Oleh : Amin Yusuf, S.Pd.
Sungguh, sebuah keniscayaan bahwa perkembangan dunia medis berjalan
seiring dengan derasnya arus kapitalisme global dan modernisasi yang
kian sulit dikendalikan, Namun perkembangan jenis penyakit juga tidak
kalah cepat berkembang dan beregenerasi. Sementara itu banyak manusia
yang tidak menyadari bahwa Sang Khaliq tidak pernah menciptakan
manusia dengan ditinggalkan begitu saja tanpa ada aturan dari-Nya.
Setiap kali penyakit muncul, pasti Allah SWT juga menciptakan obatnya,
sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: “Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia turunkan penyembuhnya.” (HR. Al-Bukhari dan Ibnu Majah).
Faktanya, memang ada manusia yang mengetahuinya dan ada yang tidak
mengetahuinya. Kenyataan lain yang harus disadari oleh manusia,
bahwa apabila Allah SWT dan Rasul-Nya secara jelas dan tegas menetapkan
suatu penjelasan -termasuk dalam memberikan petunjuk pengobatan- maka
petunjuk pengobatan itu sudah pasti lebih bersifat pertama dan utama.
Dan memang demikianlah kenyataannya, Islam yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW secara Kaffah, bukan saja memberi petunjuk
tentang perikehidupan dan tata cara ibadah kepada Allah SWT secara
khusus yang akan membawa keselamatan dunia dan akhirat, tetapi juga
memberikan banyak petunjuk praktis dan formula umum yang dapat
digunakan untuk menjaga keselamatan lahir dan batin, termasuk yang
berkaitan dengan terapi, penanganan penyakit atau pengobatan secara
holistik.
Petunjuk praktis dan kaidah medis tersebut telah sangat banyak
dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan diajarkan kepada para sahabat Nabi
SAW. Bila keseluruhan formula dan kaidah praktis itu dipelajari secara
saksama, tidak salah lagi! Bahwa kaum Muslimin dapat mengembangkannya
menjadi sebuah sistem dan metode (thariqah) pengobatan yang
tidak ada duanya. Disitulah akan terlihat korelasi yang erat antara
sistem pengobatan Ilahi dengan sistem pengobatan manusia. Karena Allah
SWT telah menegaskan: “Telah diciptakan bagi kalian semua segala apa yang ada di muka bumi ini” (QS. Al Baqarah [2]: 29.
Ilmu pengobatan beserta segala media dan materinya, termasuk yang
diciptakan oleh Allah SWT tidak hanya untuk kaum muslimin saja, tetapi
juga untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Ingatlah! Islam adalah agama dan Ideologi yang sempurna, yang
dibawa Rasulullah SAW bukan hanya kepada orang sehat tapi juga kepada
orang yang sakit, maka cara pelaksanakannya juga disediakan. Untuk
itu, sudah seharusnya kaum Muslimin menghidupkan kembali
kepercayaan terhadap berbagai jenis obat (Madu, Habatussauda, Zaitun,
dsb.) dan metode pengobatan (Alqur’an, Bekam, Ruqyah, dll.) yang telah
diajarkan Rasulullah SAW sebagai metode terbaik untuk mengatasi berbagai
macam penyakit. Namun tentu semua jenis pengobatan dan obat-obatan
tersebut hanya terasa khasiatnya bila disertai dengan sugesti dan
keyakinan.
Karena -demikian dinyatakan Ibnul Qayyim- bahwa “keyakinan adalah doa”. Bila pengobatan manusia mengenal istilah placebo
(semacam penanaman sugesti lalu memberikan obat netral yang sebenarnya
bukan obat dari penyakit yang dideritanya), maka Islam mengenal istilah
Do’a dan keyakinan. Dengan pengobatan yang tepat, dosis yang sesuai
disertai doa dan keyakinan (Spiritual Healing), tidak ada penyakit yang tidak bisa diobati, kecuali penyakit yang membawa pada kematian. Jabir RA membawakan hadits dari Rasulullah SAW: “Setiap penyakit ada obatnya, Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah SWT.” (HR. Muslim)
Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan
dan obat yang bermanfaat dengan izin Allah SWT. Sehingga seharusnya
kita tidak terlebih dahulu berpaling dan meninggalkannya untuk
beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang. Karena
itulah Ulama Salafus Sholeh, sekaligus Ahli Kedokteran & Pengobatan
Islam, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata: “Sungguh Mereka
(para tabib) telah sepakat bahwa ketika memungkinkan pengobatan
dengan bahan makanan maka jangan beralih kepada obat-obatan
kimiawi. Ketika memungkinkan mengkonsumsi obat yang sederhana, maka
jangan beralih memakai obat yang kompleks. Mereka mengatakan bahwa
setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu
dan pencegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan
kimiawi.” Ibnul Qayyim juga berkata: “Berpalingnya
manusia dari cara pengobatan Nubuwwah seperti halnya
berpalingnya mereka dari pengobatan dengan Alqur’an, yang
merupakan obat bermanfaat.”
Maka, tidak sepantasnya seorang muslim menjadikan pengobatan
Nabawiyyah sekadar sebagai pengobatan “tradisional” maupun alternatif
lain. Justru sepantasnya dia menjadikannya sebagai cara pengobatan
yang UTAMA, karena kepastiannya datang dari Allah SWT lewat lisan
Rasulullah SAW. Sementara pengobatan dengan obat-obatan kimiawi
(pengobatan cara barat), boleh saja manusia menggunakannya sebagai
pelengkap dan pendukung pengobatan, namun kepastiannya tidak seperti
kepastian yang didapatkan dengan Thibbun Nabawi, Pengobatan yang
diajarkan Nabi SAW diyakini kesembuhannya karena bersumber dari
wahyu. Sementara pengobatan dari selain Nabi Muhammad SAW kebanyakan
hanyalah berangkat dari dugaan atau dengan pengalaman/ uji coba semata.
Ibnul Qayyim kembali berpesan: “Pengobatan Ala Nabi tidak seperti layaknya pengobatan para ahli medis”.
Dengan demikian, Pengobatan Ala Nabi dapat diyakini dan bersifat pasti (qath’i), bernuansa ilahiah, Alamiah, berasal dari wahyu dan misykat Nubuwwah, Ilmiah serta berasal dari kesempurnaan akal melalui proses berfikir (aqliyah).
Namun tentunya, berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, seorang
hamba tidak boleh bersandar semata dengan pengobatan tertentu, dan
tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan sakitnya.
Seharusnya ia bersandar dan bergantung kepada Al Khaliq, Dzat yang memberikan penyakit dan menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allah SWT Robbul Izzati.
Seorang hamba hendaknya selalu bersandar pada hukum dan aturan-Nya
dalam segala keadaannya. Hendaknya seseorang yang sakit selalu berdoa
memohon kepada-Nya agar menghilangkan segala kemudharatan dan mengambil
hikmah dari berbagai penyakit yang telah menimpa dirinya. Wallohu a’lam bish-showaab. []
No comments:
Post a Comment