Jumat, 24/09/2010 10:08 WIB
oleh Ihsan Tandjung
فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 37-39)
Di dalam ayat di atas Allah swt memberikan suatu prinsip hidup yang sangat fundamental. "Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".
Allah swt menegaskan bahwa barangsiapa hidup di dunia berlandaskan petunjuk dan arahan yang Allah berikan, niscaya mereka tidak akan khawatir dan bersedih hati. Artinya, mereka akan hidup dalam kebaikan dan kebahagiaan. Dan bila Allah swt menyatakan demikian, tidak mungkin tidak pasti menjadi kenyataan. Dan kenyataan tersebut tidak hanya bersifat sementara, melainkan selamanya alias abadi. Tidak saja kebaikan dan kebahagiaan di dunia fana tetapi juga meliputi alam akhirat yang kekal abadi.
Siapapun yang berakal sehat dan berhati nurani pasti akan menyambutnya dengan baik. Dan mengingat bahwa jaminan tersebut memiliki syarat, maka iapun akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi syaratnya. Walaupun syarat itu berat, namun karena jaminannya begitu menggiurkan dan berasal dari fihak yang dia yakini kredibilitasnya, tentu dia siap menghadapinya.
Apakah syaratnya? Allah swt berfirman:
فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ
”...maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,”
Allah mensyaratkan manusia untuk mengikuti petunjukNya bila datang kepada mereka. Bagaimana petunjuk itu datang kepada manusia? Yaitu, melalui para kurir resmi yang diutusnya bernama para Nabiyullah dan Rasulullah ’alahimus-salam. Dan dalam sejarah dunia Allah telah mengutus banyak sekali rangkaian Nabi dan RasulNya ’alahimus-salam. Dan kita yang hidup dewasa ini bahkan hidup di masa Allah telah mengirim Nabi dan RasulNya yang terakhir alias Nabi Akhir Zaman yakni Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam. Beliau adalah penutup para Nabi dan petunjuk yang diterima dari Allah swt dan disampaikannya kepada ummat manusia merupakan petunjuk terakhir yang Allah wahyukan, yakni Kitabullah Al-Qur’anul Karim. Maka sangatlah pantas bila Allah swt menjamin bahwa petunjukNya yang terakhir ini merupakan petunjuk yang otentitas-nya (keasliannya) tidak akan mengalami kontaminasi. Al-Qur’an bakal terpelihara hingga hari Kiamat.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al-Hijr 9)
Berbeda dengan berbagai Nabi dan RasulNya yang diutus sebelum Nabi terakhir, maka mereka menerima petunjuk yang belum final dan tidak dijamin otentitasnya terpelihara. Sehingga petunjuk Allah swt yang mereka terima hanya berlaku bagi kaum yang mereka hidup bersamanya dan di masa mereka hadir di dunia hingga datangnya Nabi dan Rasulullah berikutnya. Sebab kedatangan para Nabi dan Rasulullah sebelumnya bakal disempurnakan lebih lanjut dengan kedatangan Nabi dan Rasulullah berikutnya. Hingga tiba giliran Allah swt mengutus Penutup Para Nabi dan RasulNya. Oleh karenanya, Al-Quranul Karim Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam berfungsi sebagai the Final Divine Guidance for the Whole of Mankind (Petunjuk Ilahi yang Final bagi segenap ummat manusia). Menjelang berakhirnya dunia yang fana ini Allah menyempurnakan petunjukNya kepada ummat manusia dengan diwahyukannya Kitabullah yang sempurna, final dan komprehensif (lengkap). Dan diutusnya seorang Nabiyullah yang tidak memimpin kaumnya saja (bangsa Arab), melainkan menjadi Teladan bagi segenap ummat manusia bahkan Rahmat bagi semesta alam.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab 21)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
”Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya 107)
Petunjuk Allah swt untuk ummat manusia telah datang lima belas abad yang lalu. Diterima dari Allah swt dan disebarkan kepada ummat manusia oleh Nabi dan RasulNya yang terakhir. Tidak bakal ada lagi Nabi maupun Rasul yang Allah bakal utus ke muka bumi ini membawa ajaran baru sesudah diwahyukanNya Al-Qur’anul Karim. Itulah sebabnya Allah swt dengan terang dan jelas berfirman bahwa petunjukNya ini bukan hanya ekslusif bagi manusia yang mengaku dirinya muslim, atau kaum yang mengaku dirinya ummat Islam. Tidak..! Samasekali tidak..!!
