visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Tuesday, October 19, 2010

Menutup Aurat


Tazkiyatun Nufus

25/8/2010
16 Ramadhan 1431 H
Hits: 7.346

Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah

Aurat dan Pakaian

dakwatuna.com – Keberhasilan pertama kali yang diperoleh iblis dalam menggoda manusia setelah ia mendapat vonis diusir dari surga adalah dengan melucuti pakaian Adam dan Hawa sehingga terbuka auratnya.

Allah berfirman:

فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ الْجَنَّةِ ۖ ﴿٢٢﴾

“Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga… (QS. 7/Al A’raf: 22)

Dan ketika aurat telah terbuka maka dampak maksiat yang muncul kemudian sebagai akibat logisnya tidak dapat dihindarkan lagi. Di samping telah runtuhnya kehormatan dan kemuliaan seseorang dengan aurat yang terbuka itu. Maka Allah swt memperingatkan manusia agar berhati-hati menjaga auratnya dari godaan setan yang senantiasa mengintainya.

Allah berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ ﴿٢٦﴾ يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ ﴿٢٧﴾

“Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihatmu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah jadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. QS. 7/Al A’raf: 26-27

Makna Aurat

Kata “aurat” menurut bahasa berarti an naqshu (kekurangan). Dan dalam istilah syar’iy (agama), kata aurat berarti: sesuatu yang wajib di tutup dan haram dilihat. Dan para ulama telah bersepakat tentang kewajiban menutup aurat baik dalam shalat maupun di luar shalat. [1]

Menjaga aurat adalah konsekuensi logis dari konsep menundukkan pandangan, atau sering pula disebut sebagai langkah kedua dalam mengendalikan keinginan dan membangun kesadaran, setelah konsep menundukkan pandangan. Dari itulah dua hal ini diletakkan dalam satu rangkaian ayat yang mengisyaratkan adanya hubungan sebab akibat, atau keduanya sebagai dua langkah strategis yang saling mendukung.

Hakikat menutup Aurat

Hakikat pakaian menurut Islam ialah untuk menutup aurat, yaitu menutup bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Syariat Islam mengatur hendaknya pakaian tersebut tidak terlalu sempit atau ketat, tidak terlalu tipis atau menerawang, warna bahannya pun tidak boleh terlalu mencolok, dan model pakaian wanita dilarang menyerupai pakaian laki-laki. Selanjutnya, baik kaum laki-laki maupun perempuan dilarang mengenakan pakaian yang mendatangkan rasa berbangga-bangga, bermegah-megahan, takabur dan menonjolkan kemewahan yang melampaui batas.

Aurat Laki-laki dan Hukum Menutupnya

dakwatuna.com – Aurat laki-laki yang harus ditutup saat menunaikan shalat adalah qubul (kemaluan bagian depan) dan dubur (kemaluan bagian belakang), adapun di luar itu, mulai dari paha, pusar dan lutut, para ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya sebagai aurat dan sebagian lagi tidak menganggapnya sebagai aurat.

Pendapat pertama :

Bahwa paha, pusar dan lutut bukan aurat

Mereka beralasan :

Nabi bersabda :

عن عائشة رضي الله عنها: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان جالسا كاشفا عن فخذه، فاستأذن أبو بكر فأذن له وهو على حاله، ثم استأذن عمر فأذن له، وهو على حاله ثم استأذن عثمان فأرخى عليه ثيابه. فلما قاموا قلت: يا رسول الله استأذن أبو بكر وعمر فأذنت لهما.

وأنت على حالك، فلما استأذن عثمان أرخيت عليك ثيابك؟ فقال: “يا عائشة ألا أستحي من رجل والله إن الملائكة لتستحي منه” رواه أحمد، وذكره البخاري تعليقا.

Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah saw saat duduk pahanya terbuka, lalu Abu Bakar meminta izin kepada Rasul, beliau pun mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti semula, kemudian Umar meminta izin dan beliau mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti itu, kemudian Utsman pun ikut meminta izin namun beliau menurunkannya pakaiannya, setelah mereka pergi aku berkata : Wahai Rasulullah ketika Abu Bakar dan Umar meminta izin engkau mengizinkan keduanya. Dan engkau dalam keadaan semula, namun ketika Utsman meminta izin engkau mengulurkan pakaianmu ? maka beliau bersabda : Wahai Aisyah, apakah aku tidak malu dari seseorang, demi Allah para malaikat lebih malu darinya”. (HR. Ahmad, dan disebutkan oleh imam Bukhari dalam ta’liqnya)

وعن أنس: “أن النبي صلى الله عليه وسلم يوخ خيبر حسر الازار عن فخذه، حتى إني لانظر إلى بياض فخذه” رواه أحمد والبخاري.

