diri yang muncul dari kesadaran yang sangat mendalam.

Sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah yang selalu memerlukan pertolongan; hamba yang menyadari sering lalai terhadap aturan-Nya; hamba yang sangat bodoh tapi sering menyombongkan diri dengan ilmu yang sangat sedikit; hamba yang tidak memiliki apa-apa tapi berlaga sombong seakan-akan apa yang ada dalam dirinya adalah miliknya; sungguh semua yang ada pada diri seorang hamba baik berupa jasad, kesehatan, harta, jabatan atau lainnya, semua itu adalah amanat yang mesti dipelihara dengan menggunakannya sesuai fungsinya dan mesti dipertanggungjawabkan pada saat yang tidak lama lagi akan tiba.

Para nabi menangis karena melihat ummat yang sedang menderita kebejadan akhlaq dan penyimpangan aqidah serta kerusakan pemahaman terhadap syari’ah yang telah Allah tetapkan bagi mereka. Para ulama sering menangis karena khawatir tidak dapat melanjutkan perjuangan Rasul akibat beratnya tantangan dan kurangnya kemampuan serta meluasnya kema’siatan.

Bila dibacakan kepada mereka ayat Allah yang berisi perintah, mereka menyadari belum dapat melaksanakan perintah sebagaimana mestinya. Sebaliknya bila dibacakan ayat yang mengandung larangan, mereka selalu ingat akan semua perbuatan yang menurut pandangan manusia tidak termasuk pelanggaran, padahal boleh jadi, tanpa disadari, dihadapan Allah sering sekali melakukan pelanggaran.

Bila dibacakan ayat-ayat tentang kenikmatan surga, terbayanglah orang lain sedang menikmatinya, sementara dirinya sedang dalam penderitaan menonton dari kejauhan apa yang dinikmati ahli surga, karena menyadari belum beramal sebagaimana mestinya yang memenuhi kriteria untuk menjadi muttaqiin shalihin.

Bila sudah melaksanakan sebagian perintah-Nya, mereka yakin bahwa tiada yang dapat mengetahui apakah amalnya memenuhi syarat diterima Allah ataukah tidak. Dan bila bertaubat, dari mana diketahui bahwa taubatnya memenuhi syarat untuk diterima dihadapan Allah.

Semakin tinggi ketakwaan seseorang maka semakin mudah baginya mengetahui kesalahan dan kelalaian dirinya dan semakin menyadari bahwa dirinya masih jauh untuk mencapai tingkat muttaqin.

Karenanya ketakutan kepada Allah akan semakin meningkat, demikian pula harapan akan ampunan semakin bertambah.



Wallahu 'alam.



No comments:

Post a Comment