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia.” (QS Al-Baqarah 185)
Inilah ayat yang selalu terdengar oleh kaum muslimin, khususnya di bulan Ramadhan. Jelas dan terang Allah swt menyatakan bahwa Kitabullah Al-Quranul Karim merupakan hudal lin-naas (petunjuk bagi manusia). Allah swt tidak menyatakan bahwa petunjuk tersebut merupakan petunjuk bagi kalangan manusia tertentu, misalnya hanya bagi orang beriman atau ummat Islam atau kaum muttaqin semata. Tidak..! Allah swt berfirman bahwa Kitab Al-Qur’an adalah petunjuk bagi segenap ummat manusia.
Memang, ada ayat yang mengkhususkan hubungan Al-Qur’an dengan kalangan manusia tertentu, yaitu sebagai berikut:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”(QS Al-Baqarah 2)
Ayat ini tidak menafikan ayat sebelumnya. Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia siapapun dan bagaimanapun keadaan manusia itu. Adapun bagi kaum muttaqin alias mereka yang bertakwa maka Al-Qur’an diperlakukan oleh mereka bukan saja sebagai petunjuk Ilahi, melainkan diikuti tanpa keraguan sedikitpun..! Terserah, bila manusia lain menafikan, menolak atau mengingkari Al-Qur’an, namun faktanya ia tetap merupakan petunjuk dari Allah swt bagi segenap manusia yang akan menghilangkan kekhawatiran dan kesedihan hati manusia bila mereka mau mengikuti dan menjadikannya sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya.
Demikian pula sebaliknya, Allah swt mengancam siapa saja yang menolak petunjukNya.
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 39)
Menolak petunjuk Allah swt bisa berupa pengingkaran untuk mengakui bahwa Kitabullah Al-Qur’an merupakan petunjuk otentik dari Allah swt. Orang-orang seperti ini jelas-jelas merupakan kaum yang mendapat label orang-orang yang kafir. Mereka adalah manusia yang setelah diutusnya Nabi Akhir Zaman tidak mau mengimaninya sebagai Nabiyullah, tidak mau mengakui bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk dan Kitabullah terakhir dan tidak bersedia menerima Islam sebagai agama atau dien atau jalan hidup yang benar.
Selain itu, menolak petunjuk Allah swt juga bisa berarti mendustakannya. Tidak mau mengikutinya padahal mengakuinya sebagai petunjuk dan Kitabullah. Mereka bisa jadi dari kalangan di luar Islam tetapi mungkin juga termasuk orang-orang yang mengaku dirinya termasuk kaum muslimin. Bagi mereka yang bukan muslim kita dapat memaklumi kenapa mereka mendustakan petunjuk dan Kitabullah ini. Maklumlah, mereka memang bukan termasuk orang beriman. Inilah orang-orang non-mulsim dari kalangan manusia modern yang berfaham pluralisme. Mereka memandang semua kitab suci agama manapun merupakan kitab suci yang patut dihormati dan diakui sebagai petunjuk dari tuhan. Tetapi jelas mereka tidak bakal bersedia mengikutinya sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya.