Dari Anas RA: bahwa Nabi saw membuka pada saat Khaibar kain sarungnya sehingga terbuka pahanya, sampai aku dapat melihat pahanya yang berwarna putih. (HR. Ahmad dan Bukhari)

Ibnu Hazm berkata : Jelas bahwa paha bukan aurat, sekiranya merupakan aurat maka Allah tidak akan menyingkapkannya padahal beliau seorang yang suci dan maksum dari manusia, saat beliau menyampaikan risalahnya dan tidak diperlihatkan pahanya di hadapan Anas bin Malik dan yang lainnya.

وعن مسلم عن أبي العالية البراء قال: إن عبد الله ابن الصامت ضرب فخذي وقال: إني سألت أبا ذر فضرب فخذي كما ضربت فخذك وقال: إني سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم كما سألتني فضرب فخذي كما ضربت فخذك وقال: (صل الصلاة لوقتها) إلى آخر الحديث.

Dari Imam Muslim, dari Abu Al-‘Aliyah al-barra berkata : bahwa Abdullah bin As-shamit memukul paha saya, dia berkata : lalu saya bertanya kepada Abu Dzar, maka beliau memukul paha saya seperti Aku memukul paha kamu, kemudian dia berkata : kemudian saya bertanya kepada Rasulullah saw seperti yang kamu Tanya kepadaku maka beliau pun memukul saya seperti aku memukul paha kamu, dan beliau bersabda : “Dirikanlah shalat pada waktunya…sampai akhir hadits.

Ibnu Hazm berkata : jika paha sebagai bagian dari aurat maka Rasulullah saw tidak akan menyentuhnya dari Abu Dzar dengan tangannya yang suci. Dan jika paha merupakan aurat menurut Abu Dzar maka tidak menyentuh paha Abdullah bin Shamit dengan tangannya, begitu pun Abdullah bin Shamit dan Abu al-Aliyah.

Pendapat kedua :

Bahwa paha, pusar dan lutut adalah aurat.

Mereka beralasan :

Hadits nabi saw :

عن محمد بن جحش قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم على معمر، وفخذاه مكشوفتان فقال :”يا معمر غط فخذيك فإن الفخذين عورة” رواه أحمد والحاكم والبخاري في تاريخه، وعلقه في صحيحه.

Dari Muhammad bin Jahsy berkata : Rasulullah saw melewati ma’mar sementara kedua pahanya tersingkap, beliau bersabda : “Wahai Ma’mar tutuplah kedua pahamu karena paha itu adalah aurat”. (HR. Ahmad, Hakim dan Bukhari).

وعن جرهد قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلي بردة وقد انكشفت فخذي فقال: “غط فخذيك فإن الفخذ عورة” رواه مالك وأحمد وأبو داود والترمذي وقال: حسن: وذكره البخاري في صحيحه معلقا.

Dan dari Jurhud berkata : Rasulullah saw lewat pada Burdah dan kedua pahanya tersingkap, beliau bersabda : “Tutuplah kedua pahamu karena paha itu adalah aurat”. (HR. Malik, Ahmad, Hakim, Abu Dawud dan Tirmidzi serta Bukhari dalam shahihnya).

Demikian dua pendapat tentang batasan aurat laki-laki, namun bagi kita untuk lebih berhati-hati, saat akan menunaikan shalat maka kita menutup aurat kita mulai dari pusar hingga dua lututnya sebisa mungkin.

Aurat laki-laki bersama dengan laki-laki.

Bersama dengan kaum lelaki, ia tidak boleh menampakkan bagian antara lutut dan pusarnya, baik laki-laki yang melihatnya itu kerabatnya maupun orang lain, baik muslim maupun kafir. Adapun selain anggota tubuh itu boleh terlihat selama tidak ada fitnah.

Rasulullah bersabda :

Artinya: Apa yang ada di antara pusar dan lutut adalah aurat. (H.R. Al Hakim)

Rasulullah saw bersabda :

Artinya: Tutuplah pahamu, karena paha lelaki adalah aurat”. (H.R. Al Hakim)

Aurat laki-laki di hadapan wanita

Seorang wanita muslimah diperbolehkan melihat kaum lelaki yang berjalan di jalan-jalan, atau memainkan permainan yang tidak diharamkan, yang sedang berjual beli, dan sebagainya.

Rasulullah SAW menyaksikan orang-orang Habsyiy bermain lembing di dalam masjid pada hari raya dan Aisyah ikut menyaksikan mereka dari belakang beliau. Rasulullah menghalangi Aisyah dari mereka, sampai ia merasa bosan dan pulang. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke tujuh Hijriyah. [1]

Sedangkan hadits yang mengatakan :

“Berhijablah kalian berdua dari padanya. Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?”[2] Menunjukkan bahwa Ummu Salamah dan Maimunah berkumpul bersama Ibnu Ummi Maktum di dalam satu majelis, mereka bertemu pandang dan berhadap hadapan.

