Oleh KH Didin Hafidhuddin
Peristiwa bentrokan berdarah yang terjadi antara sebagian masyarakat dengan anggota Satpol PP di Koja Tanjung Priok Rabu (14/4) lalu merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan. Betapa tidak, setiap kelompok yang terlibat berlomba-lomba mencederai lawannya, tanpa sedikit pun terlihat rasa malu dan belas kasihan. Sebaliknya, justru tampak amarah dan kebencian yang sangat mendalam. Padahal, rakyat negeri ini merupakan masyarakat religius dan mayoritas beragama Islam.
Inti ajaran Islam adalah menebarkan kedamaian dan kasih sayang. Rasulullah SAW menyatakan, salah satu kunci untuk masuk ke dalam surga adalah menebarkan salam (kedamaian dan keselamatan). Dari Ibn Thabari dari Ibn Umar, Rasul SAW bersabda, ''Seutama-utamanya keimanan dan keislaman seseorang adalah apabila Muslim yang lain terselamatkan dari caci-maki lisannya dan kekerasan serta kekasaran tangannya.''
Rasulullah SAW juga menyatakan, kalau kita ingin meraih kasih sayang Allah SWT dan para malaikat-Nya, maka tebarkan kasih sayang dan kecintaan kepada seluruh umat manusia dan makhluk lainnya yang ada di muka bumi ini (irhamu man fil ardi, yarhamkum man fissamaa`).
Dari keterangan tersebut di atas, dapatlah diketahui bahwa tidak ada iman, Islam, dan agama tanpa menebarkan kasih sayang, cinta dan kedamaian kepada sesama. Karena itu, upaya untuk menajamkan naluri kasih sayang dan kecintaan ini harus dilakukan terus-menerus. Pertama, komunikasi, dialog, dan musyawarah harus menjadi acuan utama dalam memecahkan berbagai macam persoalan, sehingga tidak terjadi miskomunikasi antarberbagai pihak yang sedang memiliki masalah.
Rasul SAW menyatakan, ''Tidak akan merugi orang suka istikharah (meminta yang terbaik kepada Allah SWT) dan tidak akan pernah bersedih orang yang mengedepankan musyawarah.'' Kedua, Penyelesaian dilakukan secara adil (islah) atas dasar hukum dan undang-undang yang berlaku yang disertai dengan petunjuk dari Alquran dan sunah Rasul SAW (lihat QS Al-Hujurat: 8-9).
Ketiga, jauhkan sikap arogansi kekuasaan dan fanatisme kelompok yang melahirkan kekerasan tanpa dilandasi pemikiran-pemikiran yang jernih dan rasional. Keempat, semua pihak yang bersengketa harus mengedepankan kejujuran dan keadilan dalam menyelesaikan berbagai macam masalah.
Di samping itu, bimbingan dan suri teladan dari para pejabat, para tokoh, dan pemimpin umat menjadi suatu keharusan, sekaligus suatu keniscayaan. Mudah-mudahan tragedi kemanusiaan seperti di Koja, Tanjung Priok, tidak akan berulang kembali dalam sejarah kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang religius. Wa Allahu a'lam.
No comments:
Post a Comment