Tetapi yang sangat sulit difahami dan banyak menimbulkan masalah ialah mereka yang di satu sisi mengaku muslim namun di sisi lain tidak menjadikan Kitabullah sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya. Mereka mengaku beriman kepada Al-Qur’an sebagai petunjuk dan Kitabullah terakhir. Tetapi mereka tidak kunjung menjadikannya petunjuk jalan bagi segenap urusan kehidupannya di dunia. Mereka cenderung memperlakukannya laksana menu makanan sebuah restoran. Mana yang mereka sukai mereka ambil dan mana yang mereka tidak berselera kepadanya, mereka tinggalkan. Padahal Allah swt di dalam petunjukNya berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah 208)
Di dalam ayat di atas Allah swt hanya memberikan dua pilihan. Masuk ke dalam agama Allah secara totalitas, atau hiduplah menuruti langkah-langkah syetan...!! Allah swt menyuruh manusia untuk mengikuti segenap petunjukNya, tanpa pilah-pilih atau -jika tidak- berarti mengikuti musuh Allah swt, yakni syetan..!!
Pengertian mengikuti segenap petunjuk Allah ialah mengelola keseluruhan urusan hidup ini semata-mata berdasarkan bimbingan wahyu. Apapun lini kehidupan yang sedang digeluti, maka jalankanlah sesuai prosedur petunjuk Allah swt. Baik dalam urusan aqidah (keyakinan), syariah (jalan hidup) maupun ibadah (tata-cara penghambaan diri kepada Allah swt).
Di zaman penuh fitnah dewasa ini banyak kaum muslimin yang memandang urusan mengikuti petunjuk Allah swt hanyalah sebatas urusan ibadah semata. Mereka sangat sibuk mempelajari ajaran Islam untuk mengamalkan tata-cara sholat, shaum, bayar zakat, pergi haji dan umroh. Untuk berbagai urusan ini mereka sangat serius berusaha mengikuti petunjuk Allah swt. Namun seringkali mereka mengabaikan urusan aqidah. Mereka tidak bersungguh-sungguh mempelajari dan mengamalkan kalimat Tauhid. Bahkan masih banyak kaum muslimin yang tidak sadar bahwa jernih-tidaknya tauhid seseorang berpengaruh kepada diterima-tidaknya berbagai amal-ibadahnya. Padahal di dalam Kitabullah Al-Qur’an sering sekali kita jumpai betapa tidak terpisahkannya urusan amal-sholeh seseorang dengan urusan iman.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An-Nahl 97)
Artinya, amal seseorang hanya diperhitungkan Allah swt bila dilandasi iman atau aqidah yang benar. Bila tidak, maka amalnya menjadi sia-sia belaka..!
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS Al-Kahfi 103-105)
Betapa masih banyaknya manusia yang mengaku muslim namun tidak peduli dengan urusan aqidah. Mereka kemudian terjatuh ke dalam lembah kemusyrikan, takhayul, khurafat, bid’ah dan aneka bentuk ketergantungan kepada selain Allah swt. Mereka sibuk melakukan berbagai bentuk ibadah, namun tidak pernah merenungi apakah imannya telah benar, kokoh dan murni. Mereka sibuk membenahi diri menjadi orang berakhlak mulia, bermoral dan santun, tetapi mereka tidak sadar bahwa cacatnya pemahaman Tauhid menyebabkan tidak bernilainya di mata Allah swt segenap kebaikan dan kesantunannya tersebut.
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.” (QS An-Nur 39)
Di zaman penuh fitnah dewasa ini banyak kaum muslimin yang memandang urusan mengikuti petunjuk Allah swt hanyalah sebatas urusan ibadah semata. Mereka tidak menjadikan urusan syariah sebagai perhatian dalam hidupnya. Padahal urusan ini menyangkut mayoritas waktu dalam kehidupannya. Sebab urusan syariah atau jalan hidup meliputi begitu banyak dimensi kehidupan. Dan petunjuk Allah swt mencakup bagaimana sepatutnya manusia mengelola berbagai urusan kehidupannya. Apakah itu menyangkut urusan pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara bahkan penataan urusan pada skala global-dunia. Banyak muslim modern menyangka bahwa karena dewasa ini yang disebut sebagai masyarakat dan negara maju adalah barat, maka mereka mengelola berbagai urusan ini dengan cara mengekor kepada mereka. Akhirnya muncullah berbagai bentuk penataan kehidupan, baik dalam sekali pribadi, keluarga maupun masyarakat dan negara yang mengikuti petunjuk barat bukan petunjuk Allah swt.