Pada kenyataannya, memang sangat berbeda antara pandangan laki-laki pada wanita dan pandangan wanita pada laki-laki. Wanita dengan rasa malu yang tinggi akan cenderung pasif, sedangkan laki-laki dengan sifat pemberaninya akan cenderung aktif dan kreatif.

Kesimpulannya, wanita diperbolehkan melihat lelaki lain dengan dua syarat, yaitu :

Pertama, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.

Kedua, tidak berada dalam satu majelis berhadap-hadapan.



Aurat Wanita Dan Hukum Menutupnya

Yang menjadi dasar aurat wanita adalah:

1. Al-Qur’an

Allah SWT berfirman :

“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya”. (QS. An-Nur : 30-31)

Ayat ini menegaskan empat hal :

a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.

b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.

c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.

d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab.

Allah SWT berfirman :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).

Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.

2. Hadits Nabi SAW

Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).

Hadits ini menunjukkan dua hal:

1. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.

2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.

Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa.

Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.

A. Aurat wanita bersama wanita

Wanita bersama dengan kaum wanita, bagaikan laki-laki bersama dengan laki-laki, diperbolehkan melihat seluruh badannya kecuali antara lutut dan pusarnya, kecuali diindikasikan akan membawa fitnah, maka tidak boleh menampakkan bagian tubuh itu. Hanya saja kepada wanita yang tidak seagama, wanita muslimah tidak boleh menampakkan auratnya sebagaimana kepada sesama wanita muslimah. Karena wanita yang tidak seagama berstatus orang lain bagi wanita muslimah. Allah berfirman :

Artinya: …atau wanita-wanita Islam…. (QS. An Nur/24:30)

B. Aurat wanita di hadapan laki-laki

Keberadaan wanita di hadapan lawan jenisnya memiliki rincian hukum yang berbeda-beda, yaitu:

a. Di hadapan laki-laki lain, yang tidak ada hubungan mahram.

Maka seluruh badan wanita adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena keduanya diperlukan dalam bermuamalah, memberi dan menerima.

Pandangan laki-laki kepada wajah dan telapak tangan wanita bisa diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Tidak diperbolehkan dengan sengaja melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa tujuan syar’i. Dan jika tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan pandangan seperti yang telah dijelaskan pada pandangan faj’ah (tanpa sengaja).

2. Melihat karena ada tujuan syar’i dan tidak ada fitnah, seperti melihat untuk melamar. Rasulullah menyuruh Mughirah bin Syu’bah untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya:

“Jika salah seorang di antaramu, meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat bagian yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu Daud)

Dan untuk semua tujuan itu, seseorang diperbolehkan melihat wajahnya, yang dengan melihat wajah itu sudah cukup untuk mengenalinya.

3. Memandang dengan syahwat, inilah pandangan terlarang, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi:

Nabi saw bersabda :

“Telah ditetapkan atas setiap anak Adam bagian dari zina, zina mata adalah pandangannya, zina mulut adalah ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya, zina tangan adalah memegangnya, zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya berharap dan berselera, kemaluannya membenarkan atau mendustakannya. (H.R. Ibnu Majah)

Asbabun nuzul ayat 30 ini sangat memperjelas kewajiban menjaga pandangan, yaitu kisah seorang laki-laki yang lewat di salah satu jalan di Madinah, ia memandangi seorang wanita. Dan wanita itupun membalas memandanginya. Setan ikut bermain menggoda keduanya, sehingga keduanya saling mengagumi. Sambil berjalan laki-laki itu terus memandangnya hingga ia menabrak tembok dan berdarah hidungnya. Ia berkata:

“Demi Allah! Saya tidak akan membasuh darah ini sebelum saya menemui Rasulullah SAW lalu saya ceritakan kejadian ini.”

Laki-laki itu segera menemui Nabi dan menceritakan kejadiannya. Nabi bersabda:

“Inilah hukuman dosamu”. Dan Allah menurunkan ayat 30 dan 31 ini.[1]

Pengecualian dalam hukum ini adalah jika berada dalam keadaan terpaksa, seperti penglihatan dokter muslim yang terpercaya untuk pengobatan, khitan, atau penyelamatan dari bahaya kebakaran, tenggelam, dsb.

b. Di hadapan laki-laki yang memiliki hubungan mahram

Ada ulama yang mengatakan bahwa dalam kondisi itu wanita hanya boleh menampakkan bagian tubuh yang biasa terlihat sewaktu bekerja, yaitu: rambut, leher, lengan, dan betis.