Akhirnya kita menyaksikan bagaimana tata kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, hukum, olahraga, kesenian, teknologi dan sains, militer dan pertahanan keamanan dikelola mengekor dan copy-paste sepenuhnya kepada perdaban dunia barat. Yang mana inti dari peradaban barat ialah mendustakan ayat-ayat Allah dan merasa sombong dan bangga diri akan kehebatan manusia yang tidak perlu bergantung kepada Allah swt dan petunjukNya. Inilah peradaban dunia yang tidak mengikuti petunjuk Allah swt..! Padahal masyarakat barat merupakan masyarakat kaum Yahudi dan Nasrani yang mana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah peringatkan kita agar jangan mengekor kepada mereka...!
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti tradisi/kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak-pun kalian pasti akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka." (MUSLIM - 4822)
Bukan rahasia lagi bahwa masyarakat barat merupakan kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka mewujudkan sebuah Judeo-Christian Civilization (peradaban Yahudi-Nasrani). Sungguh ironis menyaksikan bagaimana satu setengah miliar lebih kaum muslimin sedunia bisa menjadi korban sebuah peradaban yang terputus dari petunjuk Allah. Bagaimana mungkin suatu ummat yang memiliki Kitabullah Al-Qur’an yang Allah jamin kebenaran dan keasliannya dapat diarahkan oleh ummat-ummat yang Kitab Sucinya –yakni Taurat dan Injil- telah mengalami kontaminasi dan manipulasi di sana-sini? Bagaimana mungkin suatu ummat yang Allah telah peringatkan akan bahaya kebanyakan kaum Yahudi dan Nasrani, namun masih saja bersangka-baik kepada mereka? Menjadikan mereka sebagai konsultan dan tempat bertanya dalam berbagai perkara kehidupan?
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
”Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS Al-Baqarah 120)
Sungguh, kondisi dunia dewasa ini sedang diselimuti badai fitnah, sehingga kita menyaksikan begitu banyaknya kaum muslimin yang tidak bersikap kritis terhadap realitas dunia yang berjalan di luar koridor petunjuk Allah swt. Padahal hakikat berada di atas shirathal mustaqiim (jalan yang lurus) ialah tatkala segenap urusan dalam hidup berjalan mengikuti petunjuk Allah swt, baik dalam perkara aqidah, syariah maupun ibadah. Inilah maksud ungkapan Allah swt di bawah ini:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama muslim (menyerahkan diri kepada Allah)". (QS Al-An’aam 162)
Petunjuk Allah swt yang terakhir bagi ummat manusia telah datang sejak lima belas abad yang lalu. Tidakkah sepantasnya kita yang mengaku kaum muslimin, mukminin dan muttaqiin berdiri di barisan terdepan membimbing segenap manusia lainnya untuk turut hidup bersama di bawah naungan petunjuk Allah swt tersebut? Meninggalkan peradaban palsu (baca: peradaban kafir) dunia modern ini untuk menggantikannya dengan peradaban mengikuti Petunjuk Allah swt?
Bagaimana hal itu akan terjadi, bila kita begitu mudah terprovokasi dan menjadi marah menyaksikan kaum kafir barat membakar fisik Kitabullah Al-Qur’an sedangkan kita tidak sedikitpun merasa terganggu padahal sudah hampir seabad ummat Islam di berbagai negeri muslim mengelola kehidupannya mengikuti petunjuk kaum kafir barat tersebut dan mengabaikan bahkan mendustakan Petunjuk Allah swt..?! Masihkah kita harus heran dan tercengang serta bertanya mengapa kekhawatiran dan kesedihan hati masih saja mewarnai kehidupan banyak manusia modern dewasa ini, bukan saja mereka yang jelas-jelas kafir, tetapi banyak di antaranya adalah saudara-saudara kita kaum muslimin..?? Laa haula wa laa quwwata illa billah..