Allah berfirman :

“Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan-nya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka” ( QS. An Nur/24:31)

c. Di hadapan suami

Seorang wanita di hadapan suaminya boleh menampakkan seluruh anggota badannya. Karena segala sesuatu yang boleh dinikmati, tentu boleh juga dilihat.

Allah berfirman :

“kecuali kepada suami mereka, …,

Ada sebagian ulama yang mengatakan makruh melihat kemaluan. Karena Aisyah RA mengatakan tentang hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW:

Artinya: “Saya tidak pernah melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At Tirmidzi)

d. Budak wanita di hadapan orang yang tidak boleh menikmatinya

Aurat budak wanita di hadapan laki-laki yang tidak boleh menikmatinya adalah seperti aurat laki-laki, yaitu antara lutut dan pusar. Dan jika di hadapan tuan yang boleh menikmatinya maka kedudukannya bagaikan istri dengan suaminya.

Allah berfirman :

“atau budak-budak yang mereka miliki,….

Islam Agama Bersih dan Cantik

dakwatuna.com – Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW pernah bersabda sebagai berikut: “Menjadi bersihlah kamu, karena sesungguhnya Islam itu bersih.” (HR. Ibnu Hiban)

Dan sabdanya pula: “Kebersihan itu dapat mengajak orang kepada iman. Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke Surga.” ( HR. Thabrani)

Rasulullah SAW sangat menekankan tentang masalah kebersihan pakaian, badan rumah, dan jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, yaitu tentang kebersihan gigi, tangan dan kepala.

Ini bukan suatu hal yang mengherankan, karena Islam telah meletakkan suci (bersih) sebagai kunci bagi para peribadatannya yang tertinggi yaitu shalat. Oleh karena itu tidak akan diterima shalatnya seorang muslim sehingga badannya bersih, pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun dalam keadaan bersih. Ini belum termasuk kebersihan yang diwajibkan terhadap seluruh badan atau pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu’.

Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakaiannya kotor sekali, maka apa kata Nabi: “Apakah orang ini tidak dapat mendapatkan sesuatu yang dapat dipakai mencuci pakaiannya?” (HR. Abu Daud)

Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, pakaiannya sangat menjijikan, maka tanya Nabi kepadanya: “Apakah kamu mempunyai Uang? Orang tersebut menjawab: Ya! Saya punya: Nabi bertanya lagi: Dari mana uang itu? Orang itupun kemudian menjawab: dari setiap harta yang Allah berikan kepadaku. Maka kata Nabi: Kalau Allah memberimu harta, maka sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmat-Nya yang diberikan kepadamu dan bekas kedermawanan-Nya itu.” (HR. Nasa’i)

Masalah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari berkumpul, misalnya: Pada hari Jum’at dan hari raya. Dalam hal ini Nabi pun pernah bersabda : “Seyogianyalah salah seorang di antara kamu, jika ada rezki, memakai dua pakaian untuk hari Jum’at, selain pakaian kerja.” (HR. Abu Daud)

Pakaian Untuk Berfoya-foya dan Kesombongan

dakwatuna.com – Ketentuan secara umum dalam hubungannya dengan masalah menikmati hal-hal yang baik, yang berupa makanan, minuman ataupun pakaian, yaitu tidak boleh berlebih-lebihan dan untuk kesombongan.

Berlebih-lebihan, yaitu melewati batas ketentuan dalam menikmati yang halal. Dan yang disebut kesombongan, yaitu erat sekali dengan masalah niat, dan hati manusia itu berkait dengan masalah yang zhahir. Dengan demikian apa yang disebut dengan kesombongan itu ialah bermaksud untuk bermegah-megah dan menunjuk-nunjukkan serta menyombongkan diri terhadap orang lain. Padahal Allah sama sekali tidak suka terhadap orang yang sombong.

Allah SWT berfirman :

“Allah tidak suka kepada setiap orang yang angkuh dan sombong.”

(QS. Al-Hadid: 23)

Dan Rasulullah SAW juga bersabda :

“Barang siapa melabuhkan kainnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya nanti di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian agar setiap Muslim dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan kesombongan, maka Rasulullah SAW melarang untuk berpakaian yang berlebih-lebihan, dimana hal tersebut akan dapat menimbulkan perasaan angkuh, membanggakan diri pada orang lain dengan bentuk-bentuk lahiriah yang kosong itu.

Di dalam Haditsnya, Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:

“Barang siapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan nanti di hari kiamat.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, dan Ibnu Majjah, dengan sanad yang kepercayaan)

Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang pakaian apa yang harus dipakainya? Maka jawab Ibnu Umar: Yaitu pakaian yang kiranya kamu tidak akan di hina oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela oleh kaum filosofis. (HR. Thabrani)

No comments:

Post a Comment